Selasa, 06 Desember 2005

Sektor Perikanan makin Prospektif


Tanggal : 6 Desember 2005
Sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2006/12/5/e1.htm

Sektor perikanan sejak lama memang menjadi salah satu andalan Bali dalam hal ekspor. Ketergantungan pada sektor perikanan ini makin besar seiring menurunnya peran sektor TPT dan kerajinan barang seni pascalesunya pariwisata. Tetapi, menyusul kenaikan BBM pada Oktober 2005 lalu, sektor ini mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan. Sebab, harga BBM naik cukup tinggi untuk operasional nelayan. Bagaimana kondisinya saat ini?

PERIKANAN, terutama komoditi tuna dari Bali punya nama cukup bagus di pasar dunia. Tuna hasil tangkapan pengusaha di Bali sudah mampu menembus pasar ekspor sejak dulu. Beberapa negara yang cukup besar mengimpor tuna dari Bali adalah Jepang, Taiwan, Cina, dan Korea. Negara-negara Asia yang merupakan konsumen ikan terbesar di dunia ini bisa dibilang memiliki hubungan bisnis yang erat dengan Bali, khususnya komoditi tuna.

Di samping tuna, ada pula beberapa jenis ikan lainnya yang cukup populer dan digemari pasar internasional. Misalnya saja udang dan ikan kerapu. Dua jenis komoditi ini cukup tinggi realisasi ekspornya meskipun hingga kini dominasi tuna masih belum bisa terkalahkan. Namun ke depan prospek kedua komoditi itu diprediksi akan semakin bagus mengingat sudah ada pengusaha yang secara profesional membudidayakannya di perairan Bali Utara yang memang sangat cocok untuk jenis kerapu maupun tuna.

Selain komoditi perikanan yang dapat dikonsumsi, Bali sebagaimana dikatakan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Bali Wisnawa Manuaba juga punya potensi komoditi lainnya. Misalnya saja ikan hias dan rumput laut. Jenis-jenis komoditi ini termasuk cukup mengalami peningkatan dalam realisasi ekspor dua tahun belakangan ini.

Hanya sayangnya, dalam setahun terakhir ini terjadi penurunan dalam jumlah realisasi tuna yang diekspor karena kenaikan BBM. Menurut Sekjen Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra, ketidakmampuan para pengusaha perikanan tuna melaut disebabkan mahalnya biaya operasional yang mesti dikeluarkan khususnya solar.

Di sisi lain, harga tuna di pasaran dunia belum juga mengalami kenaikan. Dia mengatakan bila pengusaha tuna menaikkan secara sepihak harga jualnya, dikhawatirkan buyer akan lari ke negara lain untuk membeli tuna. Perlu diketahui, Indonesia bukan satu-satunya negara yang menggarap tuna sebagai pasar ekspornya. Beberapa negara lain juga menjadikan tuna sebagai mata dagangan negerinya.

Berdasarkan data yang ada di Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Bali, pendapatan asli daerah (PAD) yang diperoleh melalui sektor perikanan mencapai Rp 600 juta setahun lalu. Dia memprediksikan tahun ini pun realisasi dalam jumlah sama akan diperoleh. ''Ekspor perikanan dan kelautan Bali pada tahun ini tidak mengalami kendala yang berarti. Ekspor masih lancar dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, baik dari nilai maupun volumenya,'' kata Wisnawa.

Komentar sama juga dilontarkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Bali IGN Suteja. Dia mengatakan realisasi ekspor sektor perikanan masih sama seperti sebelumnya. Dia menilai sektor ini relatif stabil realisasinya, dibandingkan sektor TPT dan kerajinan yang cenderung berfluktuasi.

Dari sisi nilai ekspor jumlah yang didapatkan dari sektor perikanan ini lebih besar lagi. Data periode Januari - Juli 2006, realisasi sektor pertanian dan perikanan yang diekspor mencapai kisaran 31,6 juta dolar. Realisasi ini naik 5,7 persen jika dibandingkan periode sama 2005 yang hanya 29,9 juta dolar. Dilihat dari volumenya, periode Januari - Juli 2006 ini, produk perikanan yang diekspor lewat Bali mencapai sekitar 6.578,7 ton.

Paling tidak tercatat sekitar 12 jenis komoditi perikanan dan hasil laut diekspor Bali ke berbagai negara. Ikan tuna masih menjadi andalan utama ekspor. Komoditi ini mendominasi sekitar 40 persen dari realisasi ekspor perikanan secara keseluruhan. Tujuan utama dari ekspor produk perikanan Bali ini antara lain Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

Keberadaan sektor perikanan dan sumbangsihnya bagi perekonomian memang tidak boleh dianggap remeh. Meskipun BBM naik dan persaingan dengan kapal asing yang melaut di perairan nasional secara ilegal masih ada, kondisi ekspor perikanan Bali belum menunjukkan penurunan. Tapi memang bila dilihat dari potensinya, sebenarnya ekspor dari Bali bisa lebih besar lagi. Selain mengupayakan produksi melalui sistem tangkap, budi daya pun saat ini juga dikembangkan.

Guna lebih menggiatkan perekonomian masyarakat pesisir pun, pemerintah dikatakan Wisnawa, sudah pula menggulirkan bantuan. Salah satu yang secara kontinu dikeluarkan adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP). Klungkung, misalnya, salah satu kabupaten di Bali yang mempunyai populasi nelayan cukup besar terutama di daerah tiga Nusa sudah merasakan efektifnya program PEMP.

Program ini sendiri sudah diluncurkan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sejak tahun 2001. Pada tahun 2001-2003 program PEMP dikucurkan ke KMP melalui wadah LEPP.M3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina) dengan pola bergulir dikawasan (bukan di kelompok). Melalui wadah LEPP.M3 diharapkan masyarakat pesisir mulai belajar mengelola manajemen keuangan, belajar mengelola usaha dengan memperhitungkan untung rugi, serta belajar menabung. (iah)

Jumat, 02 Desember 2005

MODEL PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE

Tanggal : 2 Desember 2005
Sumber : http://www.unila.ac.id/~fp-hutan/mambo/jhutrop/jh21wawan.html

MODEL PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN
TAMAN NASIONAL KUTAI OLEH MASYARAKAT DUSUN TELUK LOMBOK

PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove merupakan komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki peranan penting dan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat khususnya di sekitar pantai.

Manfaat hutan mangrove secara fisik antara lain menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari abrasi, menahan tiupan angin kencang dari laut, serta menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi). Secara biologis hutan mangrove berfungsi sebagai tempat memijah dan berkembangbiaknya berbagai hewan air, tempat berlindung dan berkembang biak burung dan satwa lain, serta berfungsi sebagai sumber plasma nutfah. Secara ekonomis, hutan mangrove berfungsi juga sebagai penghasil kayu dan bahan bangunan, penghasil bahan baku industri, bibit ikan, tempat pariwisata, serta penelitian dan pendidikan.

Pemanfaatan hutan mangrove saat ini cenderung bersifat merusak, sehingga menyebabkan penurunan luas hutan mangrove dari waktu ke waktu. Eksploitasi hutan mangrove yang berlebihan, konversi hutan mangrove menjadi kawasan tambak, industri, pemukiman, dan pertanian merupakan penyebab utama menurunnya luasan hutan mangrove.

Taman Nasional Kutai (TNK) merupakan kawasan konservasi yang memiliki hutan mangrove seluas ± 5.440,70 ha, yaitu 1—2 km dari tepi pantai ke arah daratan yang didominasi oleh jenis Rhizophora dan Bruguiera. Namun, luasan hutan mangrove ini terus mengalami penyusutan akibat berbagai tekanan, terutama penebangan liar dan konversi hutan mangrove yang tidak terkendali menjadi areal tambak. Kondisi ini diperparah oleh desakan penduduk dalam memenuhi keperluan hidup, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Untuk meminimalisasi rusaknya ekosistem mangrove diperlukan berbagai upaya, diantaranya melalui pengembangan model pelestarian mangrove dengan melibatkan masyarakat sekitar. Hal tersebut penting dilakukan, mengingat upaya yang dilakukan instansi terkait seringkali mengalami kegagalan. Upaya pelestarian yang bersifat top–down dengan mengesampingkan unsur masyarakat ternyata seringkali mengakibatkan ketidakberhasilan. Padahal keberadaan masyarakat sekitar hutan mangrove sangat berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove.

Tujuan penelitian yaitu :

1. Mengkaji potensi ekosistem mangrove Teluk Lombok

2. Mengkaji karakteristik rumah tangga masyarakat Dusun Teluk Lombok

3. Mengkaji persepsi masyarakat Dusun Teluk Lombok terhadap pelestarian ekosistem mangrove

4. Mengkaji kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat Dusun Teluk Lombok

5. Mengkaji suatu model pelestarian ekosistem mangrove berbasiskan masyarakat lokal.


BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Taman Nasional Kutai yang secara administratif terletak di Dusun Teluk Lombok, Desa Sangkima, Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan hutan mangrove Teluk Lombok seperti halnya kawasan Taman Nasional Kutai termasuk iklim B dengan nilai Q berkisar antara 14,3%—33,3%. Curah hujan rata-rata setahun adalah sebesar 1543,6 mm atau rata-rata bulanan 128,6 mm dengan rata-rata hari hujan setahun 66,4 hari atau rata-rata bulanan 5,5 hari. Suhu rata-rata di kawasan hutan mangrove Teluk Lombok adalah 26oC (berkisar antara 21—34oC) dengan kelembaban relatif 67%—98% (Rahmadani et al. 2004).

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (Oktober—Desember 2004) dengan pengambilan data di lapangan selama 1 bulan, yang meliputi kegiatan pengumpulan data primer dan sekunder, dan observasi lapang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey, yaitu melalui: wawancara, observasi lapang, dan studi literatur. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

Data potensi ekosistem mangrove Teluk Lombok diperoleh melalui hasil studi literatur/studi pustaka dari berbagai kegiatan penelitian yang telah ada/dilakukan sebelumnya. Data karakteristik rumah tangga masyarakat, data persepsi masyarakat terhadap pelestarian ekosistem mangrove, data kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove oleh masyarakat, dan data pelestarian ekosistem mangrove oleh masyarakat Dusun Teluk Lombok diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada masyarakat Dusun Teluk Lombok dan observasi lapang. Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh dikompilasikan dan ditabulasikan yang selanjutnya dianalisa dan dijelaskan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Ekosistem Mangrove Teluk lombok

Ekosistem mangrove di Teluk Lombok memiliki beberapa potensi yang patut dilestarikan karena merupakan salah satu ekosistem mangrove di Taman Nasional Kutai yang masih tersisa. Rahmadani et al. (2004) memperkirakan bahwa 15%—20% dari total kawasan mangrove di TNK telah terdegradasi dan berubah fungsi menjadi tambak dan pemukiman.

Menurut Gunawan (2004), ekosistem mangrove Teluk Lombok mempunyai struktur pertumbuhan vegetasi yang lengkap pada tingkat semai, pancang, dan pohon sehingga proses regenerasi dapat berlangsung dan akan terwujud kelestarian apabila tingkat ancaman/gangguan kerusakan terhadap ekosistem tersebut rendah. Namun demikian, ekosistem mangrove Teluk Lombok memiliki keanekaragaman jenis yang tergolong rendah pada semua tingkat pertumbuhan vegetasi dan didominasi oleh Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora mucronata. Selain jenis-jenis tersebut, berdasarkan laporan survei potensi mangrove di TNK yang dilakukan oleh Rahmadani et al. (2004) dijumpai pula jenis Avicennia alba, Ceriops tagal, Casuarina equisetifolia, Sonneratia caseolaris, Avicennia marina, dan Lumnitzera racemosa.

Ekosistem mangrove pada umumnya dijadikan sebagai tempat hidup berbagai jenis satwaliar, seperti: ikan, serangga, invertebrata, burung, dan mamalia besar. Hal tersebut disebabkan pada tipe ekosistem mangrove ini memungkinkan tersedianya unsur hara dan makanan satwa liar sepanjang tahun. Satwa liar yang terdapat di kawasan hutan mangrove Teluk Lombok berdasarkan hasil survey Rahmadani et al. (2004) meliputi jenis burung, primata, dan reptilia.

Jenis-jenis burung yang terdapat di kawasan hutan mangrove antara lain Cangak Merah (Ardea purpurea), Kuntul Karang (Egreta sacra), Kuntul Kerbau (Bubulus ibis), Cekakak Cina (Halcyon pileata), Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris), Raja Udang Kalung Biru (Alcedo euryzona), Trinil Bedaran (Tringa cinereus), Elang Bondol (Haliastur indus), Elang Laut Perut Putih (Haliastur leucogaster), Kucica Kampung (Copsychus saularis), Kacamata Laut (Zosterops chloris), Cinenen Merah (Orthotomus seriseus), Burung Cabai Polos (Dicaeum concolor), Ixobrychus eurhythmus, Cinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps), Artamus leucorynchus, dan Anas gibberifrons.

Jenis-jenis primata yakni Bekantan (Nasalis larvatus), Orangutan (Pongo pygmaeus), Monyet Abu-abu (Macaca fascicularis). Jenis-jenis reptilia yang terdapat di kawasan hutan mangrove Teluk Lombok terdiri atas Buaya Muara (Crocodylus porosus), Buaya Sapit (Thomistoma schelegeli), dan Biawak (Varanus salvator). Sedangkan jenis-jenis satwaliar lainnya yang terdapat di kawasan hutan mangrove Teluk Lombok terdiri atas Kancil (Tragulus sp.), Kijang (Muntiacus muntjak), dan Babi Hutan (Sus barbatus).

Karakteristik Rumah tangga Masyarakat Dusun Teluk Lombok

Dusun Teluk Lombok termasuk ke dalam Desa Sangkima, Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan data Monografi Desa tahun 2003, Desa Sangkima mempunyai jumlah penduduk sebesar 3.072 orang, terbagi ke dalam jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.519 orang dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.553 orang. Adapun jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah sebanyak 739 KK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Teluk Lombok memiliki karakteristik rumah tangga sebagai berikut: kepala rumah tangga di Dusun Teluk Lombok sebagian besar berumur antara 22—78 tahun dengan jumlah anggota rumah tangga berkisar antara 2—9 orang. Tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya masih tergolong rendah, yaitu sebagian besar berpendidikan formal Sekolah Dasar (SD) ataupun tidak tamat SD, hanya sedikit yang berpendidikan formal sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA).

Sebagian besar masyarakat Dusun Teluk Lombok merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari Suku Mandar Mamuju, Sulawesi. Mereka tinggal di pinggir pantai di sekitar kawasan ekosistem mangrove, sehingga sebagian besar kebutuhan hidupnya dipenuhi dengan memanfaatkan keberadaan ekosistem mangrove. Kerusakan ekosistem mangrove dapat berdampak pada pendapatan mereka karena pada umumnya matapencaharian pokok masyarakat sekitar adalah sebagai nelayan yang hasil tangkapan ikannya sangat bergantung pada kualitas ekosistem mangrove yang terdapat di sekitarnya. Adapun matapencaharian tambahan masyarakat sekitar diantaranya adalah bertani, beternak, dan berdagang.

Pendapatan pokok masyarakat dari kegiatan/usaha yang dilakukannya berkisar antara Rp 250.000/bulan­—Rp 2.000.000/bulan, sedangkan pendapatan tambahan masyarakat berkisar antara Rp 100.000/bulan—Rp 1.000.000/bulan. Adapun luas lahan yang dikuasai masyarakat berkisar antara 0,5—6 ha yang digunakan untuk kebun, tambak, atau berupa lahan kosong/tidak digunakan.

Persepsi Masyarakat Dusun Teluk Lombok terhadap Pelestarian Ekosistem Mangrove

Masyarakat di Dusun Teluk Lombok memiliki persepsi bahwa pelestarian ekosistem mangrove sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka, terutama dalam menunjang matapencaharian masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional. Selain itu, mereka berpendapat bahwa dengan adanya kegiatan pelestarian ekosistem mangrove menjadikan kondisi lingkungan sekitar mereka menjadi lebih baik.

Masyarakat Dusun Teluk Lombok pada umumnya menganggap bahwa hutan mangrove merupakan kekayaan alam yang harus dijaga kelestariannya, terutama sebagai pencegah abrasi/erosi pantai, sebagai sumber mencari ikan, dan sebagai sumber mencari bibit mangrove. Kegiatan rehabilitasi pada hutan mangrove yang telah rusak menurut masyarakat Dusun Teluk Lombok perlu dilakukan. Hal tersebut menunjukkan terdapatnya kesadaran yang baik dari masyarakat Dusun Teluk Lombok terhadap fungsi hutan mangrove.

Beberapa faktor yang mendorong tumbuhnya kesadaran ini di antaranya adalah sebagai berikut

1. Terdapatnya kegiatan pendampingan oleh LSM setempat

Kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat, yaitu LSM Bina Kelola Lingkungan (BIKAL), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK) dan Balai TNK terhadap masyarakat Dusun Teluk Lombok telah menumbuhkan kesadaran masyarakat Dusun Teluk Lombok terhadap pentingnya melestarikan ekosistem hutan mangrove yang terdapat di sekitar mereka.

2. Manfaat nyata melestarikan mangrove telah dirasakan oleh masyarakat

Masyarakat Dusun Teluk Lombok telah merasakan manfaat nyata dari kegiatan melestarikan mangrove. Kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Teluk Lombok telah memberikan manfaat yang positif. Sebelum adanya kegiatan rehabilitasi mangrove, masyarakat Dusun Teluk Lombok mengalami kesulitan dalam memperoleh tangkapan ikan jenis tertentu, seperti ikan Bawis. Namun, setelah dilakukannya rehabilitasi mangrove, jenis ikan tersebut mulai mudah didapatkan kembali. Berdasarkan kenyataan tersebut, masyarakat Dusun Teluk Lombok menjadi lebih sadar dan yakin bahwa melestarikan hutan mangrove sangat penting untuk kehidupan mereka.

3. Terjadinya abrasi yang menyebabkan pindahnya pemukiman masyarakat

Masyarakat Dusun Teluk Lombok pada awalnya bermukim di pinggir pantai Teluk Lombok, namun lama kelamaan pantai di Teluk Lombok mengalami abrasi karena sedikitnya vegetasi yang terdapat di pantai tersebut. Pada akhirnya, masyarakat tersebut memindahkan pemukimannya ke bagian yang lebih jauh dari pantai karena proses abrasi terus menerus terjadi. Terjadinya peristiwa tersebut telah memberikan pelajaran pada masyarakat Dusun Teluk Lombok bahwa vegetasi yang terdapat di sekitar mereka sangat penting bagi kehidupan mereka. Mengingat pentingnya menjaga vegetasi di sekitar mereka, maka masyarakat Dusun Teluk Lombok mengadakan kegiatan rehabilitasi mangrove dengan difasilitatori oleh LSM BIKAL.

Pemanfaatan Ekosistem Hutan Mangrove oleh Masyarakat

Hutan dan masyarakat di sekitarnya memiliki hubungan yang sangat erat dan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kondisi demikian terjadi pula pada masyarakat Dusun Teluk Lombok yang mendiami daerah sekitar hutan mangrove yang merupakan bagian dari kawasan TNK. Masyarakat tersebut banyak memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada pada ekosistem mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut: mencari ikan, kerang, dan kepiting baik untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual; pemanfaatan daun nipah sebagai bahan atap atau ketupat; pemanfaatan nira nipah menjadi gula/arak; pemanfaatan buah nipah sebagai campuran es buah atau dimakan segar; pemanfaatan kayu bakau sebagai kayu bakar, jembatan, tiang bagang, tiang perangkap kayu, tiang penambat perahu; pemanfaatan buah rambai laut (Sonneratia alba) sebagai campuran sayuran; dan kegiatan pemanfaatan yang bersifat merusak, yaitu mengkonversi ekosistem mangrove menjadi tambak. Para petambak tersebut pada umumnya berasal berasal dari luar daerah Dusun Teluk Lombok.

Pemanfaatan ekosistem mangrove tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan dalam skala besar akan menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian ekosistem mangrove sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya, maka diperlukan pengembangan matapencaharian alternatif masyarakat Dusun Teluk Lombok. Beberapa matapencaharian alternatif yang telah dikembangkan di Dusun Teluk Lombok adalah sebagai berikut: pengembangan persemaian mangrove baik melalui sistem cabutan ataupun dari buah, pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai tempat pembesaran kepiting dalam karamba, budidaya rumput laut dan pengembangan agar-agar dari rumput laut.

Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove oleh Masyarakat Dusun Teluk Lombok

Kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Teluk Lombok yang tergabung dalam Kelompok Tani Pangkang Lestari. Dalam kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove, Kelompok Tani Pangkang Lestari ini didampingi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Binakelola Lingkungan (LSM BIKAL), Lembaga Pengembangan Masyarakat Kampung (LPMK), dan Balai TNK melalui dana yang diperoleh dari Mitra Taman Nasional Kutai. Keberadaan LSM memegang peranan penting dalam keberhasilan pelestarian ekosistem mangrove di Teluk Lombok, LSM tersebut berperan sebagai pendamping masyarakat (fasilitator dan motivator) dalam upaya menyatukan dan mensinergikan kepentingan-kepentingan masyarakat, Balai TNK, dan pihak lain terhadap ekosistem hutan mangrove.

Berbagai proses yang dibangun dalam program pelestarian ekosistem hutan mangrove ini melibatkan masyarakat Dusun Teluk Lombok, mulai dari penggalian informasi dari masyarakat terhadap program yang akan dijalankan, penentuan lokasi rehabilitasi, jenis tanaman mangrove yang dipilih, hingga identifikasi kebutuhan dan pembagian peran. Berdasarkan penggalian informasi dari masyarakat terhadap program yang akan dijalankan diperoleh hasil bahwa masyarakat menerima secara positif terhadap program pelestarian ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok. Program pelestarian ekosistem hutan mangrove tersebut diwujudkan melalui kegiatan rehabilitasi seluas 10 ha oleh masyarakat Dusun Teluk Lombok.

Lokasi rehabilitasi hutan mangrove ini berada sekitar 20 meter dari areal bekas pemukiman masyarakat Dusun Teluk Lombok sebelum terjadinya abrasi pantai. Pada awalnya masyarakat menempati areal di sepanjang pantai Teluk Lombok. Namun, seiring dengan rusaknya hutan mangrove di sekitar pantai, maka daerah pemukiman mereka pun mengalami abrasi dan mengharuskan warga untuk berpindah ke tempat yang lebih aman. Pertimbangan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi rehabilitasi hutan mangrove adalah gelombang dan arus di lokasi tersebut tidak terlalu besar, jarang dilewati perahu nelayan, dan merupakan daerah yang mengalami abrasi pantai.

Keberadaan tenaga pendamping memiliki peranan penting dalam keberhasilan program rehabilitasi hutan mangrove ini. Program penguatan kelompok dan penyadaran melalui transformasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan anggota Kelompok Tani Pangkang Lestari sangat mendukung upaya rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan. Peran tenaga pendamping dalam memperlancar proses belajar anggota kelompok tidak dapat diabaikan. Tenaga pendamping tersebut pada dasarnya memiliki peran sebagai motivator dan fasilitator. Peranan ini diperlukan dalam membantu kelompok tani untuk menganalisa dan memecahkan permasalahan yang mereka hadapi.

Selain tenaga pendamping, dalam pembagian peran yang dilakukan pada program rehabilitasi hutan mangrove ini, terdapat pula Mitra TNK yang memiliki peran sebagai penyandang dana. Mitra TNK merupakan wadah yang terdiri atas beberapa perusahaan besar yang berlokasi di sekitar kawasan TNK yang memiliki komitmen untuk membantu kegiatan pengelolaan TNK.

Delapan perusahaan besar yang menjadi Mitra TNK adalah PT. Kaltim Prima Coal (KPC), PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT. Badak NGL, PT. Pertamina, PT. Banpu Indominco Mandiri, PT. Porodisa, PT. Surya Hutani Jaya, dan PT. Kiani Lestari. Saat ini, dari delapan Mitra TNK, terdapat tiga diantaranya sudah tidak lagi memberikan komitmen sejak tahun 2004, yaitu: PT. Porodisa, PT. Surya Hutani Jaya, dan PT. Kiani Lestari. Namun demikian, ketiganya masih tercatat sebagai Mitra TNK.

Untuk membangun komitmen masyarakat dalam melaksanakan program serta menjadikan masyarakat sebagai subyek yang berpartisipasi aktif dalam program pelestarian ekosistem hutan mangrove, maka sebelum pelaksanaan kegiatan dilakukan diskusi diantara masyarakat Dusun Teluk Lombok yang tergabung dalam Kelompok Tani Pangkang Lestari dengan didampingi oleh tenaga pendamping dari LSM BIKAL. Dalam diskusi tersebut terungkap bahwa selain kegiatan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekosistem hutan mangrove, masyarakat juga mengharapkan adanya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai subyek, maka masyarakat mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai tahap seperti perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan ekosistem hutan mangrove, dan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove, sebagai berikut:

1. Sebelum Pelaksanaan Program Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove

Perencanaan yang matang akan menentukan keberhasilan pelaksanaan program pelestarian ekosistem hutan mangrove. Oleh karena itu, maka diperlukan suatu pembahasan dengan berbagai pihak terutama dengan masyarakat yang bersentuhan langsung dengan ekosistem hutan mangrove. Selain itu, diperlukan pula kajian awal menyangkut segala aspek yang berkaitan dengan ekosistem hutan mangrove, seperti: potensi, identifikasi permasalahan, identifikasi stakeholders dan persepsinya terhadap ekosistem hutan mangrove, kondisi stakeholders, peran dan kepentingan masing-masing stakeholders.

2. Pelaksanaan Program Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil kajian awal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam perumusan program kegiatan. Dalam penentuan program kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove harus selaras dengan kebutuhan masyarakat sekitar, yaitu adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat, penguatan kelembagaan, dan kesempatan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove. Beberapa program kegiatan yang telah dilakukan di Dusun Teluk Lombok adalah sebagai berikut:

§ Penguatan kelembagaan masyarakat Dusun Teluk Lombok yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Pangkang Lestari.

§ Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha kecil membuat kerupuk kepiting, budidaya kepiting dalam karamba, dan budidaya rumput laut.

§ Mendukung Balai TNK dalam upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove.

§ Pendampingan masyarakat Dusun Teluk Lombok (fasilitator dan motivator) yang dilakukan oleh LSM BIKAL.

§ Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove bersama masyarakat sekitar.

3. Paska Pelaksanaan Program Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove

Paska pelaksanaan program pelestarian ekosistem hutan mangrove harus dilaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut yang dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh tenaga pendamping dari LSM BIKAL.

Keberhasilan program pendampingan yang dilakukan untuk mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove memiliki peranan penting dalam menunjang kegiatan selanjutnya. Selain itu, agar pelaksanaan program pelestarian hutan mangrove ini dapat berhasil dengan baik, maka harus didukung oleh regulasi atau aturan main yang disepakati oleh semua pihak baik instansi yang bertanggung jawab langsung terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove, masyarakat, maupun pihak lainnya. Tersedianya seperangkat aturan dan kebijakan tentang ekosistem hutan mangrove, peran, hak dan kewajiban masyarakat dan instansi terkait, serta sanksi yang jelas bagi pelanggar aturan akan mendorong terlaksananya program pelestarian hutan mangrove sesuai dengan tujuan kegiatan pelestarian hutan mangrove yang telah ditetapkan.

Beberapa perangkat aturan yang terkait dengan program pelestarian ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok adalah sebagai berikut: Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Keputusan Menteri Kehutanan No.325/Kpts-II/1995 tentang Penunjukkan Taman Nasional Kutai, Peraturan Daerah Kota Bontang No.6 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Hutan Lindung Kota Bontang, Peraturan Daerah Kota Bontang No.7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove, dan Peraturan Desa Sangkima tentang Peran Serta Masyarakat dalam Menjaga dan Melestarikan Hutan Bakau/ Mangrove. Keberadaan berbagai perangkat aturan tersebut diharapkan mampu mendukung kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok diharapkan dapat mengembalikan dan menjaga fungsi ekosistem hutan mangrove sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar sebagai dampak dari terpeliharanya ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok akan membuat masyarakat sekitar menyadari pentingnya menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove karena masyarakat tersebut dapat merasakan secara nyata manfaat dari terjaganya kelestarian ekosistem hutan mangrove yang terdapat di sekitar mereka. Apabila masyarakat sekitar telah merasakan manfaat dari kelestarian ekosistem hutan mangrove tersebut, maka masyarakat akan menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove dari hal-hal yang bersifat merusak, terutama yang datangnya dari luar lingkungan mereka.

Adapun kerangka model pelestarian ekosistem mangrove di Teluk Lombok tersaji dalam Gambar 1.

SIMPULAN

1. Ekosistem hutan mangrove di Teluk Lombok memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang rendah. Namun demikian, hutan mangrove tersebut merupakan salah satu kawasan mangrove di TNK yang masih tersisa dan patut dilestarikan.

2. Karakteristik rumah tangga masyarakat Dusun Teluk Lombok dapat mempengaruhi kelestarian ekosistem hutan mangrove Teluk Lombok.

3. Adanya pendampingan dan fasilitasi oleh LSM telah menyebabkan perubahan persepsi masyarakat Dusun Teluk Lombok terhadap fungsi ekosistem hutan mangrove ke arah yang positif. Masyarakat mulai sadar terhadap fungsi dan peran ekosistem hutan mangrove dan mempunyai komitmen untuk melestarikan ekosistem hutan mangrove Teluk Lombok.

4. Masyarakat Dusun Teluk Lombok memanfaatkan ekosistem hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Agar kelestarian ekosistemnya dapat dipertahankan, maka telah terdapat upaya pengembangan matapencaharian alternatif untuk memanfaatkan ekosistem hutan mangrove tanpa mengancam kelestariannya melalui pengembangan persemaian mangrove, budidaya rumput laut, pembesaran kepiting dalam karamba, dan pembuatan kerupuk kepiting.

5. Keberhasilan kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dan peran aktif masyarakat beserta seluruh stakeholders terkait. Kegiatan pelestarian ekosistem hutan mangrove juga harus dapat meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat kelembagaan masyarakat sekitar, sehingga mereka dapat merasakan manfaat langsung dari terjaganya kelestarian ekosistem hutan mangrove.