Senin, 23 Januari 2006

NELAYAN MABE KAPONTORI SELENGGARAKAN PELATIHAN INJEKSI NUKLEUS

Tanggal : Januari 2006
Sumber : http://www.lambusango.com/Download/Bulletin/buletin0106.pdf

Siput mabe, begitu nama kerang mutiara spesies Pteria penguin ini disebut. Teluk Kapontori Merupakan salah satu tempat potensial untuk budidaya siput jenis ini. Ratusan nelayan telah ama bergantung hidupnya dari usaha yang telah dimulai sejak 20 tahun yang lalu. Keterampilan Nelayan dalam budidaya tidak perlu diragukan lagi. Jutaan ekor setiap tahunnya mampu diproduksi dari kawasan ini. Namun keterampilan nelayan belum menyentuh pada pembuatan mutiara. B a n y a k f a k t o r y a ng mempengaruhinya. Diantaranya adalah persaingan usaha yang dimonopoli oleh perusahaan besar. Teknologi memproduksi mutiara tidak terlalu rumit, sehingga kalangan nelayan yang telah punya keterampilan ini enggan menularkan ilmunya ke nelayan lain. Posisi ini tidak menguntungkan bagi nelayan budidaya. Kurangnya jaringan pemasaran menyebabkan hasil usaha mereka dibeli dengan harga rendah. Melalui mediasi yang dilakukan beberapa tokoh nelayan mabe, PKHL diminta untuk memfasilitasi pelatihan injeksi nukleus. Pelatihan ini merupakan proses awal dari tahap pembuatan mutiara mabe. PKHL melalui Bidang Pengembangan Bisnis Pedesaan setuju untuk memfasilitasi kegiatan ini. Apalagi diantara peserta ada yang berprofesi sebagai tukang chainsaw yang ingin beralih profesi. Semangat ini tentunya sangat sesuai dengan misi PKHL yang bermoto ‘Masyarakat Berdaya Hutan Terjaga’. Setelah melalui beberapa kali penyesuaian waktu, maka pada tanggal 28 – 29 Januari 2006 pelatihan tersebut diselenggarakan. Bertempat di Balai Kelurahan Desa atumotobe pelatihan dibuka oleh Kepala Wilayah Kecamatan Kapontori Bapak Tamsil M, SE.

Dalam pidato pembukaan tersebut Bapak Tamsil M,SE menyampaikan tentang potensi mutiara yang merupakan prospek usaha yang menjanjikan. Nelayan akan sangat diuntungkan bila tidak hanya bertindak sebagai pembudidaya saja. Disela waktu menunggu panen nelayan bisa melakukan penyuntikan nukleus.

Lebih lanjut diuraikan bahwa nelayan jangan terlalu khawatir terhadap prospek pasar mutiara mabe. Jika nelayan telah mampu memproduksi mutiara, beberapa pembeli baik dari dalam dan luar negeri telah siap untuk bekerjasama. Selama ini nelayan memang masih belum yakin terhadap prospek pasar mutiara mabe mengingat mereka hanya membudidayakan bibit siput, sehingga kurang pengetahuan terhadap pasar mutiara.

Satu titik nucleus yang telah dilapisi mutiara dalam kondisi tidak cacat di Kapontori dapat mencapai harga minimal Rp. 5000,-. Kadang satu kerang mutiara dapat diinjeksi nucleus sampai tiga titik, dengan demikian harga bisa mencapai Rp.15.000,-. Dapat dibedakan jika nelayan hanya menjual siput harganya berkisar Rp.500 – Rp, 1.250,- , tentunya dengan menyuntik pendapatan mereka akan berlipat. Materi dalam pelatihan ini diatur dan diberikan oleh para nelayan sendiri. Mereka meminta nelayan yang sudah mempunyai keterampilan untuk membimbing mereka. Materi disampaikan dalam dua sesi, yaitu sesi teori yang dilakukan pada hari pertama dan praktik yang disampaikan pada hari kedua.

PKHL diberi kesempatan pada hari pertama untuk menyampaikan materi tentang konservasi hutan Lambusango. Menyangkut konservasi hutan PKHL yang diwakili oleh Koordinator pengembangan Bisnis Pedesaan Sigit Wijanarko, mengungkapkan tentang arti penting Hutan Lambusango sehingga perlu dikonservasi.

P e n d e k a t a n pemberdayaan masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu bidang yang dikembangkan PKHL untuk menjawab permasalahan konservasi. Kaitannya adalah kesejahteraan dan pemberian alternatif pekerjaan bagi masyarakat yang selama ini bergantung hidupnya dari hasil kayu. Bidang bisnis tidak berdiri sendiri, namun berkaitan erat dengan bidang kerja lain dalam program ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kelestarian ekosistem hutan lambusango akan menjamin kelanggengan budidaya mabe di teluk Kapontori. Dalam materi pemaparan budidaya yang disampaikan oleh Bapak Zahunu, diungkapkan tentang beberapa kelemahan nelayan dalam memahami siklus budidaya yang tepat.

Waktu penurunan jarring kadang tidak sesuai dengan periode pemijahan telur mabe. Induk mabe memijah dua kali dalam satu tahun, yaitu pada periode Desember – Februari dan periode Juni – Agustus. Jika nelayan melakukan penurunan jaring pada kedua periode ini akan didapat hasil yang memuaskan. Tetapi saat periode Juni- Agustus bertepatan dengan pemijahan kerang kerucut (doma). Kerang ini merupakan hama bagi kerang mabe.

Kerang kerucut banyak menempel pada kulit mabe. Jika tidak dibersihkan akan menjadi kopentitor dalam memperoleh plankton. Akibatnya mabe lambat pertumbuhannya dan tidak bisa berkembang maksimal. Kelemahan lain adalah nelayan belum paham untuk membedakan kerang sehat dan yang sakit. Ciri kerang sakit adalah terdapat bintik-bintik kuning atau kecoklatan pada cangkang lapisan mutiara. Kerang yang sakit perlu dikarantina terlebih dahulu sebelum diinjeksi nucleus. MenyangkutAspek pemasaran Bapak Zahunu, memberikan gambaran tentang prospek cerah mutiara mabe. Beberapa perusahaan telah memberikan sinyal positif terhadap kerjasama perdagangan mabe. Salah satunya adalah PT. New Mont Sumbawa yang telah membeli mabe dari beberapa nelayan di Kapontori. Diharapkan kedepan kerjasama ini akan terus berlangsung. Rencananya jika sudah banyak petani yang terampil menyuntik, nelayan dapat menuplai siput yang telah diinjeksi nukleus.

Praktik injeksi nukleus adalah saat yang paling ditunggu peserta. Dengan dipandu oleh beberapa nelayan yang telah terampil, praktik diselenggarakan di pasar Desa Watumotobe. Setiappesertadiberikesempatan untuk menyuntik dua siput. Nukleus dan beberapa peralatan telah disiapkan sebelumnya. Satu persatu peserta dengan antusias melakukannya sesuai dengan arahan instruktur. Kerang yang telah diinjeksi akan dikembalikan lagi kerakit. Hasilnya akan diketahui setelah enam bulan kemudian.

Siput yang diinjeksi diberi pencatatan atas nama peserta yang melakukannya. Saat panen akan diketahui peserta yang hasilnya bagus dan yang masih ada kesalahan. Para peserta mengharap PKHL memfasilitasi instalasi bengkel guna proses produksi mutiara. Rancangan kedepan akan dibentuk kelompok pengrajin dalam satu instalasi terdiri atas 8 – 10 nelayan. Berbagai macam peralatan dan bahan baku akan dirancang pengadaannya sambil menunggu hasil praktek penyuntikan dipanen.

Modal usaha dalam bentuk kredit rencananya akan dikucurkan oleh Dinas Perikanan Dan Kelautan Buton. Pelatihan memberi dukungan dari sisi keterampilan agar produk mutiara berkualitas tinggi.

PKHL dalam memberikan dukungan pemberdayaan selama ini berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Metode pemberdayaan yang dilakukan merupakan rancangan masyarakat sendiri. PKHL tidak mempunyai paket khusus yang dicanangkan dalam program-programnya. Masyarakat diajak berpikir dan berkreatifitas untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi persoalan kesejahteraannya. Termasuk masalah yang bersinggungan dengan hutan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan. Kesadaran meningkatkan taraf hidup tanpa merusak lingkungan adalah jalan bijak yang harus terus ditumbuh kembangkan. Bukankah sudah banyak contoh kehancuran yang bisa menjadi pelajaran akibat terlalu tamaknya manusia dalam mencari penghidupan?

Kamis, 19 Januari 2006

Nelayan Cerdas, Nelayan Mandiri


Tanggal : 19 Januari 2006
Sumber : http://www.bung-hatta.info/tulisan_175.ubh

Sungguh ironis, dengan sumber daya alam laut yang luar biasa, nasib nelayan seakan diam ditempat. Secara normatif seharusnya hidup dalam kesejahteraan. Namun kenyataannya, sebagian besar masyarakat pesisir masih merupakan masyarakat tertinggal dibandimg komunitas masyarakat lain. Itu disebabkan karena tingkat pendidikan mereka masih rendah. Masa depan kelestarian pengelolaan potensi kelautan kita membutuhkan kearifan dan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi untuk mengelola dan memanfaatkannya.

Pendidikan untuk nelayan pada hakekatnya merupakan human investmen dan social capital, baik untuk kepentingan pembangunan daerah maupun pembangunan nasional. Pendidikan merata dan bermutu baik melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah akan berdampak pada kecerdasan dan kesejahteraan nelayan. Demikian pula halnya dengan pendidikan memadai, paling tidak dapat dijadikan modal untuk mencari dan menciptakan peluang-peluang kerja yang dapat menjadi sumber kehidupan dan peningkatan kesejahteraan. Dalam banyak hal, terjadinya kemiskinan nelayan bukan semata-mata karena masalah ekonomi akan tetapi salah satu penyebabnya ialah pendidikan yang rendah.
Nelayan Cerdas, Nelayan Mandiri oleh Prof.Dr.Ir. Hafrijal Syandri, MS
Ada beberapa dasar yang membuat kita harus memperhatikan regenerasi nelayan, sehingga mereka lebih kompetitif dan mampu memanfaatkan sumberdaya alam di masa depan. Karena kekayaan itu dapat dijadikan kekuatan untuk mensejahterahkan mereka, keluarga dan lingkungannya, dan bisa menjadi pilar utama dalam pembangunan masyarakat pesisir kedepan.
Nelayan Cerdas, Nelayan Mandiri oleh Prof.Dr.Ir. Hafrijal Syandri, MS
Dilihat dari sumberdaya manusia nelayan paling tinggi hanya 80 % tamat sekolah dasar, bahkan banyak yang tidak tamat atau tidak sekolah sama sekali. Fakta tersebut menyiratkan kemampuan nelayan mengelola sumberdaya alam pesisir sangat terbatas. Ini disebabkan karena mereka identik dengan berbagai prilaku sosial yang tidak menguntungkan selama ini, misalnya budaya konsumtif, menyebabkan mereka terjebak pada lingkaran utang dan kemiskinan. Hal itu tentu jauh dari harapan untuk mengelola potensi sumberdaya kelautan yang tidak terbatas secara berkelanjutan, maka diperlukan regenerasi nelayan yang memiliki kemandiran, kompetensi dan kapasitas yang memadai pula. Jika kita dibandingkan dengan data Political and Economics Risc Consultan Croup – sebuah lembaga penelitian di Hongkong, bahwa ada 17 variabel yang merupakan rangking dalam pendidikan menengah, sarjana, dan pascasarjana, serta penguasaan teknologi, penguasaan bahasa asing, kemudian etos kerja dan tingkat aktifitas dari tenaga kerja. Dengan ukuran variabel ini, tidak mungkin mereka (putra-putri nelayan, red) dibanding negara lain mampu bersaing dengan kondisi pendidikan sekarang.