tag:blogger.com,1999:blog-61001522459766204882024-03-13T09:05:12.150-07:00Costal Community - Alternative IncomeUnknownnoreply@blogger.comBlogger47125tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-15250541874154987772008-04-04T04:07:00.000-07:002008-04-04T04:10:01.486-07:00Solar Packed Dealer Nelayan Diresmikan<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://www.badungkab.go.id/content/view/771/2/</span></span><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><br /></span> <br /><span style="font-size:100%;">Potensi sumber daya perikanan dan kelautan di Indonesia sangat besar sekali yang mencakup budidaya, penangkapan, jasa pariwisata bahari, namun belum tergarap secara maksimal. <span>Kekayaan laut tersebut harus dapat dikelola dengan baik secara kreativitas, sehingga mampu meningkatkan perekonomian rakyat. Demikian disampaikan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat Samsul M. Ma’arif saat Peresmian Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) dan Kedai Pesisir di Depan TPI Tanjung Benoa, Kec. Kuta Selatan, Sabtu (28/4). <span> </span>Hadir pada kesempatan tersebut pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Kadis Perikanan dan kelautan Pro. Bali, DPRD Badung, Kabag/Kadis, Camat Kuta Selatan, Lurah/Bendesa Adat Tanjung Benoa serta kelompok nelayan.<br /><br /></span></span> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span>Lebih lanjut Samsul ma’arif mengatakan besarnya potensi perikanan dan kelautan tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan oleh para nelayan dan masyarakat pesisir untuk meningkatan kesejahteraannya. Oleh karena itu, Departemen Perikanan dan Kelautan RI melalui Bidang Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memberikan perhatian dan bantuan program kegiatan kepada nelayan dan masyarakat pesisir seperti berupa “Kedai Pesisir” dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari para nelayan untuk melaut dan menyiapkan kebutuhan sehari-hari para nelayan. Disamping itu, untuk pemberdayaan masyarakat pesisir sekaligus mengatasi dampak kenaikan harga BBM terhadap perekonomian masyarakat pesisir melalui program pembangunan SPDN serta program pengembangan sumber daya perikanan berupa pengembangan usaha ekonomi.</span></span></div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span>Samsul Ma’arif menjelaskan dengan pengelolaan kekayaan perikanan dan kelautan yang baik tentunya akan meningkatnya taraf hidup masyarakat serta mampu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan perekonomian rakyat. Oleh karenanya, Departemen Perikanan dan kelautan RI tahun 2007 mulai banyak mencanangkan program-program yang menyentuh partisipasi dan peranserta masyarakat serta Pemda di seluruh Indonesia dalam rangka pengembangan usaha ekonomi masyarakat pesisir. <span> </span><span> </span></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span></span>Sementara itu, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Badung I Wayan Suambara, SH.MM mewakili Bupati Badung menyampaikan <span> </span>Kabupaten Badung memiliki luas 418,52 Km2 dengan garis pantai yang panjangnya sekitar 63 Km mempunyai potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang cukup besar. Di wilayah laut terdapat potensi budidaya, penangkapan, jasa lingkungan dengan komoditas berupa ikan, udang, rumput laut dan terumbu karang dengan biota laut lainnya serta potensi jasa-jasa lingkungan seperti rekreasi dan perkembangan wisata bahari. Sampai saat ini potensi yang dimiliki tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, yang diakibatkan adanya kendala berbagai faktor baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya. <span>Selain itu kendala keterbatasan permodalan yang dimiliki oleh para petani nelayan, pelaku usaha perikanan dan kelautan.</span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span>Lebih lanjut Suambara memaparkan terkait dengan kendala-kendala itu, keberadaan SPDN dan Kedai Pesisir merupakan suatu terobosan yang sangat baik dalam rangka meminimalkan adanya kendala-kendala tersebut. Melalui Kedai Pesisir para nelayan dapat memenuhi kebutuhannya untuk melaut dan menyiapkan keperluan sehari-hari. Selain itu, dengan keberadaan SPDN masyarakat nelayan lebih mudah dan murah mendapatkan BBM. Pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Kelautan karena telah memberikan perhatian dan bantuan kepada masyarakat berupa “Kedai Pesisir” dan program pembangunan SPDN yang sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari para nelayan untuk melaut dan menyiapkan kebutuhan sehari-hari para nelayan. </span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span>Suambara berharap keberadaan SPDN dan Kedai Pesisir ini dapat meningkatkan pendapatan para nelayan dan masyarakat pesisir di Badung, sehingga bermuara pada peningkatan taraf hidupnya. Dengan adanya program dan kegiatan ini, Pemkab Badung memiliki komitmen tetap memperhatikan dan memberikan ruang pada sektor lainnya seperti sektor kelautan dan perikanan untuk saling bersinergi. </span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span>Kadis Perikanan dan Kelautan Badung Putu Oka Swadiana, A.PI,S.Sos melaporkan untuk pemberdayaan masyarakat pesisir dan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir terhadap BBM, maka Kab. Badung tahun anggaran 2006 memperoleh program pembangunan SPDN dari Dirjen Kelautan dengan dana Rp.525 juta dan pembangunanya menghabiskan biaya Rp. 996.115.000,- Selain itu, Dirjen Kelautan memberikan bantuan berupa Kedai Pesisir dalam rangka memenuhi kebutuhan nelayan sehari-hari untuk perbekalan melaut dan memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat pesisir dengan jumlah dana Rp.150 juta. Tahun 2007 Kab. Badung juga memperoleh program pengembangan sumber daya perikanan berupa pengembangan usaha ekonomi sebesar Rp.850 juta. Sedangkan untuk gedung Kedai Pesisir<span> </span>masih meminjam sementara di gedung TPI Tanjung Benoa.</span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span>Lebih lanjut Oka Swadiana menjelaskan pengelolaan SPDN dan Kedai Pesisir ini diserahkan kepada Koperasi nelayan Segaraning Harum Tanjung Benoa. Sementara dermaga pengisian BBM ke perahu nelayan dalam keadaan rusak , pihaknya berharap bantuan dari Dirjen Kelautan untuk membantu pembuatan dermaga yang lebih memadai. <span> </span></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span><span></span>Pada kesempatan itu, Dirjen kelautan Samsul Ma’arif didampingi Asisten Ekonomi dan Pembanguan Wayan Suambara mendatangani prasasti peresmian SPDN dan melakukan pengisian BBM disalah satu kapal nelayan.</span></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-38252733015621105892008-03-25T02:01:00.000-07:002008-03-25T02:06:36.088-07:00STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR NUSA PENIDA<p style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255); font-family: arial;"><span style="font-size:85%;">Sumber : http://www.baliprov.go.id/tabloid/index.php?ed=1&th=07&id=7<br />Oleh: I Made Sudiarkajaya, S.IP., MM.<br />(Ka. Sub Bid. Litbang Bappeda Kab. Klungkung)</span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Pendahuluan</b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Nusa Penida merupakan salah satu kecamatan kepulauan di Bali yang secara geografis terletak di wilayah Kabupaten Klungkung yang terdiri dari 3 (tiga) pulau yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan. Sebagai kecamatan kepulauan, Nusa Penida dengan panjang garis pantai 104 Km berpasir putih, laut sekitarnya yang sangat jernih dengan berbagai jenis ikan warna-warni serta terumbu karang yang indah. Jumlah penduduk 46.749 jiwa (8.543 KK) terdiri dari 16 desa dinas dan 24 desa adat. Secara umum kondisi topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit. Desa-desa pesisir sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0-3 % dari ketinggian lahan 0-268 m. dpl. Semakin keselatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Mata pencaharian utama penduduk adalah pada sector pertanian, perkebunan, peternakan (dengan produk unggulan sapi Bali) dan perikanan (dengan produk unggulan budi daya rumput laut). Kehidupan sehari-hari masyarakat masih kental diwarnai dengan adat dan tradisi lokal. Pulau Nusa Penida bisa ditempuh melalui Sanur dengan menumpang perahu yang ditempuh selama + 1,5 jam perjalanan, melalui Kusamba dengan menumpang jukung/perahu + 1jam, melalui Padang Bai dengan menumpang speed boat ditempuh + 1jam. Setiap harinya pulau ini disinggahi kapal pesiar dari Pelabuhan Benoa, seperti Quicksilver tujuan Pantai Toyopakeh, Balihay/Wakalouka/Aristoket tujuan Pantai Lembongan dan Jungut Batu, Bounty dengan tujuan Pantai Toyapakeh, menempuh perjalanan selama + 1jam.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> <span style="font-size:100%;"><br /></span> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Empowerment versus Planning Wilayah Pesisir (Coastal Zone)</b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Pulau Nusa Penida sebagai wilayah pesisir (Coastal Zone) merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik serta problema yang unik dan kompleks. Kompleksitas di wilayah pesisir ini ditandai pula dengan keberadaan berbagai pengguna serta berbagai entitas pengelola wilayah pesisir yang mempunyai kepentingan dan cara pandang yang berbeda mengenai pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Nusa Penida. Dengan memahami karakteristik wilayah pesisir yang sarat dan rentan dengan problema yang unik serta kompleks, maka strategi pengembangan kawasan pesisir Nusa Penida harus mengikuti model perencanaan pengembangan kawasan terkini yang selalu berorientasi pada perencanaan berbasis masyarakat. Tetapi, bagaimana peran masyarakat itu diterjemahklan selalu menjadi persoalan yang sangat rumit. Masyarakat lokal sebagai penghuni kawasan pesisir memang sangat unik. Introduksi model-model perencanaan harus dilaksanakan secara hati-hati.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Untuk itu perlu diperhatikan tiga tingkatan peran masyarakat yaitu:</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;"><li><span style="font-size:100%;">Peran Filosofis</span></li><li><span style="font-size:100%;">Peran Konseptual</span></li><li><span style="font-size:100%;">Peran Teknis</span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Pada kebanyakan model perencanaan yang mengusung perencanaan partisipatif, peran-peran tersebut telah dimanipulasi dan diisolasi hanya pada tingkatan yang ketiga saja yaitu pada peran teknis. Coba kita pahami ketiga tingkatan peran masyarakat tersebut:</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;"><li><span style="font-size:100%;">Peran Filosofis<br />Pada tingkatan ini, pengakuan dan penghormatan terhadap cara pandang masyarakat local terhadap ruang kelautan harus dilakukan dalam rangka perumusan konsep-konsep perencanaan yang kelak akan merubah tatanan dan wajah fisik tata ruang dimana saat ini mereka hidup. Perubahan-perubahan fisik hendaknya tidak berubah apalagi mencabut akar makna ruang kelautan bagi masyarakat local kawasan pesisir. Cara pandang mistisisme dan naturalisme hendaknya tidak dinegasi atau ditenggelamkan atas nama cara pandang fungsionalisme yang sangat rentan pada intervensi atau pemaksaan cara pandang eksternal terhadap cara pandang masyarakat local. Sering terjadi manipulasi atau pembelokan kepentingan-kepentingan luar atas nama kepentingan masyarakat lokal. </span></li><li><span style="font-size:100%;">Peran Konseptual<br />Pada tingkatan ini para planner yang diterjunkan ke tengah-tengah masyarakat local kawasan pesisir harus mampu membaca dan mengkonstruksikan konsep-konsep hubungan antar kelompok (kluster) masyarakat, kepentingan-kepentingan, tabu-tabu dan keberatan-keberatan, serta seting naturalis hubungan antar penghuni lokal dengan ruang natularnya. Dalam konteks dan tingkatan ini konsep-konsep perencanaan yang muncul harus mengarah pada misi untuk menganyam dan memperkuat jaringan-jaringan kluster system nilai (sosial, ekonomi, budaya dan keruangan) yang telah hidup dan eksis dalam waktu yang panjang. Konsep-konsep perencanaan hendaknya tidak membuat perubahan ruang kelautan menjadi asing bagi masyarakat local penghuni kawasan pesisisr. </span></li><li><span style="font-size:100%;">Peran Teknis<br />Peran teknis yang dimaksud adalah peran kasat mata masyarakat local dalam proses pembuatan rencana pembangunan kawasan pesisir dimana mereka hidup. Peran ini sangat penting dalam rangka mengajak masyarakat local dapat mengetahui, merasakan dan membayangkan perubahan-perubahan ruang hidupnya di masa mendatang. </span><p><span style="font-size:100%;">Pemanfaatan dan peruntukan kawasan peisisr Kecamatan Nusa Penida saat ini hanya sebatas untuk Kawasan Pariwisata, berdasarkan Peraturan daerah Provinsi bali Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi bali ditetapkan nama-nama Kawasan Pariwisata serta Obyek dan daya Tarik Wisata Khusus (ODTWK) di Provinsi Bali, yang mana kawasan pariwisata Kabupaten Klungkung ditetapkan 7 (tujuh) kawasan pariwisata yang semuanya terdapat di Kepulauan Nusa Penida yaitu meliputi : Desa Suana, Batununggal, Ped, Toyapakeh, Sakti, Lembongan dan Desa Jungutbatu. Dari 7 (tujuh) desa yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata tersebut, hanya 1 (satu) desa sebagai kawasan pariwisata yang bukan kawasan pesisir yaitu Desa Sakti.</span></p> <p><span style="font-size:100%;">Untuk meminimize permasalahan yang muncul akibat Pemanfaatan dan peruntukan kawasan pesisir yang tidak berpihak pada kepentingan dan empowerment masyarakat local, maka pentingnya sikap dan tindakan yang diperlukan bagi actor dalam kegiatan management sumber daya alam dan lingkungan yang terintergrasi (Born dan Margerum, 1995). Born dan Margerum menekankan diperlukannya tiga pendekatan pokok dalam proses pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang terintegrasi, yaitu inclusiveness, interaction dan strategic. Inclusiveness, merupakan pendekatan proses perencanaan dan pengelolaan yang berpandangan secara menyeluruh dan luas yang melihat fungsi, peran dan tindakan serta kaitan antar factor-faktor internal pokok (di dalam wilayah pesisir), maupun keterkaitan antara faktor internal dengan faktor eksternal di dalam ekosistem yang lebih luas di luar wilayah kendali (kontrol) pengelolaan. Walupun demikian, pendekatan ini tidak mensyaratkan untuk memasukkan seluruh faktor perencanaan, namun lebih dibatasi pada faktor pokok/kunci yang terkait.</span></p> <p><span style="font-size:100%;">Disamping itu perencanaan dan pengelolaan yang terintegrasi, mensyaratkan adanya interaksi yang terus menerus diantara berbagai stakeholders (aktor-aktor yang dapat mempengaruhi proses maupun hasil perencanaan/pengelolaan secara berarti) di dalam proses pengelolaan. Interaksi tersebut dilakukan melalui proses pertukaran informasi, konsultasi, maupun negosiasi dan tawar menawar. Untuk dapat mencapai proses negosiasi serta tawar menawar pihak-pihak yang saling berselisih (konflik) harus mempunyai kekuatan politik (political power dan support) yang secara relatif berimbang. Oleh karenanya, secara implisit pendekatan yang secara interaktif ini menyarankan proses pemberdayaan bagi golongan-golongan marginal yang dapat dengan mudah tergusur dari wilayah pesisir oleh rekyasa pihak-pihak yang mempunyai kekuatan yang lebih besar.</span></p> <p><span style="font-size:100%;">Pendekatan yang bersifat strategic di dalam perencanaan dan pengelolaan yang terintegrasi menekankan pada 2 (dua) hal pokok yaitu:</span></p> </li><li><span style="font-size:100%;">Secepatnya mengarah atau berfokus pada isu-isu pokok atau kunci</span></li><li><span style="font-size:100%;">Berorientasi pada program-program aksi.</span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Secara tidak langsung, pendekatan ini menekankan pada proses reduksi (reduction process) yang tertuju pada isu-isu kunci dan tidak secara panjang lebar membahas isu dan masalah bukan pokok. Pendekatan strategic mengarah pada program-program aksi, artinya proses perencanaan pengelolaan wilayah pesisir (coastal zone) haruslah berorientasi pada pelaksanaan (implementasi). Patton (1985), mengungkapkan bahwa perencanaan yang berorientasi pada implementasi adalah merupakan suatu proses perencanaan dimana setiap pada tahapnya selalu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan dapat atau tidaknya usulan-usulan yang disajikan untuk dapat dilaksanakan berdasar kondisi teknis, ekonomis, sosial, fisik lingkungan, administratif dan politik yang melingkupinya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> <span style="font-size:100%;"><br /></span> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Implementasi Akibat Karakteristik Wilayah Pesisir (Coastal Zone)</b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Seperti yang telah diuraikan, secara ekologi bahwa wilayah pesisir (coastal zone) atau kawasan pesisir laut, sebagai entitas kawasan mempunyai karakter yang sangat berbeda dengan daratan. Perbedaan tersebut mulai dari karakter fisikal-natural, karakter pemanfaatan sampai ke cara pandang dari pengguna. Perbedaan tersebut muncul karena kawasan ini merupakan interface dari sua sistem kehidupan yang berbeda, oleh karenanya secara ekologis kawasan ini sangat rentan terhadap perubahan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Perubahan yang menonjol pada komponen dan rantai interaksi utama ekosistem pantai, terutama diakibatkan oleh proses pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam pantai, yang dapat mengakibatkan terganggunya proses dan integritas ekosistem. Di kawasan ekologi tersebut dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar yaitu:</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;"><li><span style="font-size:100%;">Potensi terbarukan (renewable), seperti hutan mangrove, coral reef, sea grass. Algae, bioactive substances</span></li><li><span style="font-size:100%;">Potensi tak terbarukan (non renewable), seperti bahan mineral (kelas A, B dan kelas C)</span></li><li><span style="font-size:100%;">Jasa lingkungan (environmental services), seperti industri maritime, pariwisata.</span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Karena banyaknya pengguna (multiple resources users), cara pandang kawasan pesisir laut juga berbeda-beda. Sebagai akibat dari karakteristik yang rentan, selalu berubah dipadukan dengan cara pandang seperti tersebut diatas, maka adalah sangat wajar kalau dari tahun ke tahun kawasan ini ekosistemnya semakin rusak. Hal tersebut juga disebabkan oleh miss use dan over use yang mencakup over laping berbagai kepentingan dari aktor/institusi pengguna sumber daya kawasan pesisir laut. Seperti kawasan pesisir Pulau Lembongan untuk kawasan pariwisata yang telah berkembang pesat terjadi konflik kepentingan antara nelayan lokal dengan penyedia pariwisata. Karena banyaknya aktor maka berakibat terhadap munculnya multiple management entities, yang akan diikuti oleh fregmentasi di dalam pengambilan keputusan. Di dalam khasanah administrasi publik, situasi tersebut akan menimbulkan tidak efektif dan tidak efisiennya pengelolaan wilayah pesisir (coastal zone).</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Untuk mengantisipasi hal tersebut, pengembangan pariwisata/wisata bahari seyogyanya berbasis masyarakat, sehingga mampu mengurangi kemiskinan dan diharapkan bahwa pengembangan wisata bahari di Nusa Penida akan dapat merupakan strata penopang ekonomi masyarakat Nusa Penida yang biasanya masyarakat sebagai “stakeholders” diharapkan dapat menjadi “shareholders”. Sebagaimana diketahui masyarakat Nusa Penida memiliki jumlah penduduk miskin terbesar di Kabupaten Klungkung. Berdasarkan data kantor Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat dan Kantor Keluarga Berencana Kabupaten Klungkung tahun 2004 dari 9.494 jiwa penduduk miskin di Kabupaten Klungkung, 3.469 jiwa terdapat di Nusa Penida. Disamping itu sekaligus melakukan konservasi lingkungan, sebagai wadah dari segala sesuatu kehidupan dan karunia Tuhan. Namun sebagai manusia yang mengandalkan perjuangan sebagai pola kelanjutan mempertahankan hidup maka apabila pola mempertahanklan hidup ini tidak disertai dengan tata krama yang benar, maka lingkungan dan keseimbangan ekosistem akan menjadi target dan dampak dari aktifitas pertahanan hidup masyarakat. Dalam hal ini keadaan ekonomi masyarakat mempunyai peran yang sangat penting. Secara umum pola kehidupan masyarakat pesisir kurang peduli terhadap lingkungan, yang sangat ironis adalah bahwa mereka sebenarnya dihidupkan oleh lingkungan yang mereka tempati termasuk laut yang mereka arungi. Dalam strategi ini dituntut kemitraan dan partisipasi masyarakat sejak dini.</span></p>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-3381316583200275962008-03-24T22:53:00.000-07:002008-03-24T23:46:16.943-07:00Program Marginal Fishing Community Development Pilot (MFCDP)<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://www.bappenas.go.id/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=27</span><br /><br />Pemerintah dalam hal ini Bappenas akan melaksanakan program Marginal Fishing Community Development Pilot (MFCDP) sebagai program percontohan di 6 propinsi yaitu propinsi Sumatra Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Banten, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Program MFCDP ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat pesisir dan nelayan kecil dalam mengatasi akar permasalahan penyebab kemiskinan.</span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Program Marginal Fishing Community Development Pilot (MFCDP)</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Kerjasama antara Bappenas dan World Bank</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong></strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Latar Belakang</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Sebagai respon terhadap permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia khususnya masyarakat di kawasan pesisir, pemerintah dalam hal ini Bappenas akan melaksanakan program Marginal Fishing Community Development Pilot (MFCDP) sebagai program percontohan di 6 (enam) propinsi yang terdiri dari Propinsi Sumatra Utara (di Kabupaten Tapanuli Tengah), Propinsi Nusa Tenggara Barat (di Kabupaten Dompu), Propinsi Sulawesi Utara (di Kabupaten Kepulauan Sangihe), Propinsi Banten (di Kabupaten Serang), Propinsi Sulawesi Selatan (di Kabupaten Bantaeng) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (di Kabupaten Muna). Program MFCDP ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat pesisir dan nelayan kecil dalam mengatasi akar permasalahan penyebab kemiskinan. </span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Lahirnya program MFCDP selain didasari atas persoalan kemiskinan juga didasari atas isu-isu strategis tentang pengelolaan kawasan pesisir, seperti eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan daya produksi alam, terbatasnya sarana pelayanan dasar termasuk prasarana fisik, rendahnya penggunaan teknologi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya posisi tawar nelayan kecil, ketergantungan kepada pasar dan kurang berperannya nelayan kecil dalam kelembagaan masyarakat desa serta tumpang tindihnya kebijakan yang mengatur kehidupan masyarakat pesisir dan perikanan.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Selain isu dan persoalan diatas, lahirnya program MFCDP juga didasari atas keberhasilan program kemiskinan sebelumnya yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK). PPK merupakan program pengentasan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan, merupakan tindak lanjut dari program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Program IDT menekankan pada tiga komponen utama yaitu penyediaan dana bergulir sebagai modal usaha ekonomi produktif, penyediaan tenaga pendamping dan pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal. Selain menekankan tiga komponen utama tersebut, program PPK juga menekankan pada model pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat (Community Driven Development).</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Pelaksanaan program PPK meskipun sudah menyentuh masyarakat pesisir, namun baru sebagian kecil masyarakat pesisir yang dapat memanfaatkannya. Sebagai pengembangan dan tindak lanjut program PPK, Bappenas melaksanakan program MFCDP. Sumber dana berasal dari hibah Japan Social Development Fund (JSDF) No. TF. 026799, dengan nilai sebesar Rp. 1.133.000.000,- ( satu milyar seratus tiga puluh tiga juta rupiah) per kabupaten. </span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Program MFCDP</strong> </span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Inti dari pelaksanaan program MFCDP ini adalah pemberian Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada nelayan kecil yang hidupnya tergantung dengan sumberdaya pesisir serta mempunyai usaha potensial untuk dikembangkan. Bantuan tersebut akan diperuntukkan untuk pembangunan sarana prasarana sosial ekonomi dan teknologi untuk usaha nelayan, yang peruntukkannya didasarkan atas kebutuhan masyarakat setempat yang disepakati secara musyawarah dan mufakat dan dituangkan di dalam dokumen RPP dan RPKP.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Keberpihakan kepada nelayan kecil, partisipatif, desentralisasi keterpaduan, karaktersitik lokal dan keberlanjutan merupakan pendekatan yang akan dipergunakan didalam pelaksanaan Program MFCDP. Prinsip pelaksanaan kegiatan adalah good governance meliputi transparancy dan accountable.</span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Tujuan</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Secara umum tujuan Program MFCDP adalah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan kecil dalam mengelola sumberdaya perikanan yang lebih baik melalui upaya pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. </span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Hasil yang diharapkan</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Hasil atau output yang diharapkan dari program ini adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang berbasis kesepakatan antara pengguna sumberdaya pesisir dan laut yang dituangkan dalam dokumen RPP (Rencana Pengembangan Perikanan) dan RPKP (Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir) , terwujudnya sarana dan prasarana sosial ekonomi sebagai pendukung usaha nelayan, terwujudnya pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan, terwujudnya jaringan akses pasar bagi nelayan, meningkatnya kemampuan nelayan dalam melakukan usaha serta terwujudnya dan berkembangnya kebijakan baru tentang pengelolaan kawasan dan sumberdaya pesisir berdasarkan partisipasi masyarakat lokal. </span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Manfaat</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Manfaat yang diharapkan dari program MFCDP ini antara lain nelayan kecil dapat mengelola usaha secara mandiri dan berkelanjutan, nelayan merasakan kemudahan dan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan usaha, pendapatan usaha nelayan kecil meningkat, kualitas hasil usaha menjadi lebih baik dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, mengurangi resiko nelayan dalam memasarkan hasil usahanya dan dapat memenuhi permintaan pasar, nelayan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga siap bersaing dengan pihak lain dan mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum dalam melaksanakan dan mengembangkan usaha secara berkelanjutan.</span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Pelaksanaan Kegiatan</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Beberapa kegiatan Program MFCDP akan dilaksanakan di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Kegiatan di tingkat pusat akan dilaksanakan oleh Sekretariat Program MFCDP yang didukung oleh Konsultan Manajemen ingkat Pusat atau National Management Consultant (NMC), Sedangkan pelaksanaan kegiatan di daerah akan dilaksanakan oleh Lembaga Fasilitator Kabupaten (LF-Kab) di masing-masing daerah. D</span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">idalam pelaksanaanya, LF-Kab akan berkoordinasi secara rutin dengan NMC. </span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Kegiatan di tingkat Pusat terdiri dari Workshop dan Sosialisasi Nasional, TOT bagi fasilitator tingkat kabupaten dan kawasan, supervisi daerah, penyusunan studi kasus, penyusunan buku best practices, verifikasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), monitoring dan evaluasi dan penyusunan laporan khusus tentang terjadinya kecurangan dan penyelewengan dana program. Di dalam implementasi kegiatan, NMC akan selalu berkoordinasi dengan sekretariat program dan Kelompok Kerja (Pokja) Nasional, yang telah dibentuk oleh Bappenas. Anggota Pokja Nasional terdiri dari para birokrat dari Kantor Menteri PPN/ Bappenas dan departemen terkait (Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri) dengan total anggota 19 orang yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. </span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Sedangkan kegiatan yang akan dilaksanakan di tingkat daerah adalah sosialisasi daerah, melaksanakan studi (jaringan pasar, teknologi dan kebijakan), penyusunan dokumen RPP dan RPKP yang merupakan dokumen pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, pelatihan bagi fasilitator daerah, pelatihan bagi kelompok sasaran, penyaluran BLM dan lokakarya evaluasi. Di dalam implementasi kegiatan, LF-Kab selain akan berkoordinasi rutin dengan Pokja Daerah yang ditunjuk oleh Bupati yang terdiri dari beberapa dinas terkait juga akan berkoordinasi dengan lembaga lokal yang telah dibentuk oleh Program PPK yaitu Penanggung jawab Administrasi Kegiatan (PjAK), Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PjOK) dan Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Ketiga lembaga tersebut akan melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengelola dan penyalur BLM yang diperuntukkan untuk pembangunan sarana dan prasarana sosial ekonomi dan teknologi untuk nelayan.</span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;"><strong>Penutup</strong></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Dengan dilaksanakannya kegiatan Sosialisasi Nasional Program MFCDP ini, sebagai salah satu bentuk transparansi pemerintah di dalam melaksanakan sebuah program yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan. Diharapkan dengan dipublikasikannya program ini, masyarakat dan stakeholder terkait baik di tingkat Pusat maupun Daerah akan membantu mensukseskan program ini sekaligus akan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program dari tahap awal sampai tahap akhir. </span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span class="pn-content-page-body" style="font-size:100%;">Program ini sebagai bukti bahwa pemerintah masih peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh bangsa dan negara, khususnya permasalahan kemiskinan di kawasan pesisir. Program MFCDP memang bukan program pertama pemerintah dan tidak akan mampu menyelesaikan secara utuh problem kemiskinan yang sedang kita dihadapi. Untuk itu marilah kita bersama-sama membantu pemerintah dengan menciptakan kegiatan-kegiatan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia, agar permasalahan kemiskinan dapat segera diatasi bersama. Permasalahan tersebut bukan tugas pemerintah pusat saja, tetapi juga merupakan tugas pemerintah daerah, swasta, pihak perbankan, lembaga-lembaga ekonomi dan sosial kemasyarakatan serta masyarakat itu sendiri.</span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-51853994981657172352008-03-24T21:06:00.000-07:002008-03-24T22:51:51.427-07:00Ecological Assesment Of Banda<p style="font-family: arial; text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-size:85%;">Sumber : http://www.terangi.or.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=1<br /></span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><br />UNESCO bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, Kedutaan Belanda, dan beberapa institusi di Indonesia, telah mengadakan survei ekologi sumber alam Kepulauan Banda. Tujuan utama dari analisa ini adalah untuk mengumpulkan daftar yang lengkap dari komunitas karang dan ekosistem pesisir lainnya di Kepulauan Banda.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">UNESCO bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, Kedutaan Belanda, dan beberapa institusi di Indonesia, telah mengadakan survei ekologi sumber alam Kepulauan Banda. Tujuan utama dari analisa ini adalah untuk mengumpulkan daftar yang lengkap dari komunitas karang dan ekosistem pesisir lainnya di Kepulauan Banda. Hasil ini juga akan memberikan sumbangan untuk: </span></p><ul style="font-family: arial; text-align: justify;"><li><span style="font-size:100%;">Meningkatkan pengertian ilmiah dari proses alam, budaya, dan sosial, yang melibatkan interaksi manusia dengan lingkungan pesisir </span></li><li><span style="font-size:100%;">Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan di tingkat propinsi dan daerah mengenai penggunaan sumber daya pesisir. </span></li><li><span style="font-size:100%;">Membangun rangka kerja untuk perlindungan dan pembangunan yang berkesinambungan </span></li><li><span style="font-size:100%;">Mengidentifikasi pendapatan alternatif untuk mengurangi dampak dari kegiatan penduduk setempat pada komunitas pesisir </span></li><li><span style="font-size:100%;">Menguatkan kerjasama rangka kerja regional </span></li></ul><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Studi yang dilakukan bertujuan untuk memperlihatkan pentingnya analisa ekologi sebagai alat dalam merencanakan zona pesisir. Data yang terkumpul akan menjadi dasar yang signifikan bagi perumusan masa depan Rencana Pengelolaan Pesisir Terpadu Kepulauan Banda. UNESCO bekerja sama dengan Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI) telah mulai mengerjakan kumpulan data sekunder yang meliputi topik-topik sebagai berikut: </span></p><ul style="font-family: arial; text-align: justify;"><li><span style="font-size:100%;">Geografi Fisik </span></li><li><span style="font-size:100%;">Ekosistem Pesisir dan Lautan </span></li><li><span style="font-size:100%;">Taksa Hewan Laut yang utama </span></li><li><span style="font-size:100%;">Habitat daratan </span></li><li><span style="font-size:100%;">Keanekaragaman Hayati dan Biogeografi </span></li><li><span style="font-size:100%;">Manusia dan Lingkungan Laut </span></li><li><span style="font-size:100%;">Sasi - pengelolaan sumberdaya tradisional </span></li><li><span style="font-size:100%;">Konservasi sumberdaya kelautan </span></li></ul>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-29805318863441730112008-03-24T20:37:00.000-07:002008-03-24T20:39:17.783-07:00PROGRAM PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR<div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span class="style1"></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Sumber : http://www.malangkab.go.id/dinaskelautan/index.cfm?id=Pesisir.html</span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Wilayah Kabupaten Malang memiliki 6 Kecamatan Pantai, yaitu Donomulyo, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo dan Ampelgading yang mempunyai arti strategis dengan potensi sumberdaya alam dan jasa linkungan yang terkandung di dalamnya. Dengan panjang garis pantai Kabupatren Malang 85,92 km atau menempati urutan ke-3 di Jawa Timur, ditambah luas perairan laut yang menempati ranking ke- 3 setelah Kabupaten Banyuwangi dan Jember, seharusnya masyarakat pesisir Kabupaten Malang merupakan masyarakat yang dapat mengoptimalkan potensi diatas dan menjadi sejahtera karenanya. Namun pada kenyataannya hingga saat ini sebagian besar masyarakat pesisir, terutama nelayan masih merupakan bagian masyarakat tertinggal dibanding kelompok masyarakat lain. </span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"> Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat pesisir di Kabupaten <st1:city st="on">Malang</st1:City> telah dilakukan melalui berbagai bidang kegiatan baik yang bersifat konstruktrif maupun pembinaan SDM secara keseluruhan sesuai skala prioritas Pembangunan Kelautan dan Pesisir di Kabupaten <st1:place st="on"><st1:city st="on">Malang</st1:City></st1:place> . </span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"> Dalam rangka meningkatkan pengetahuan pengembangan usaha mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir dan memantapkan potensi kinerja dan usaha dari lembaga keuangan pesisir, Seksi Pengelolaan Sumberdaya Laut dan Pesisir melaksanakan Kegiatan Pembinaan Dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dengan diskripsi sebagai berikut : </span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ul style="text-align: justify; font-family: arial;" type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat pesisir sebanyak 4 kali. 2 kali dilaksanakan di Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo masing-masing diikuti 55 orang dan 50 orang, 1 kali di Desa Purwodadi Kecamatan Tirtoyudo diikuti 60 orang dan 1 kali di Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan diikuti 40 orang peserta. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pendampingan Peningkatan Kinerja Lembaga Keuangan Masyarakat Pesisir yang dilaksanakan oleh Konsultan dari Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) Universitas Negeri Malang pada Koperasi “MINA BAHARI” Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo dan LEPP-M3 “MALANG SELATAN JAYA” Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan. </span></li></ul><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><strong>KENDALA</strong></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ul style="text-align: justify; font-family: arial;" type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Masih terbatasnya frekwensi pembinaan dan sosialisasi dari Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan maupun pembinaan lain yaqng sifatnya terintegrasi antar instansi terkait. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pengetahuan dan kemampuan masyarakat pesisir untuk menyerap / memahami materi pembinaan masih jauh dari harapan. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Sulitnya melaksanakan kegiatan tepat waktu karena pencairan dana tidak sesuai dengan rencana pengajuan pencairan. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Belum tampaknya partisipasi masyarakat pesisir dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan ekonomi dilokasi sasaran. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Belum adanya Tata Ruang pembangunan wilayah pesisir. </span></li></ul><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><strong>SOLUSI</strong></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ul style="text-align: justify; font-family: arial;" type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Melaksanakan pembinaan secara kontinyu dan stimulan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir sehingga diharapkan menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam pengelolaan wilayah pesisir. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Adanya pelatihan teknis berkelanjutan tentang pengembangan usaha bagi masyarakat pesisir dengan harapan terdapat perubahan tingkat produktivitas dan pendapatan. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Perlu adanya kegiatan pendampingan untuk peningkatan kinerja lembaga keuangan pesisir dalam rangka membuka wawasan kelembagaan, manajerial organisasi dan keuangan serta perluasan unit usaha di lembaga tersebut yang tidak cukup dilaksanakan satu kali, mengingat tingkat SDM pesisir masih relatif perlu diberdayakan. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Diperlukan keselarasan waktu antara jadwal pelaksanaan kegiatan dan pencairan dana agar tercapai efektif, efisien kinerja pada pelaksana dan pelaksanaan kegiatan Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang. </span></li></ul>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-59427978749984472402008-03-24T20:29:00.000-07:002008-03-24T20:30:12.923-07:00Rumput Laut Pengganti Bom Ikan<p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><strong><span style="font-weight: normal;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://www.balebengong.net/2008/01/11/rumput-laut-pengganti-bom-ikan/</span><o:p></o:p></span></strong></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Keakraban Daeng Hayak (71 tahun) dengan bom ikan dan potasium, kini tinggal sejarah. <span style="" lang="DE">Padahal, keseharian Daeng di masa lalu tak pernah lepas dari bom ikan dan potas. Pria keturunan bugis yang lahir dan besar di Desa Sumberkima Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali itu, dulunya termasuk salah satu nelayan pencari ikan dengan bom. Meski ia mengaku punya alasan untuk itu. ”Sebab saya dulu nggak tahu harus bekerja apa lagi. Sementara anak-anak harus makan dan tetap sekolah,” kenang ayah dari 10 anak itu.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Beda dulu, beda sekarang. ”Sekarang saya tahu kalau itu (bom ikan,red) merusak,” ujarnya. Daeng Hayak kini memang sudah tidak lagi menggantungkan hidupnya dari mengebom ikan. Ia kini menggantungkan hidup pada budidaya rumput laut, usaha yang kini juga diikuti oleh sekitar 180 orang nelayan lain di pesisir Gerokgak, Buleleng, Bali.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Budidaya rumput laut telah menjadi mata pencaharian baru yang memberi keuntungan ekonomis bagi para nelayan Gerokgak. Setidaknya, keuntungan itulah yang dirasakan Daeng Hayak, sejak merintis budidaya rumput laut tersebut tahun 2005 lalu. ”Baru beberapa bulan saya tanam rumput laut, saya sudah bisa jual enam juta rupiah. Jauh lebih untung dibandingkan cari ikan pakai bom,” terang Daeng Hayak. Sejak tahun 2005 itu pula, banyak nelayan pencari ikan dengan bom dan potas di wilayah Gerokgak yang beralih ke budidaya rumput laut.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Naiknya popularitas rumput laut di kalangan nelayan sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB) itu, tak cuma memberi harapan ekonomis yang tinggi bagi masyarakat pesisir Bali Barat. Setidaknya, ancaman terhadap kelestarian terumbu karang di wilayah TNBB juga telah berkurang. Berdasarkan catatan WWF-Indonesia, tutupan karang yang tersisa dalam kondisi baik pada 1998 hanya sekitar 25 persen. Hal tersebut diduga karena banyaknya aktivitas pengeboman ikan. Padahal, TNBB merupakan bank bagi semua spesies hewan dan tanaman laut Bali.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Kegiatan budidaya rumput laut mulai digiatkan di kawasan Bali barat sejak Agustus 2003 oleh masyarakat bersama Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir (FKMPP) dan WWF-Indonesia. FKMPP merupakan forum yang terbentuk pada 2002 sebagai respon atas banyaknya bentrokan-bentrokan kepentingan antara nelayan, masyarakat, industri pariwisata, dan kegiatan pelestarian lingkungan TNBB. “Kegiatan ini dipilih sebagai mata pencaharian alternatif yang tidak membahayakan kawasan TNBB setelah melalui proses pengkajian yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat,” jelas Misnawiyanto, Ketua FKMPP.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Lahan seluas 40 Ha di perairan Desa Sumberkima dan Desa Pejarakan, kini telah ditutupi budidaya rumput laut. Panen yang dihasilkan pun lumayan, mencapai 12 ton per bulan. Potensi budidaya rumput laut di kawasan luar TNBB itu pun masih terbuka lebar. Berdasarkan perhitungan, potensi lahan budidaya rumput laut di sekitar kawasan TNBB bisa mencapai sekitar 298 Ha, dengan potensi menghasilkan rumput laut kering sebesar 500-750 ton setiap panen.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Menurut aktivis lingkungan yang juga pengamat terumbu karang, Putu Iwan Dewantama, alih mata pencaharian masyarakat dari nelayan pengebom ikan menjadi petani rumput laut telah terbukti mampu mengembalikan kelestarian ekosistem bawah laut perairan Gerokgak. Dikatakan Iwan, hasil riset terakhir mencatat bahwa tutupan karang di perairan Gerokgak sudah meningkat menjadi 40 persen. Sebagai upaya membantu pelestarian terumbu karang, para nelayan juga telah sepakat tidak menggunakan patok untuk menanam terumbu karang. ”Para nelayan sepakat untuk menanam rumput laut dengan sistem apung. </span>Mereka benar-benar telah sepakat untuk menjaga kelestarian lingkungannya,” cerita Iwan.</span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-39711045386958372382008-03-24T20:15:00.000-07:002008-03-24T20:19:57.053-07:00Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau<p style="text-align: justify; font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255);" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><span style="font-size: 11pt;"><span style="font-size:85%;">Sumber : http://www.coremap.or.id/print/article.php?id=466</span><o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255);"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:85%;" ><b>RISET AGENDA </b></span><b><span style="font-size: 13.5pt;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:85%;" >2005 </span><br /></span></b></span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><span style="font-size: 13.5pt;">Strategi Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Pulau Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau </span></b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Kota Batam sebagai salah satu wilayah Provinsi Kepulauan Riau merupakan sentra produksi dan sekaligus merupakan sentra pemasaran hasil perikanan. Salah satu kelurahan penyumbang komoditas perikanan terbesar di Kota Batam adalah Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang. </span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Ketergantungan masyarakat Kelurahan Pulau Abang terhadap sumberdaya perikanan sangat besar karena diperkirakan sekitar 93,65 % penduduknya bekerja sebagai nelayan, sedangkan disisi lain ada gejala hasil tangkapan nelayan cendrung menurun yang diduga kuat berdampak pada penurunan tingkat pendapatannya. Penurunan hasil tangkapan nelayan tersebut, disamping diperkirakan karena habitat sebagai tempat hidup sumberdaya perikanan tersebut mengalami degradasi dari waktu kewaktu, juga diduga karena pemanfaatannya melampaui potensi perairannya sebagai akibat banyaknya unit usaha penangkapan yang beroperasi.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang sekaligus meningkatkan kesejahteraan keluarganya dari satu sisi dan mengurangi eksploitasi sumberdaya perikanan serta degradasi habiatnya khususnya terumbu karang di sisi lainnya, harus dikembangkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan. Namun untuk mengembangkan usaha alternatif tersebut memerlukan strategi mengingat dari satu sisi sangat tidak mudah untuk memulai sesuatu usaha yang baru bagi masyarakat nelayan yang tingkat ketergantungannya sangat tinggi terhadap sumberdaya perikanan, sedangkan disisi lain suatu usaha yang baru bisanya juga rentan untuk bertahan. Strategi yang dimaksud antara lain: 1) Memilih usaha yang telah ada dilakukan oleh masyarakat di lokasi studi sehingga usaha tersebut paling tidak telah dikenal oleh masyarakat; 2) Memilih usaha disamping layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis, juga layak secara finansial, dimana hal ini diperkirakan suatu tolok ukur dari pada keberlangsungan atau kontinuitas komoditi yang dihasilkan dari suatu usaha yang akan dikembangkan; 3) Menentukan strategi pengembangannya berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya yang merupakan langkah konkrit yang perlu dilakukan disamping untuk mewujudkan usaha-usaha tersebut, juga berkaitan dengan keberlangsungan dan pengembangannya. Untuk itu perlu dilakukan suatu studi yang secara umum untuk mengetahui strategi pengembangan usaha alternatif di lokasi studi. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk mengetahui : jenis-jenis mata pencaharian alternatif yang ada di Kelurahan Pulau Abang; jenis mata pencaharian yang layak dikembangkan berdasarkan pertimbangan variabel teknis dan kelayakan finansial usaha dan strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternalnya.</span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><strong>Metode Studi</strong></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Kegiatan studi ini dilakukan di wilayah Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi studi memfokuskan pada lokasi manajemen area Coremap II, yakni Pulau Abang Kecil dan Pulau Petong . </span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan yakni: Studi Kepustakaan, Metode Survey dan Participatory Rural Appraisal (PRA). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, sedangkan data primer dikumpulkan melalui penelitian lapangan dengan menggunakan metode pengumpulan data Triangulation, yakni Indepth Interview, wawancara dengan menggunakan kuisioner, Focus Group Discussion (FGD) dan observasi.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Analisis data menggunakan gabungan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisa secara deskriptif dengan penampilan dalam bentuk tabel, sedangkan data kuantitatif dilakukan penghitungan berdasarkan rumus-rumus tertentu. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE"><br /><strong>Hasil Studi</strong><o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Berdasarkan pertimbangan aspek teknis (minat masyarakat, ketersediaan bahan baku/sumberdaya alam, ketersediaan tenaga kerja, peluang pasar), usaha alternatif yang layak dikembangkan di lokasi studi Pulau Abang Kecil (RW 1 dan RW 2 Air Saga) adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba, usaha ternak ayam dan usaha ternak itik. Sedangkan di lokasi studi Pulau Petong adalah: usaha home industri kerupuk ikan, usaha pengolahan ikan asin, usaha ternak ayam dan ternak itik. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Semua usaha alternatif yang layak dikembangkan secara teknis, baik di lokasi studi Pulau Abang Kecil, maupun di lokasi studi Pulau Petong, disamping dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga nelayan, juga mempunyai kelayakan finansial untuk dikembangkan, yang dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Usaha ternak itik, dengan total investasi sebesar Rp. 3.410.900,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 6.434.065,-/tahun; BCR sebesar 1,51; ROI 188,68 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 6,4 bulan; 2) Usaha ternak ayam, dengan total investasi sebesar Rp. 4.457.200,-, diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 6.434.065,-/tahun; BCR sebesar 1,51; ROI 188,68 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 6,4 bulan; 3) Usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba, dengan total investasi sebesar Rp. 13.236.000,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 10.001.660,-/tahun; BCR sebesar 1,96; ROI 75,56 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 10,4 bulan; 4) Usaha kerupuk ikan, dengan total investasi sebesar Rp. 748.000,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.670.100,- /tahun; BCR sebesar 1,84; ROI 219,00 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 4,0 bulan; 5) Usaha pengolahan ikan asin, dengan total investasi sebesar Rp. 640.000,- diperkirakan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 3.093.750,-/tahun; BCR sebesar 1,52; ROI 368,4 % dan tingkat pengembalian modal (PPC) hanya selama 2,7 bulan.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Strategi pengembangan usaha alternatif berdasarkan pertimbangan faktor internal dan eksternal secara umum mencakup: 1) Membentuk kelompok usaha bersama, sesuai dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan; 2) Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja keluarga, dimana selama ini tenaga keluarga ini masih belum banyak dimanfaatkan; 3) Melakukan penyuluhan dan pelatihan: manajemen usaha dan oraganisasi, serta teknik usaha sesuai dengan usaha alternatif yang dikembangkan; 4) Melakukan pilot project dari masing-masing usaha alternatif yang akan dikembangkan jika memungkinkan, terutama untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba dan ternak itik; 5) Melakukan pendampingan secara kontinyu dan sebaiknya menggunakan tenaga pendamping lapangan yang telah bertugas sejak awal proyek, karena mereka telah membaur dan dikenal oleh masyarakat sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien; 6) Memanfaatkan cadangan dana bantuan pinjaman modal dari pemerintah untuk usaha kecil dan menengah atau ekonomi kerakyatan secara optimal dari pemerintah; 7) Perlu mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari dinas pemerintah terkait sesuai dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan, seperti Disperindag, Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinas Peternakan, dan Dinas Koperasi, dan lain sebagainy; 8) Membangun pola kemitraan bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh penyediaan modal dan akses pasar serta untuk kestabilan harga.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><strong>Rekomendasi</strong></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Usaha alternatif yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lokasi studi Pulau Abang Kecil (RW I dan RW II Air Saga, Kelurahan Pulau Abang): usaha home industri Kerupuk Ikan, usaha Budidaya Ikan Kerapu dalam keramba, usaha Ternak Ayam, dan usaha Ternak Itik</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Usaha alternatif yang direkomendasikan untuk dikembangkan di lokasi studi Pulau Petong (RW III Kelurahan Pulau Abang) adalah: usaha home industri Kerupuk Ikan, usaha home industri Pengolahan Ikan Asin, usaha Ternak Ayam, dan usaha ternak Itik.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Usaha home industri Kerupuk Ikan dapat dijadikan perioritas pertama untuk dikembangkan, karena disamping usaha ini dapat dimulai dalam bentuk skala kecil dan hampir tidak punya risiko, juga untuk pengembangannya tidak memerlukan modal yang besar. </span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pengembangan usaha alternatif dapat dimulai secara berkelompok dengan sistem tanggung renteng. Pada tahap awal pengembangan usaha alternatif tersebut, diperlukan pendampingan secara kontinyu yang dapat merupakan bagian dari program pemberdayaan ekonomi rakyat. Untuk pendampingan ini sebaiknya menggunakan tenaga pendamping lapangan yang telah bertugas sejak awal proyek. Disamping itu perlu melakukan Penyuluhan dan Pelatihan: manajemen usaha dan oraganisasi, serta teknik usaha sesuai dengan usaha alternatif yang dikembangkan;</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Perlu upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari dinas pemerintah yang terkait dengan usaha alternatif yang akan dikembangkan, seperti Disperindag, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan lain sebagainya. Upaya ini diperkirakan dapat dilakukan oleh pihak CBM bersama-sama dengan masyarakat.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Perlu upaya untuk membangun pola kemitraan bisnis yang memungkinkan untuk memperoleh penyediaan modal dan akses pasar serta kestabilan harga terhadap usaha alternatif yang akan dikembangkan.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pembentukan kelompok usaha bersama; penyuluhan dan pelatihan; pembinaan dan pendampingan; serta upaya untuk mendapatkan dukungan dan fasilitasi dari pemerintah, dan upaya untuk membangun pola kemitran bisnis diperkirakan dapat dilakukan oleh pihak CBM dan pihak terkait lainnya bersama-sama dengan masyarakat.</span></li></ol>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-27586583464736926632008-03-24T00:17:00.000-07:002008-03-24T03:22:23.458-07:00PEMBERDAYAAN KELOMPOK MANGROVE<p class="MsoNormal"><strong><span style="font-family:Arial;"><span style="font-weight: bold;"></span><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><span style="font-weight: normal;">Sumber</span></span></span></strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" > : http://mangrove.unila.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=21&Itemid=1</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><span style="font-family:Arial;"><br /></span></strong></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><span style="font-family:Arial;">a. Pengembangan Sumberdaya Alam</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" ><span style="font-size:100%;">Potensi</span> <span style="font-size:100%;">jalur hijau (<em><span style="font-family:Arial;">green belt</span></em>) seluas 700 hektar merupakan sebuah peluang untuk meningkatkan daya dukung lingkungan khususnya di sektor perikanan. Terciptanya ekosistem yang seimbang memberikan kesempatan bagi hewan-hewan laut dan pesisir untuk berkembang biak di kawasan jalur hijau. Melalui fenomena tersebut jalur hijau atau hutan mangrove dapat dijadikan peluang usaha bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan pendapatan keluarganya.</span></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" ><span style="font-size:100%;">Keberadaan hutan mangrove yang terpelihara dapat dimanfaatkan secara optimal bagi setiap masyarakat untuk mengusahakan</span> <span style="font-size:100%;">perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Kegiatan perekonomian masyarakat pesisir perlu diarahkan pada diversifikasi usaha sektor pe</span><span style="font-size:100%;">sisir, sehingga mereka tidak lagi menggantungkan sumber pendapatan keluarganya dari sektor tambak yang diidentifikasi dapat merusak lingkungan terutama Hutan Mangrove.</span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><br /><span style="font-size:100%;"><span style=";font-family:Arial;font-size:10;" ></span></span><span style="font-size:10;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><span style="font-family:Arial;">b. Pengembangan SDM</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Aktivitas pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan dikatakan berhasil apabila ada perubahan yang signifikan secara fisik dan secara non fisik. Aspek penting non fisik yang harus berubah adalah system nilai budaya atau <em><span style="font-family:Arial;">cultural value system </span></em>dan sikap atau <em><span style="font-family:Arial;">attitudes </span></em> yang disebabkan oleh system nilai budaya dan pengetahuan yang sempit atau rendah. Kedua hal itu menyebabkan timbulnya pola-pola cara berfikir tertentu yang akan mempengaruhi tindakan dan kelakuan mereka baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan-keputusan penting dalam hidup. System nilai budaya yang mementingkan pemenuhan kebutuhan hidup jangka pendek/masa sekarang merupakan penghambat pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia yang memiliki rasa percaya diri sendiri atau <em><span style="font-family:Arial;">self confidence</span></em>; memberikan perhatian secara adil, menumbuhkan kemampuan (<em><span style="font-family:Arial;">empowerment</span></em>) dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Dari aktivitas ini akan muncul kelompok <em><span style="font-family:Arial;">critical mass </span></em>yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan keinginan ke arah perbaikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove merupakan akselerasi dari masyarakat yang menginginkan agar hutan mangrove dapat pulih kembali dan berfungsi dengan baik. Kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove ini harus dikali dengan aspek legislasi yang kuat, diberi mandat khusus, tugas khusus mengelola hutan mangrove. Pembentukan kelompok masyarakat juga diperlukan guna menangkap adanya manfaat sosial ekonomi dari adanya karakteristik ekonomi skala (<em><span style="font-family:Arial;">economic of scale and economies of size</span></em>). Kesadaran individu tentang pentingnya upaya rehabilitasi hutan mangrove sudah mulai tumbuh, namun kesadaran tersebut masih belum mampu membangun tindakan bersama (<em><span style="font-family:Arial;">collective action</span></em>) para masyarakat untuk merehabilitasi seluruh kawasan jalur hijau, dalam hal ini rasa kebersamaan, loyalitas, dan komitmen para masyarakat khususnya yang tergabung ke dalam kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove perlu untuk ditingkatkan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dalam perkembangannya seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengelola hutan mangrove, di Desa Margasari telah terbentuk 7 kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove. Kelompok tersebut merupakan kumpulan dari masyarakat yang memiliki visi yang sama untuk melestarikan kawasan hutan mangrove.<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;"><br /></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><span style="font-family:Arial;">c. Pengembangan Usaha</span></strong><span style="font-family:Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Diversifikasi usaha pengelolaan di kawasan hutan mangrove perlu dikembangkan dan diatur dalam sebuah undang-undang/peraturan untuk mengantisipasi eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya yang ada. Usaha yang dapat dikembangkan dari kawasan hutan mangrove antara lain penangkapan kepiting bakau, penangkapan udang rebon, penangkapan ikan, budidaya tambak bandeng, budidaya kepiting bakau.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6pt; text-align: justify;"><strong><span style="" lang="DE">Peluang usaha yang dapat dikembangkan dari kawasan hutan mangrove berupa ikan asin</span></strong><span style="" lang="DE"> <o:p></o:p></span></p> <div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:Arial;font-size:12;" lang="DE" >Pengembangan usaha diarahkan pada pengolahan sumber daya alam yang ada, yang nantinya dapat dijadikan sebuah potensi andalan yang berasal dari potensi alternatif yang ada seperti pemanfaatan buah dan biji mangrove, pohon deruju (<em><span style="font-family:Arial;">Acanthus sp</span></em>), dan cacing laut. Diversifikasi produk yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir khususnya bagi para perempuan supaya lebih diberdayakan. Produk olahan yang dapat dikembangkan dari potensi alternatife tersebut antara lain pembuatan keripik dari daun deruju (<em><span style="font-family:Arial;">Acanthus sp</span></em>), pembuatan manisan mangrove dari buah bogem, pembuatan peyek biji api-api, dan sebagainya. </span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-32201676684959788432008-03-23T13:34:00.000-07:002008-03-23T23:34:18.952-07:00Menyisir 3 Desa di Delta Mahakam<div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><h2 style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt; font-weight: normal;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://cenil.wordpress.com/</span><o:p></o:p></span></span></h2><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Perjalanan ini dilaksanakan pada tanggal 23-26 Februari 2008, saya berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 Wita, kebetulan pergi menuju delta mahakam adalah pengalaman pertama saya sejak bergabung dalam project PMD (Pemberdayaan Masyarakat Delta) Mahakam. Project yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi yang berusaha memperbaiki kawasan Delta Mahakam yang menurut data terbaru mengalami kerusakan sekitar 56% (Sumaryono, Dkk. 2007).</span><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_s1026" type="#_x0000_t75" alt="" style="'position:absolute;" allowoverlap="f"> <w:wrap type="square"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Tepat pukul 8 kurang saya tiba di pelabuhan pasar pagi, sambil menunggu tumpangan, kami sarapan terlebih dahulu, yang kebetulan difasilitasi oleh Total Indonesia, mereka menamakan kendaraan ini adalah <i>sea truck</i> (bahasa Indonesia; truk laut), ketika kendaraan datang, saya takjub juga melihatnya ternyata yang dinamakan <i>sea truck </i>ini benar-benar besar, dengan kekuatan mesin diesel dua buah, sudah pasti kebayang berapa cepat kendaraan ini bisa melaju.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Setelah siap berangkat kami menuju Desa Sepatin yang jaraknya sekitar sekita 2 jam dari pelabuhan pasar pagi, tepat pukul 12.05 Wita kami sampai di desa sepatin, saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa desa Sepatin ternyata memiliki aktifitas ekonomi yang cukup tinggi, terutama dari perdagangan komoditas yang berasal dari laut, desa ini didominasi oleh suku yang berasal dari Sulawesi Selatan, mata pencaharian utama adalah nelayan dan petambak. Ternyata untuk mencapai desa ini diperlukan keahlian khusus terutama jika hendak masuk ke kawasan desa ini karena banyak jebakan-jebakan, jika salah jalan maka perahu atau speedboat bisa kandas dan harus menunggu air pasang jika hendak melanjutkan perjalanan, belum lagi bahaya binatang buas yang mengintai yaitu buaya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Setelah ditemui oleh Sekretaris Desa Sepatin, kebetulan Kepala Desa tidak ditempat, kami dijamu makan siang dan diajak berkeliling Desa Sepatin, yang semua jalan setapaknya terbuat dari kayu ulin, kami menerangkan kepada perangkat desa maksud dan tujuan kami mengunjungi Desa Sepatin, permasalahan utama desa ini adalah menurunnya hasil tambak, dikarenakan penyakit, kualitas bibit dan juga permasalahan-permasalahan lainnya, kami berkesempatan mengunjungi salah satu tambak, selintas saya lihat pintu air tambak yang kami kunjungi hanya satu, sementara tambak yang diusahakan sedemikian luas, butuh waktu yang lama jika ingin menguras atau memasukkan air, belum lagi sungai yang digunakan untuk mengairi terhubung dengan tambak-tambak lain, tentu saja jika satu tambak kena penyakit akan dengan mudah menyebar.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Setelah bermalam sehari di Desa Sepatin, kami melanjutkan ke Desa Muara Pantuan, kali ini kami ditemani oleh Pegawai Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kertanegara Pak Suryanto dan Pak Asdar. Setelah air pasang kami melanjutkan ke Desa Muara Pantuan, ternyata tidak begitu lama kami sampai di Desa Muara Pantuan kira-kira 1 jam perjalanan, kami diterima oleh Kepala Desa Muara Pantuan Pak Haji Rasyid, begitu sampai di rumah kepala desa kami dijamu dengan makan siang berupa sari laut.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Setelah selesai makan kami berkesempatan mengunjungi areal reboisasi yang dilaksanakan oleh Bapedalda Kutai Kartanegara seluas 30 ha, dan tambahan 10 ha yang dilakukan melalui swadaya masyarakat, serta ada juga yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan seluas 100 ha, tetapi kami tidak sempat melihat karena waktu yang menjelang malam. Desa Muara Pantuan merupakan desa yang paling ramai dari 2 desa yang kami kunjungi yaitu Sepatin dan Tani Baru.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Keesokan harinya setelah acara sosialisasi Program PMD Mahakam selesai kami berangkat menuju desa terakhir yaitu Desa Tani Baru, berangkat pukul 17.00 Wita dan tiba di Tani Baru pulul 17.30 wita, hanya memerlukan waktu sekitar setengah jam menuju Desa Tani Baru. Begitu sampai kami disambut oleh Kepala Desa Tani Baru yaitu Bapak H. Kahar Edi, dan kami diperkenankan menginap di tempat beliau.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Kondisi Desa Tani Baru tidak seramai desa sebelumnya, karena keadaan geografi desa yang dipisahkan oleh sungai yang lumayan besar tidak seperti Desa Sepatin dan Muara Pantuan jadi tidak ada jembatan penghubung antara beberapa rumah yang terpisah. Fasilitas sekolah, kantor lurah, kesehatan terpisah-pisah, sehingga jika dibandingkan dengan Desa Sepatin, Desa Tani Baru relatif sepi. Setelah acara sosialisasi di Desa Tani Baru selesai kami pulang menuju Samarinda dan turun di Pelabuhan Sungai Meriam, Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> beberapa kesimpulan yang bisa saya sampaikan dari perjalanan saya menyisir 3 Desa di Delta Mahakam, yaitu;</span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Permasalahan tambak;</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pintu tambak hanya 1, dengan luasan tambak yang sangat besar maka memerlukan waktu yang lama jika ingin menguras atau mengganti air, padahal tambak sangat rentan dengan kualitas air.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Terjadi penurunan kualitas dan kuantitas tambak.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Masyarakat belum mengenal cara bertambak yang baik dan ramah lingkungan.</span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Alternatif Income:</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Industri rumah tangga; kerupuk udang, ikan asin dan Ebi (udang kering).<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pengembangan kepiting keramba.</span></li></ol><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Beberapa kriteria petambak;</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><ol style="text-align: justify; font-family: arial;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pemilik tambak; dikelola dan dimiliki oleh petambak itu sendiri.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Penjaga tambak; yang hanya menjaga tambak dan mengelola tambak, sedangkan modal berasal dari pemilik tambak.</span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pemodal tambak; tambak dikelola bukan oleh para pemilik tambak tetapi oleh pemodal (biasanya punggawa) atau biasanya pemilik tambak berhutang untuk mengelola tambak dan semua aturan harga dikuasai oleh pemodal tambak.</span></li></ol>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-14842534220884943682008-03-23T13:25:00.000-07:002008-03-23T23:25:28.596-07:00Memulihkan Mata Pencaharian Lewat Bantuan Desa<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: arial; color: rgb(51, 102, 255);"><span style="font-size:85%;">Sumber : http://www.binaswadaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=150&Itemid=46&lang=in_ID</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p></o:p>Salah satu desa yang berkategori parah akibat hantaman tsunami akhir Desember 2004 yang lalu di Kabupaten Aceh Besar adalah Desa Kareung. Desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Lhoong ini berada di pinggir pantai. Hampir semua rumah masyarakat yang ada di sini hancur. Masyarakat nelayan juga nyaris kehilangan pekerjaan. Paling tidak itulah sedikit gambaran yang disampaikan oleh salah satu anggota subkelompok Lobster kepada Tim Info Pemberdayaan saat menghadiri penyerahan bantuan.<br /><br />Asian Development Bank (ADB) adalah salah satu lembaga donor yang peduli dengan musibah ini. Dengan persyaratan tertentu, Desa Kareung terpilih menjadi salah satu desa yang mendapat bantuan dari sektor perikanan terutama untuk subkomponen 1 (Bantuan Desa). Selama tujuh bulan proses bantuan ini dijalani oleh sub-subkelompok yang ada di desa ini. Tujuh bulan itu terhitung semenjak assessment (8 Februari 2007), sosialisasi awal (27 Februari 2007), pembentukan kelompok desa (15 Maret 2007) hingga proses pengadaan barang (7-15 Agustus 2007).<br /><br />Menurut Community Fasilitator Windo GP, Desa Kareung adalah desa pertama yang menerima bantuan untuk tahun 2007. Faktor penyebabnya adalah karena masyarakat desa ini terutama sub-subkelompok sangat antusias menerima bantuan ADB. Dengan alasan itu mereka selalu mengadakan rapat-rapat untuk menjalankan proses pemberian bantuan tersebut. Siang itu, Rabu, (15/8) terjawab sudah penantian anggota kelompok selama ini. Penantian selama tujuh bulan bisa saja menimbulkan pesimisme yang pada akhirnya kelompok menjadi malas melakukan pertemuan, namun tidak begitu halnya dengan kelompok yang ada di desa ini. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p></o:p><span style="" lang="DE">Bertempat di Balai Desa Kareung, serah terima bantuan pun berlangsung. Selain Ketua Kelompok Desa dan Ketua sub-subkelompok beserta anggotannya, hadir juga dalam acara ini Tim NACA, Tim Bina Swadaya, perwakilan Satker, Keuchik dan warga yang ingin melihat serah terima bantuan tersebut. Sementara sub-subkelompok yang mendapat bantuan ada enam, yaitu Kelompok Lumba-lumba (Muge Ikan, 7 orang), Ikan Paus (Nelayan Pancing, 9 orang), Lobster (Jaring Lobster, 14 orang), Matahari (Jemur Ikan, 5 orang), Mutiara Karang (Depot Mini, 5 orang), Mandi Lumpur (Pertambakan, 5 orang).<o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE"><o:p></o:p></span>Dalam kata sambutannya, Keuchik Desa Kareung mengucapkan terima kasih kepada ADB dan semua pihak yang terlibat atas proses yang telah dilakukan sehingga bantuan ini bisa diberikan kepada kelompok yang ada di desa ini. Ia berharap kepada anggota kelompok penerima bantuan supaya bantuan yang diterima tersebut berdayaguna sehingga mampu meningkatkan mata pencaharian.”Kami berharap dana bantuan ini bisa bersifat berkelanjutan sehingga generasi berikutnya bisa memanfaatkan bantuan tersebut,” demikian kata Rofiana, DIU Aceh Besar, ketika memberikan kata sambutannya. Ia mengingatkan anggota kelompok agar jangan menjadikan bantuan ini untuk kepentingan pribadi sebab bantuan tersebut adalah aset kelompok. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><o:p></o:p>Ketika ditanya bagaimana mengelola bantuan, Ketua subkelompok Lobster M. Amin Idrus menjawab, kami berharap kelak jangan sampai terjadi konflik di antara anggota, dan penggunaannya dilakukan secara bergilir karena jumlah bantuan dengan anggota tidak sama. Pembagian keuntungan dilakukan dengan cara prosentase. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:City></st1:place> kesepakatan dari kelompok, lanjutnya, bahwa 2,5% dari keuntungan bersih akan diserahkan kepada kelompok untuk pengembangan usaha dan memenuhi kebutuhan kelompok yang dibutuhkan di kemudian hari.</span></p> <p style="font-family: arial; text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p></o:p></span><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 12pt; font-family: arial;" lang="DE">Di samping bantuan bisa berkembang dan berlanjut, ia juga berharap agar ada bimbingan kepada kelompok nelayan (capacity building) untuk meningkatkan mata pencaharian mereka. Artinya setelah bantuan diberikan mereka berharap jangan dibiarkan begitu saja.</span></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-42719415913434164012008-03-23T13:03:00.000-07:002008-03-23T23:03:41.955-07:00PENGENALAN MODEL IMPLEMENTASI PENATAAN RUANG KAWASAN PESISIR MELALUI KEGIATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PLBPM)<p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 11pt;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://suaraindonesiaraya.com/index.php?USRTYPE=&ACT=NEWS_DETAIL&newsid=106</span><o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><st1:city st="on"><st1:place st="on"><em>Jakarta</em></st1:place></st1:City><em>, 26/04/07. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) pada Departemen Kelautan dan Perikanan sangat berkepentingan dalam tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pembinaan pembangunan wilayah pesisir. Berbagai kegiatan selama ini telah dilakukan melalui pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP), konservasi, penataan ruang, pemberdayaan pulau-pulau kecil, dan program pengelolaan pesisir lainnya. Upaya untuk dapat meningkatkan pembinaan terus dilakukan. Dalam rangka penataan dan peningkatan kondisi lingkungan pesisir, maka dilakukan kegiatan </em><strong><i>pengelolaan lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat</i></strong><em> (</em><strong><i>PLBPM</i></strong><em>). Kegiatan PLBPM ini digagas pertama kali oleh Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang pada waktu itu masih dijabat Ir. Widi Agoes Pratikto, Phd.</em><br /><br /><em>Esensi PLBPM terutama terletak pada pendekatan pelaksanaannya di lapangan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat, sejak dari perencanaan sampai kepada pelaksanaannya dengan dibantu melalui kegiatan-kegiatan pembinaan / pembimbingan, pendampingan, dan pengendalian. Pendekatan ini cukup efektif dalam menumbuhkan partisipasi aktif di kalangan masyarakat target group, respon yang positif serta komitmen dukungan dari stake holders, Pemerintah Daerah, dan lembaga / institusi lain terkait. </em><br /><span style="" lang="NO-BOK"><br />Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan nelayan dan berbagai kepentingan pengembangan. Oleh karena itu wilayah pesisir juga cenderung mengalami tekanan pembangunan yang kadang melampaui dayadukungnya. Kegiatan pemanfaatan ruang berpotensi konflik dan menimbulkan dampak degradasi lingkungan seperti rusaknya kawasan mangrove, karang, dan habitat perikanan lain, proses abrasi pantai, serta pencemaran. <o:p></o:p></span></span> </p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">Pada sisi lain, masyarakat pesisir yang sebagian besar terdiri dari para kaum nelayan, pada umumnya memiliki kehidupan ekonomi yang relatif lemah dan kurang tersentuh oleh perhatian pembangunan. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang menyatu dengan permasalahan lingkungan. Kondisi rumah yang tidak sehat, lingkungan permukiman yang tidak tertata serta tidak didukung oleh prasarana secara memadai tergambar dari buruknya sistem sanitasi (drainase, persampahan, air bersih, MCK), jalan lingkungan, serta terbatasnya prasarana lingkungan dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi setempat.<br /><br />Kita melihat bagaimana fenomena masalah kemiskinan masyarakat pesisir tersebut sudah menjadi suatu <em>trade mark </em>tersendiri. Berbagai program pembangunan telah banyak dilakukan dalam upaya memajukan kawasan pesisir, tetapi sangat jarang adanya program yang secara langsung menyentuh pada tataran masyarakatnya. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">Model kegiatan Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM) mungkin akan mengubah paradigma kita dalam pelaksanaan program, dari pendekatan ‘proyek’ kepada suatu proses pengelolaan dari dan oleh masyarakat sendiri. PLBPM diharapkan dapat menjadi suatu program yang tidak saja manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, tetapi juga masyarakat sendiri yang mengelola dan menentukan keputusan pilihannya, bahkan memberikan sharing dan partisipasi dalam pelaksanaannya. Kita optimis bahwa program yang bertumpu pada masyarakat seperti itu akan memberikan efektifitas serta dampak kemanfaatan yang lebih besar dalam upaya memajukan kawasan pesisir di masa mendatang.<br /><br />Jiwa PLBPM terletak pada esensinya dalam memberikan pembelajaran secara tidak langsung kepada masyarakat pesisir agar mereka dapat menemukan cara-cara pemecahan permasalahan dan kebutuhannya dari diri mereka sendiri dengan memberdayakan segenap potensi yang ada, sehingga pada saatnya diharapkan terjadi keberlanjutan pengelolaan oleh masyarakat; serta Pemerintah Daerah bersama <em>stake holders</em> terkait lainnya mengambil peran pengembangan keberlanjutan tersebut ke dalam proses pembangunan wilayah Daerahnya. Keberlanjutan seperti itu dapat dicontohkan di Kabupaten Bengkalis, dimana hasil PLBPM telah diakomodir oleh Pemerintah Daerah ke dalam suatu rencana pembangunan kawasan dengan visi yang lebih luas untuk lima tahun ke depan. <br /><br />Kegiatan PLBPM difokuskan pada hasil (<em>output</em>) fisik yang betul-betul memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir sesuai dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan mereka di lapangan saat pelaksanaan. Kegiatan fisik tersebut meliputi peningkatan / perbaikan ekosistem pesisir; peningkatan / perbaikan / pembangunan infrastruktur lingkungan permukiman; serta peningkatan / perbaikan / pembangunan rumah. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">Kelompok sasaran (<em>target group</em>) PLBPM adalah masyarakat pesisir yang sebagian besar meliputi nelayan dan pembudidaya ikan, serta masyarakat pesisir lainnya yang bermukim sebagai satu komunitas di kawasan pesisir dengan taraf ekonomi relatif lemah atau miskin, mempunyai kondisi lingkungan permukiman yang buruk, serta diutamakan berada pada kawasan yang mengalami permasalahan degradasi lingkungan pesisir. Kelompok sasaran tersebut bermukim pada satu <em>kawasan target group</em> yang berskala lingkungan, dengan luasan sekitar satu desa / kelurahan; atau dapat merupakan bagian dari desa / kelurahan. <br /><br />Dalam mekanisme anggaran program, DIPA PLBPM diturunkan langsung kepada masing-masing Kabupaten / Kota cq. Dinas Kelautan dan Perikanan. Penyaluran anggaran kepada desa / kelurahan lokasi target group dilakukan secara bertahap, dari KPPN ke dalam rekening bank setempat lembaga kemasyarakatan yang merupakan lembaga formal yang betul-betul dekat / mewakili target group serta mempunyai kredibilitas tanggungjawab yang dapat dipercaya. Dalam PP No.72 / 2005 tentang Desa, yang dimaksud dengan Lembaga Kemasyarakatan misalnya RT, RW, PKK, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau sebutan lain.<br /><br />Lembaga kemasyarakatan tersebut akan bertanggungjawab dalam pencairan / penggunaan / penyaluran dana untuk pelaksanaan kegiatan target group melalui pemberdayaan masyarakat. Mekanisme penyaluran dana dituangkan melalui SPK (Surat Perjanjian Kerja) antara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan lembaga kemasyarakatan.<br /><br /></span><span style="" lang="SV">Pelaksanaan program PLBPM secara keseluruhan dikendalikan agar mencapai esensi tujuannya melalui pembinaan / pembimbingan, pengarahan, pendampingan, pemantauan, dan evaluasi dari Pusat (Ditjen. KP3K) dan Daerah, baik dari Provinsi (melalui pelibatan peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi) maupun di Kabupaten / Kota bersangkutan (oleh Forum Koordinasi Teknis Daerah; Tenaga Ahli Pendamping; Tim Teknis Pengendali Daerah).<br /><br /></span><span style="" lang="NO-BOK">Pada tahun anggaran 2006, PLBPM telah dilaksanakan di 20 Kabupaten / Kota. Hasilnya menunjukkan adanya respon yang sangat positif dan mencerminkan tercapainya esensi tujuan pemberdayaan masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat pesisir telah didorong tumbuh. Berbagai bentuk sharing telah diberikan oleh masyarakat di seluruh daerah lokasi PLBPM, seperti berupa sumbangan material, tenaga kerja yang tidak diupah, dan lahan yang disediakan untuk pembangunan fasilitas umum. Di Kabupaten Serdang Bedagai misalnya, masyarakat secara swadaya membangun MCK dan melakukan renovasi rumah. Hal yang sama dilakukan oleh warga di Kabupaten Bengkalis yang berswadaya membangun jalan. Di Kota Bima warga merelakan tanahnya untuk pelebaran jalan. Di Kabupaten Ciamis, Jepara, dan Tegal masyarakat memberikan sumbangan material berupa semen, batu, dan pasir yang tidak sedikit nilainya, serta banyak lagi bentuk-bentuk sharing masyarakat di lokasi lainnya. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">Beberapa Daerah menunjukkan komitmennya terhadap kegiatan PLBPM dengan menyediakan anggaran pendamping. Dukungan juga diperoleh dari instansi lain seperti Kementerian Perumahan Rakyat, beberapa Dinas Teknis, serta lembaga / institusi yang berada di Daerah setempat berupa kolaborasi program yang diintegrasikan pelaksanaannya dengan lokasi PLBPM, seperti di Kab. Nunukan, Kab. Bengkalis, Kab. Ciamis, dan beberapa lagi di Kabupaten lainnya. Adanya berbagai bentuk partisipasi, sharing, kolaborasi, dan bahkan tindaklanjut pengembangan terhadap hasil-hasil PLBPM seperti itulah yang justru kita harapkan, sehingga pada saatnya pemberdayaan pengelolaan berjalan secara berkelanjutan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">Kita bersyukur bahwa pada tahun anggaran 2007 ini dapat melaksanakan kembali program PLBPM. Rasanya ada suatu tanggungjawab moril yang melekat, dan ada suatu kepuasan bathin yang tidak dapat dinilai secara materiil pada kita dalam melaksanakan program ini. Untuk tahun anggaran 2007, PLBPM dilaksanakan di 23 Kabupaten / Kota, yaitu 8 (delapan) Kabupaten / Kota merupakan lokasi baru; dan 15 (lima belas) Kabupaten / Kota merupakan lokasi tindaklanjut PLBPM tahun 2006. <br /><br />Pada Kabupaten / Kota lokasi tindaklanjut PLBPM tahun 2006, kegiatan diarahkan untuk menindaklanjuti komponen fisik yang masih belum selesai atau belum berfungsi atau belum dapat dimanfaatkan. </span><span style="" lang="SV">Misalnya, untuk melanjutkan pembangunan jalan lingkungan yang di tahun 2006 baru sebagian dibangun, padahal jalan tersebut semestinya baru dapat berfungsi apabila sudah dibangun seluruhnya. Atau misalnya, untuk melanjutkan kekurangan jumlah pembangunan / rehabilitasi rumah yang sudah dilakukan di tahun 2006. Kegiatan pembangunan fisik yang sifatnya baru juga dapat dipilih sejauh merupakan kebutuhan prioritas yang disepakati bersama oleh masyarakat target group.<br /><br />Selain diarahkan untuk menindaklanjuti kegiatan fisik, juga dilakukan pembinaan dalam rangka melembagakan keberlangsungan pemberdayaan masyarakat. Misalya, kegiatan yang ditujukan untuk penguatan kelembagaan / kelompok masyarakat, pembinaan motivator, penyuluhan masyarakat, penyusunan / penetapan suatu Peraturan Desa / Kelurahan mengenai pengelolaan PLBPM, dan lain-lainnya.<br /><br />Sejalan dengan itu, disusun desain tata ruang kawasan target group ke depan, serta bagaimana mengintegrasikannya dengan konsep tata ruang wilayah yang lebih luas, sehingga kawasan target group akan menjadi bagian dari proses pengembangan dan pembangunan wilayah Kabupaten / Kota. Desain atau konsep tersebut perlu dibicarakan bersama sejak penyusunannya pada tataran rembug desa / kelurahan. Bagaimana mengisinya, dibahas dalam Forum Koordinasi Teknis Daerah. Pada kesempatan tersebut diharapkan dapat digalang komitmen mengenai peran dan tanggung jawab masing masing pihak di Daerah Kabupaten / Kota, Provinsi, Kecamatan, Desa / Kelurahan, masyarakat target group, dan stakeholders terkait lain (investor / swasta) dalam pemeliharaan dan pengelolaan hasil PLBPM yang telah dibangun, termasuk pengembangannya. Komitmen dapat berupa sharing program, penganggaran pembangunan di Daerah, ataupun akomodasi hasil PLBPM ke dalam satu konsep / rencana pembangunan kawasan dengan dimensi yang lebih luas.<br /></span><span style="" lang="NO-BOK"> <br />Pelaksanaan PLBPM diharapkan memberikan dampak kemanfaatan terhadap empat hal, yaitu: <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(1) Tersedianya kesempatan kerja alternatif khususnya bagi masyarakat nelayan pesisir yang sementara waktu tidak dapat melaut akibat dampak kenaikan harga BBM ataupun pada saat cuaca buruk. Masyarakat dapat memperoleh upah kerja pada pekerjaan-pekerjaan fisik dalam pelaksanaan kegiatan PLBPM, seperti pembangunan rumah, infrastruktur lingkungan, dan penanaman mangrove; <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(2)</span><span style="font-size: 7pt;" lang="NO-BOK"> </span><span style="" lang="NO-BOK">Terciptanya kondisi lingkungan pesisir yang lebih baik dan mendukung bagi masyarakat pesisir untuk meningkatkan pendapatan dan kegiatan ekonominya, seperti dengan dibangunnya tambatan perahu, jalan lingkungan / jalan poros, sumber air bersih, listrik desa, dan rumah serbaguna.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(3)</span><span style="font-size: 7pt;" lang="NO-BOK"> </span><span style="" lang="NO-BOK">Pebaikan kondisi ekosistem pesisir yang mengalami degradasi, seperti dengan kegiatan penanaman mangrove, transplantasi karang, dan pembangunan talud untuk mengurangi abrasi pantai;</span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> </span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(4)</span><span style="font-size: 7pt;" lang="NO-BOK"> </span><span style="" lang="NO-BOK">Kegiatan ekonomi masyarakat pesisir yang meningkat dan secara tidak langsung akan masuk ke dalam mekanisme pertumbuhan ekonomi kawasan / wilayah. </span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">Pada akhirnya yang terpenting dan perlu kita garisbawahi, bahwa dalam membangun kawasan pesisir tentunya PLBPM tidak dapat berdiri sendiri dan perlu bersama-sama dengan kegiatan program sektor lain berintegrasi ke dalam satu kerangka program pembangunan ekonomi wilayah / Daerah. Oleh karena itu pembinaan keberlangsungan terhadap hasil kegiatan PLBPM yang telah dicapai sangat diperlukan. Diharapkan masing-masing pihak dapat mengambil peran dan tanggungjawabnya untuk itu, baik di Pusat maupun Daerah (Provinsi, Kabupaten / Kota, Kecamatan) serta Masyarakat bersangkutan (Desa / Kelurahan, Kelompok Masyarakat, Motivator). <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> <br /> <br /></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-76702462438309423792008-03-23T12:57:00.000-07:002008-03-23T22:58:03.005-07:00Budidaya Ikan dan Rumput Laut di Kepulauan Seribu Makin Berkembang<p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><span style="font-size: 10pt;">Sumber :</span> </span><span style="font-size: 10pt;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0703/ukm4.html</span><o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><b><span style="font-size: 13.5pt;"></span></b><st1:city st="on"><st1:place st="on"><span style="font-size: 10pt;">J<span style="font-size:100%;">AKARTA</span></span></st1:place></st1:City><span style="font-size: 10pt;"><span style="font-size:100%;"> – Gugusan pulau yang terletak di Jakarta Utara, ternyata menyimpan potensi usaha di bidang kelautan misalnya budidaya ikan dan rumput laut. Di Pulau Panggang yang masuk dalam Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, terdapat 20 kelompok petani yang membudidayakan rumput laut. <o:p></o:p><br /></span><br /><span style="font-size:100%;"> Hasil produksinya, menurut Kepala Suku Dinas Perikanan Pemkab Kepulauan Seribu, Sutrisno mencapai 100 kilogram hingga dua ton. Menurut salah seorang anggota Kelompok Petani, Amin (70) tahun kepada SH Selasa (15/6), dia membudidayakan rumput laut ini semenjak tujuh tahun belakangan ini atau dimulainya sekitar tahun 1997 lalu. </span><o:p></o:p><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Usaha budidaya rumput laut ini, menurutnya, sebagai pengganti usaha menangkap ikan apabila ikan yang ditangkap oleh nelayan sepi. “Kalau pencarian ikan sedang susah, ya kita punya usaha alternatif,” katanya. <o:p></o:p><br /><br />Kapasitas produksi rumput laut yang dibudidayakan mencapai satu kwintal atau 100 kilogram sekali panen. Dari bibit rumput laut hingga siap dipanen, hanya dipelihara selama empat bulan. </span></span><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE">T<span style="font-size:100%;">etapi itu tergantung dari kondisi perairan laut. “Apabila kondisi air laut bagus maka panen sekitar empat bulan. Tapi kalau sedang jelek bisa lebih dari empat bulan,” katanya.<o:p></o:p><br /></span><br /><span style="font-size:100%;"> Beberapa bulan belakangan ini, menurutnya, produksi rumput lautnya sangat sedikit, bahkan jauh di bawah kapasitas produksi normalnya yang mencapai satu kuintal karena kondisi air laut yang kurang baik.</span><o:p></o:p><br /><br /><span style="font-size:100%;"> “Kondisi air laut yang kurang bagus juga bisa disebabkan karena sampah yang bertebaran di laut maupun yang berasal dari warga pulau Panggang,” ungkapnya.<o:p></o:p></span></span></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;">Hasil panen rumput laut ini, dijual Amin hanya Rp 500-1000 per kg dalam kondisi basah sedangkan kalau kondisi kering bisa mencapai di kisaran Rp 4.000 – 5.000 per kg. Karena hasil budidaya rumput laut yang menurun belakangan ini, Amin terpaksa harus melaut atau menjadi nelayan tangkap.<o:p></o:p></span></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;">Di Perairan Pulau Panggang juga terdapat kompleks nelayan modern yang cukup luas milik Hendrik. Kompleks nelayan modern ini, membudidayakan ikan kerapu Macan dan Bebek yang harga ekspornya mencapai Rp 380.000 per kg untuk kerapu bebek dan Rp 180.000 untuk kerapu macan.</span><br /><br /><span style="font-size:130%;"><b style="">Keramba Apung</b><o:p></o:p></span></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;">Budidaya</span> <span style="font-size:100%;">ikan kerapu juga bisa ditemui di perairan Pulau Kelapa dan Harapan. Menurut pengamatan SH, sedikitnya ada sekitar 7-8 keramba apung di perairan kedua pulau ini. Ikan yang dibudidayakan juga tidak jauh berbeda dengan yang ada di perairan Pulau Panggang.</span></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Menurut Berry, salah seorang nelayan keramba apung, ikan yang dipeliharanya adalah jenis kerapu macan. Memelihara ikan kerapu macan ini membutuhkan waktu hingga setahun dari bibit berukuran dua hingga lima centimeter.</span><o:p></o:p><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Kapasitas produksinya untuk sekali panen, tambah Berry, mencapai satu kwintal. Untuk ikan kerapu macan yang dipeliharanya memang tidak diekspornya atau hanya untuk konsumsi pasar domestik saja. Namun, harga perkilogram-nya memang menggiurkan sebesar Rp 60.000 per kg.<o:p></o:p></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Bibit ikan kerapu macan, menurut Berry, didapatkan dari Bali seharga Rp 1.000-2.000 per centimeter. Ikan tersebut akan dijual setelah ukuran berat mencapai setengah hingga satu kilogram per ekor. Masa panen ikut kerapu macan, menurutnya, tergantung dari air lautnya juga. Apabila air lautnya mengandung banyak oksigen dan plankton yang menjadi pakan ikan, dalam jangka waktu 12 bulan ikan sudah siap panen. <o:p></o:p></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Sementara, budidaya rumput laut dan ikan kerapu ini, menurut Sutrisno —salah seorang nelayan— dikembangkan agar warga Kepulauan Seribu yang 70 persen notabene mata pencahariannya adalah nelayan bisa lebih maju. <o:p></o:p></span></span><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><br /></span></span><span style="font-size:100%;"><span style="font-size: 10pt;"><span style="font-size:100%;">Pernyataan </span><span style="font-size:100%;">senada juga disampaikan oleh Wakil Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Djoko Ramadha</span><span style="font-size:100%;">n. Pihaknya kini tengah mendorong warga untuk mengembangkan sea farming atau pertanian laut. <o:p></o:p></span></span></span><br /><span style="font-size: 10pt;"><br /><span style="font-size:100%;"> Sea farming ini menurut Djoko, berupa budidaya rumput laut dan budidayaiIkan dalam keramba apung maupun keramba tancap. Konsep sea farming ini sendiri menurutnya dikembangkan karena potensi perairan Kepulauan Seribu yang sangat mendukung konsep ini.<o:p></o:p></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Pelaksanaan konsep sea farming ini sendiri, menurut Djoko, jug akan dikembangkan di Pulau Semak Daun yang letaknya tidak berjauhan dengan Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Mengapa dipilih pulau Semak Daun, menurutnya, karena Pulau Semak Daun. Luas pulaunya hanya setengah hektar namun perairan sekitarnya dangkal atau lebih dikenal dengan daerah gosong yang sangat luas yaitu sekitar 315 hektare.<o:p></o:p><br /><br />Pemkab Kepulauan Seribu sendiri,menurutnya, tengah mengkaji perairan pulau Semak Daun untuk kelayakan budidaya rumput laut dan ikan kerapu. “Kami tengah mengkaji,” kata Djoko.</span><br /><b>(SH/thomas bernadus)</b></span></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-88103638191164003212008-03-22T01:35:00.000-07:002008-03-25T01:40:04.207-07:00Perkebunan<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://www.papua.go.id/content.php/id/338</span><br /><br />Kabupaten Boven Digoel memiliki lahan yang sesuai untuk beberapa komoditi unggulan saat ini adalah tanaman kelapa sawit dan karet.</span> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Luas lahan yang telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit kurang lebih 33.000 Ha yang telah berproduksi telah di antarpulaukan berupa CPO ( Crude PalmOil )</span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><br />Luas Tanaman Karet 1.531 Ha, telah menghasilkan RSS dan Lateks beku yang dijual kepada pengusaha pengumpul dan juga dijual ke negara tetanga Papua New Guinea. Berdasarkan hasil analisis zona agro ekologi dan arahan pengembangan komoditas pertanian utama, Kabupaten Boven Digoel dikelompokkan menjadi zona budi daya pertanian dan zona non budidaya </span><span style="font-size:100%;">terdiri dari 4 subzona pengembangan, yaitu subzona pengembangan Perkebunan Rakyat ( PR ), subzona pengembangan Perkebunan Besar ( PB ), subsona pengembangan Perkebunan Alternatif (PA), dan sub zona Tanaman Pangan dan hortirkultura ( TP ), sedangkan zona nonbudidaya merupan Konservasi. Pengelompokan masing-masing zona dan tipe pengembangan serta alternatif komonitasnya adalah sebagai berikut :</span></div><div style="text-align: justify;"> </div><ul style="font-family: arial; text-align: justify;"><li> <div style="margin-left: 54pt; text-indent: -18pt;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Subzona Pengembangan Perkebunan Rakyat ( PR ), yaitu zona yang berdasarkan daya dukung lahannya berpotensi untuk perkembangan perkebunan rakyat, dibedakan menjadi :* </span><span style="font-size:100%;">PR 1, yaitu subzona pengembangan Perkebunan Rakyat dengan alternatif kelompok komoditas tanaman perkebunan dataran rendah beriklim basah, meliputi komoditas karet, kopi robusta, kakao, vanili, cengkeh, dan ladah. Penyebarannya di Distri Jair seluas 177.122 ha atau 7,13%, Distrik Kouh seluas 406.477 ha atau 16,37%, Distrik Mandobo seluas 386. 837 ha atau 15,58%, Distrik Mindiptana seluas 292.888 ha atau 11,79%, dan Disrik Waropko seluas 129.755 ha atau 5,23%.</span><span style="font-size:100%;">Subzona Pengembangan Perkebunan Besar ( PB ), yaitu zona yang Berdasarkan daya dukung lahannya berpotensi untuk pengembangan perkebunan skala besar ( estate / plantation ), dibedakan menjadi </span></div></li><li><div style="margin-left: 54pt; text-indent: -18pt;" align="justify"><span style="font-size:100%;">PB2, yaitu subzona pengembangan perkebunan besar dengan alternatetif komoditasnya adalah kelompok tanaman perkebunan dataran rendah beriklim kering, yaitu : kapas dan tembakau. Penyebarannya terdapat di Distrik Jair seluas 193.851 ha atau 7,81%. Distri Kouh seluas 40.487 ha atau 1,63% Distrik mandobo seluas 128.445 ha atau 5,17%, dan Distrik Mindiptana seluas 52.505 ha atau 2,11%.<span style="font-weight: normal; font-style: normal;"></span></span></div></li><li><div style="margin-top: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 36pt;" align="justify"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: normal; font-style: normal;"></span></span><span style="font-size:100%;">PB 4, yaitu subzona pengembangan Perkebunan Besar dengan alternatif komoditasnya adalah kelompok tanaman perkebunan dataran rendah beriklim basah, yaitu : tanaman kelapa sawit. Penyebarannya terdapat di Distrik Jair seluas 3.178 ha atau 0,13%, Distrik Mindiptana seluas 10.369 ha atau 2,11%.</span><div style="margin-left: 54pt; text-indent: -18pt;" align="justify"><span style="font-size:100%;"> <strong>Sumber : Data Potensi Kab. Digoel 2007</strong></span></div></div></li></ul>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-30088204749300626432008-03-15T23:50:00.000-07:002008-03-25T00:04:06.773-07:00<h4 style="text-align: justify; font-family: arial;" class="judul"><span style="font-size:100%;">Dinas Perikanan Sumut Bentuk Pokja Rumput Laut</span></h4><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> <span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><span class="tanggalberita">Tanggal : 15 Maret 2008 </span><br />Sumber : http://www.medanbisnisonline.com/rubrik.php?p=111993&more=1</span><br /><br /><b>MedanBisnis </b>– Medan<br />Untuk mempercepat pengembangan usaha budidaya rumput laut di Sumatera Utara (Sumut), Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumut bersama pengusaha dan petani rumput laut membentuk kelompok kerja (pokja) rumput laut. Pokja ini diharapkan dapat mensinergikan pengembangan budidaya rumput laut di beberapa daerah di Sumut.<br /><a name="more111993"></a><br />“Melalui Pokja ini kita berharap kegiatan usaha budidaya rumput laut di sejumlah daerah di Sumut dapat disinergikan dengan baik,” ujar Koordinator Pokja Rumput Laut Propinsi Sumatera Utara Ir Robert Napitupulu kepada MedanBisnis, usai penutupan acara workshop tentang rumput laut di Hotel Antares Medan, Jumat (14/3).<br /><br />Menurut Robert, yang juga Kasubdin Bina Produksi Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut itu, sejak tahun 2005 usaha budidaya rumput laut sudah diperkenalkan kepada masyarakat Sumut. Selain untuk rehabilitasi terumbu karang di pantai, rumput laut juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah pesisir.<br /><br />Karena usaha budidaya rumput laut dapat menjadi sumber pendapatan alternatif bagi nelayan. “Di Sumut pengembangan usaha rumput laut itu antara lain melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap-red), BRR juga punya program dan sejumlah LSM. Namun untuk mempercepat usaha pengembangan rumput laut ini, dianggap perlu adanya koordinasi yang baik antara instansi dan lembaga-lembaga ini dan lahirnya Pokja rumput laut sebagai wadahnya,” jelasnya.<br /><br />Senada dengan itu, Sekretaris Pokja yang juga pengusaha rumput laut Dewi Sartika menambahkan, hadirnya Pokja ini juga untuk mengantisipasi terjadinya tumpang tindih pelaksanaan program budidaya rumput laut seperti yang terjadi selama ini. “Jadi jangan sampai ada lagi, satu kelompok mendapatkan bantuan lebih dari satu instansi atau lembaga. Karena itu kan mubazir, yang seharusnya dapat digunakan untuk pembinaan di kelompok lainnya,” jelasnya. Tentang perkembangan usaha budidaya rumput laut di Sumut, dijelaskannya mengalami perkembangan yang lumayan baik. Disebutkan, tahun 2005 Sumut masih mengimpor bibit rumput laut dari Sulawesi sebanyak 2,6 ton. “Ketika itu jumlah tersebut tidak cukup untuk dibagikan kepada masyarakat di Nias, Nias Selatan dan Tapteng. Namun saat ini kita sudah berhasil memperbanyaknya dan bibit tersebut sudah digunakan di seluruh daerah tersebut,” tambahnya.</span> </div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-39044945081146071972008-03-12T12:19:00.000-07:002008-03-23T22:19:57.533-07:00Australia danai pengembangan potensi laut<p style="font-family: arial; text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 12 Maret 2008<o:p></o:p><br />Sumber : http://www.indomedia.com/poskup/2008/03/14/edisi14/bisnis.htm</span></span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><b><o:p></o:p></b><st1:country-region st="on"></st1:country-region>KUPANG, PK - Pemerintah <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Australia</st1:country-region></st1:place> melalui PT AMSAT dan LoTech Aquaculture akan mendanai kegiatan pengembangan potensi laut di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao. Perusahaan tersebut akan melirik <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:city></st1:place> komoditi utama.<o:p></o:p><br /><br />Pimpinan PT AMSAT, Jim Travers dan Pimpinan Lo Tech LTD, Graeme Dobson mengatakan hal ini kepada wartawan di Hotel Kristal Kupang, Rabu ( 12/3/2008). Travers menjelaskan, kehadiran mereka di NTT paling tidak akan mencakup beberapa kebutuhan penting, yakni pembangunan kapasitas dan meningkatkan pendapatan petani di pedesaan terutama pada wilayah pesisir.<o:p></o:p><br /><br />Kehadiran pihak Australia adalah memberikan alternatif baru bagi masyarakat pesisir. Artinya, kata dia, warga pesisir akan mendapat peluang lain berusaha selain pekerjaan tetap. Contohnya, seorang nelayan pasti tidak dapat melaut pada musim hujan. Karena itu mereka harus diberi pekerjaan lain.<o:p></o:p><br /><br />Perusahaan asal Australia itu nantinya akan mengembangkan lima komoditi utama, yakni budidaya rumput laut, budidaya kepiting, tripang, spongs dan duri landak. "Khusus untuk spongs, merupakan salah satu komoditi yang tidak pernah dilirik selama ini. Spongs hidup di laut NTT dengan kualitas sangat baik sehingga perlu untuk dibudidayakan," ujarnya.<o:p></o:p><br /><br />Hal-hal yang akan dibuat pihak Australia tersebut akan dimulai dengan uji coba budidaya potensi laut, mengembangkan teknologi sederhana, membangun organisasi sosial seperti membuat koperasi, dan membangun sistim jaringan.</span></p><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;font-family:arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Teknologi sederhana yang dikembangkan bagi masyarakat pesisir itu pun harus benar teruji dengan baik. Selanjutnya, harus kelanjutannya. Artinya, saat menjual hasil budidaya kepiting, masyarakat sebaiknya jangan menjual semua setelah panen tetapi tetap menyimpan sebagian agar kepiting tersebut bisa bertelur kembali.<o:p></o:p><br /><br />Di sisi lain, selama mengembangkan kegiatan itu, pihak PT AMSAT juga tetap melibat dinas terkait. Selama ini, cukup banyak potensi di lingkungan dinas tetapi belum dimanfaatkan sepenuhnya. Pihaknya, sudah menjalin kerja sama dengan Dinas Perikanan Kabupaten dan BPPT.<o:p></o:p><br /><br />Travers yang didampingi Koordinator Proyek di NTT, Gerson Thom Therik, menjelaskan, kegiatan yang berlangsung sekarang ini sudah dirintis sejak satu tahun lalu Selama ini, pihaknya sengaja melakukan berbagai ujicoba di lapangan sebelum menetapkan pilihan kegiatan. <o:p></o:p><br /><br />Kegiatan tersebut termasuk pembentukan koperasi yang diberi nama, Tiatasi di Pepela, Rote ternyata telah memberi dampak yang baik. Salah satu badan dunia, Pensa sempat mengunjungi pengurus koperasi Tiatasi dengan hasil penilaian termasuk baik.<o:p></o:p><br /><br />Di antara sejumlah kegiatan itu, kata Travers, pihak PT AMSAT juga akan mengembangkan apa yang disebut sebagai sekolah pantai. Sekolah pantai terbeda dengan sekolah formal yang ada selama ini. Sekolah pantai akan diberikan kepada masyararakat di sekitar lokasi proyek. <o:p></o:p><br /><br />Cara memberi pelajaran pun dengan menggunakan alat praga seperti video dan lain sebagainya. Materi yang disajikan dalam sekolah pantai tersebut, yakni informasi umum mengenai komoditi yang menjadi target proyek, penyajian menyangkut teknik budidaya sampai kepada pasca panen dan penyiapan ekspor, upaya memelihara sumberdaya laut, informasi pembangunan kelautan, informasi berupa hiburan yang berhubungan dengan berbagai biota laut dan kepentingan bagi manusia serta lingkungan.<o:p></o:p></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-64720690565888127532008-03-11T02:40:00.000-07:002008-03-27T02:42:01.714-07:00DONGKRAK EKONOMI MASYARAKAT, MANFAATKAN HASIL LAUT<p style="font-family: arial; text-align: justify;" class="newscontent2"> <span style="font-size:100%;color:#cc0000;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 11 Maret 2008<br />Sumber : http://www.jatim.go.id/news.php?id=16745&t=010705</span><br /></span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;" class="newscontent2"><span style="font-size:100%;color:#cc0000;"><br /></span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;" class="newscontent2"><span style="font-size:100%;color:#cc0000;">Pemanfaatan hasil laut melalui sentra industri harus terus dikembangkan dan ditingkatkan untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. Camat Ra’as, Fatah Zamani S.Sos mengatakan hal tersebut di hadapan 30 peserta dari Desa Alas Malang, Brakas dan Desa Poteran, pada acara Pelatihan Pembuatan Souvenir Kerang Laut, di Balai Desa Poteran, Jum’at (07/03) lalu. </span> </p><hr style="height: 3px; font-family: arial; margin-left: 0px; margin-right: 0px;font-size:78%;color:#cc0000;" noshade="noshade" width="200"><p style="font-family: arial; text-align: justify;" class="newscontent2"><span style="font-size:100%;"> Pemanfaatan hasil laut melalui sentra industri harus terus dikembangkan dan ditingkatkan untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. Camat Ra’as, Fatah Zamani S.Sos mengatakan hal tersebut di hadapan 30 peserta dari Desa Alas Malang, Brakas dan Desa Poteran, pada acara Pelatihan Pembuatan Souvenir Kerang Laut, di Balai Desa Poteran, Jum’at (07/03) lalu.<br /><br />Kepada seluruh peserta pelatihan, Camat berharap agar seluruh peserta mampu menarik manfaat dengan adanya pelatihan ini. Tujuannya tentu untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat Kecamatan Ra’as pada umumnya, dan secara khusus di masing-masing Desa.<br /><br />Sebagai produk unggulan di Kecamatan Ra’as, kerajinan kerang laut merupakan potensi daerah yang harus dioptimalkan. Sebab, pangsa pasar untuk kerajinan kerang laut di beberapa daerah, utamanya di pulau Bali sangat menjanjikan, dan sangat diminati oleh turis-turis lokal dan mancanegara. Selain itu, pelatihan tersebut juga bertujuan untuk memperluas lapangan kerja bagi masyarakat, sebagai nilai tambah demi kesejahteraan bersama.<br /><br />Sehari sebelumnya, di Balai Desa Jungkat, Camat Ra’as juga telah membuka secara resmi pelatihan pembuatan kerupuk tripang. Sebanyak 30 orang peserta mengikuti pelatihan tersebut. ( JuP-29, Esha ) </span> </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-73919422304325227342008-03-02T17:19:00.000-08:002008-03-24T03:20:34.652-07:00Akselerasi Pesisir dengan Leverage MDGs<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 02 March 2008</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><br /></span><span style="font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Sumber : http://bekasipos.com/content/view/56/61/</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><br /></span><span style="font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Oleh : <span class="small"> Irman Idrus & Andi Muh. Zulkarnain </span> </span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Mengakselerasi pembangunan di wilayah pesisir adalah suatu keniscayaan. Kawasan yang sesunguhnya sarat dengan potensi sumberdaya alam ini, seolah terseok ditengah deru pembangunan bangsa. Mengapa dan bagaimana sesunguhnya rona wilayah pesisir kita, ditengah paradoks pengakuan dunia iternasional yang mengaklamasi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah pesisir menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Sebelum diundangkannya UU No. 27 ini pada bulan Juni Tahun 2007, wilayah pesisir dianalogkan sebagai kawasan ’tak bertuan’. Ketiadaan basis hukum yang jelas dalam pengaturannya, menjadikan wilayah pesisir dan sumberdaya alamnya bebas dimanfaatkan dengan beragam perencanaan berdasarakan persepsi dan interpertasi legalistik masing-masing pihak yang memiliki kepentingan (stakeholders). </span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Besarnya potensi sumberdaya pesisir telah mendorong berbagai stakeholder seperti instansi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk meregulasi dan memanfaatkannya. Para stakeholders menyusun perencanaannya masing-masing tanpa mempertimbangkan perencanaan yang disusun pihak lain. Hasilnya dapat dengan mudah dibayangkan, rona wilayah pesisir diwarnai dengan tumpang tindihnya perencanaan. Dampak yang kemudian terjadi di hampir seluruh wilayah-wilayah pesisir Indonesia adalah belangsungnya kompetisi dan konflik pemanfataan ruang dan sumberdaya pesisir.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Sejumlah kajian dan kondisi-kondisi faktual yang terbangun di lapangan mengetangahkan ketertinggalan wilayah pesisir pada semua aspek pembangunan. Faktor mendasar yang tidak bisa dilepaskan atas kondisi tersebut terkait kebijakan makro pembangunan. Upaya membangun wilayah pesisir harus berhadapan pada kenyataan pahit bahwa selama tiga dasawarsa pembangunan sebelumnya, kawasan pesisir laut Indonesia bukanlah salah satu prioritas yang harus dikembangkan. Pemerintahan orde baru kala itu mengorientasikan kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang berfokus daratan (terrestial oriented).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Ketidak-berpihakan kebijakan pembangunan telah menyulap wilayah-wilayah pesisir di Indoensia menjadi kawasan tertinggal dan secara struktural telah memiskinan masyarakat pemukimnya. Kondisi faktual mengetangahkan rona wilayah pesisir yang mengalami ketersisolasian akses, infrastruktur sosial ekonomi yang minim dan tidak memadai, kualitas sumbedaya manusia yang rendah, serta berlangsungnya eksploitasi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan tanpa kendali. </span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Dalam konteks sosial dan ekonomi, karena ketiadaan akses untuk mendapatkan bantuan keuangan sebagai modal usaha, memaksa keluarga-keluarga nelayan masuk dalam jerat sosial ekonomi yang diberlakukan oleh para pemodal atau tengkulak. Pada kondisi yang lain, hasil-hasil produksi nelayan senantiasa akan berhadapan dengan rendahnya kualitas dan kuantitas produksi yang tidak sustain. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat-alat produksi, infrastruktur sosial ekonomi yang tidak memadai, sampai pada lemahnya akses informasi. Di samping itu, rendahnya kualitas sumberdaya manusia bermuara pada ketidak-mampuan mereka dalam pengembangan dan penguasaan alat-alat produksi yang lebih modern. Para nelayan penangkap ikan misalnya, dengan sarana kapal yang tradisonal hanya mampu untuk menjangkau wilayah-wilayah penangkapan ikan perairan secara terbatas. Pada kondisi semacam ini nilai tawar dan kualitas hidup para nelayan serta keluarga-keluarga pemukim wilayah pesisir berada pada titik terendah.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Wilayah pesisir yang oleh banyak pihak kemudian dibeli sebagai kantong-kantong kemiskinan, juga didera oleh ancaman deplesi (kehilangan) dan degradasi kualitas sumberdaya alam. Fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa usaha eksploitasi sumber daya ikan meningkat dengan pesat, sehingga terjadi over fishing di sejumlah lokasi perairan. Meluasnya tindak Destructive dan Illegal Fishing (Illegal Unreported and Unregulated Fishing/IUUF) di sebagian besar wilayah perairan Indonesia, menjadi gejala yang semakin memperparah dan melebarkan ancaman deplesi sumberdaya alam. Seiring dengan itu, laju degradasi ekosistem pesisir laut lainnya, seperti terumbu karang dan hutan mangrove juga terjadi secara eksponensial akibat tindak eksploitatif tanpa kendali.<br /><br /></span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><strong>MDGs sebagai Leverage<br /><br /></strong></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Tidak sekedar peningkatan apresiasi dan political will yang diharapkan dapat mengangkat wilayah pesisir dari ketertinggalan pembangunan dan carut-marutnya kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Dibutuhkan faktor pengubah yang tidak hanya efektif dan strategis, tetapi juga applicable. Dibutuhkan semacam leverage factor (daya ungkit) sebagai domain akseleratornya. Leverage factor dalam konteks ini diartikan memilih suatu pendekatan atau cara tertentu untuk mengangkat beban pembangunan wilayah pesisir yang jauh lebih berat, dengan bobot usaha yang sama bahkan lebih kecil dari biasanya. </span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Sesuguhnya sejak Tahun 2000 sebuah konsesus Internasional telah dibangun melalui badan dunia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). MDGs atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah serangkaian tujuan yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam KTT Milenium PBB pada bulan September 2000. MDGs merupakan komitmen bersama antara bangsa-bangsa untuk pengembangan visi pembangunan sampai Tahun 2015, sehingga dikenal sebagai MDGs 2015 dengan 8 tujuan pembangunan milenium, yakni:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan </span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua</span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan </span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >4. Menurunkan angka kematian anak</span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >5. Meningkatkan kesehatan ibu </span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya </span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >7. Menjamin pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan</span><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >8. Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Esensi dari MDGs 2015 ini adalah komitmen komunitas intenasional untuk secara kuat mempromosikan pembangunan manusia sebagai kunci dalam mencapai pengembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan global. Dalam kerangka tersebut MDGs mendorong pemerintah, lembaga donor dan organisasi masyarakat sipil di manapun untuk mengorientasikan kembali kerja-kerja mereka untuk mencapai target-target pembangunan yang spesifik ke dalam 8 tujuan pembangunan milenium sampai 2015.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Pada tataran praktis sesuai amanat konsensus MDGs, maka negara-negara kaya termasuk lembaga-lembaga donor akan membantu negara-negara miskin dan negara-negara yang sedang berkembang dalam pencapaian 8 tujuan MDGs 2015 dan target-targetnya. Negara-negara Uni Eropa dalam hal ini telah membuat kesepakatan untuk mengeluarkan 0,7 persen dari pendapatan kotor nasionalnya sebagai bantuan kepada negara-negara miskin dan negara berkembang hingga tahun 2015 mendatang. Demikian pula lembaga-lembaga donor iternasional yang kemudian mereform skim bantuannya pada fokus-fokus pencapaian target-trget MDGs. </span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Komitmen internasional atas konsesus MDGs tersebut, menjadi frasa penting yang harus dimanfaatkan sebagai leverage dalam mengakeselerasi pembangunan wilayah pesisir. Proses inisiatif untuk mendorong frasa penting ini, yakni dengan mengintroduksi atau mengitegrasikan kebijakan dan arah pembangunan wilayah pesisir untuk mencapai target-target MDGs. Inisiatif politis tersebut akan mendorong semua sektor dan pelaku-pelaku pembangunan di tingkat lokal untuk bekerjasama, dan pada sisi lainnya mendorong munculnya dukungan-dukungan komunitas internasional (global) untuk bermitra dalam pencapaian tujuan dan target-target MDGs.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Me-leverage upaya-upaya pembangunan wilayah pesisir dalam isu-isu MDGs (diistilahkan sebagai MDGs Pesisir), berarti membagi beban dan tanggung jawab bersama komunitas internasional. Langkah ini sebagai proses untuk membuka ruang sekaligus jalan bagi semua pelaku-pelaku pembangunan untuk berkerjasama dan bermitra dalam pembangunan wilayah pesisir. Pada tataran praktis, akan didapatkan banyak dukungan dari berbagai negara dan lembaga-lembaga donor untuk membantu pembiayaan pembangunan wilayah pesisir, berdasarkan isu dan frame MDGs. (DFW/ISLA-UH).</span><br /></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-74422101093927163362008-02-13T14:08:00.000-08:002008-03-24T00:08:39.078-07:00Nelayan Nganggur Beralih Profesi<p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" ><span class="titlenews2">Tanggal : 13 Februari 2008<o:p></o:p><br />Sumber : <a href="http://www.beritabali.com/?reg=&kat=ekbis&s=news&id=200802130011">http://www.beritabali.com/?reg=&kat=ekbis&s=news&id=200802130011</a><o:p></o:p></span><br /></span><br /><br /><b>Kusamba</b>, Angin kencang yang mengakibatkan tingginya gelombang di sejumlah pantai di <st1:place st="on">Bali</st1:place><br /><br />Meskipun demikian, saat musim angin kencang seperti sekarang ini, tidak sedikit nelayan yang masih takut untuk melaut. Jika pada musim-musim biasa, ada 125 nelayan yang melaut, kini hanya ada 20 nelayan saja yang melaut.<br /><br />Mereka yang tidak melaut, lebih memilih menjadi buruh bangunan atau buruh tani untuk menghidupi keluarganya. Salah satu nelayan yang enggan menyebutkan namanya, mengaku enggan melaut mengingat hasil tangkapan pada musim gelombang seperti sekarang ini, tidak banyak.<br /><br />“Buat apa melaut di musim seperti ini? Hasilnya juga tidak sesuai dengan biaya BBM. Selain itu, bahaya juga melaut sekarang ini,” ujarnya kepada Beritabali.com, Rabu (13/2).<br /><br />Sementara itu, salah satu nelayan asal Desa Negari, Made Mudra mengaku, tetap melaut karena dirinya tidak memiliki keahlian lain selain nelayan.<br /><br />“Saya cuman bisa melaut saja. Kalau mau usaha yang lain, saya <st1:place st="on"><st1:state st="on">kan</st1:State></st1:place> tidak punya kemampuan. Kalau tidak melaut, siapa yang mau ngasih keluarga saya makan?” keluhnya. (psk)</span> berimbas pada mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Tak hayal, kondisi ini memaksa para nelayan Pantai Kusamba, Klungkung memilih untuk menekuni pekerjaan lain sambil menunggu musim angin kencang berlalu. </p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-28193769101889065262008-01-22T10:10:00.000-08:002008-03-24T20:10:42.340-07:00USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG<h2 style="font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255); text-align: justify;"><span style="font-family: arial;font-size:85%;" ><span style="font-weight: normal;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family: arial;">Tanggal : 22 Januari 2008</span><span style="font-weight: bold; font-family: arial;"></span></span>Sumber : </span><span style="font-size: 12pt; font-weight: normal;">http://ikanmania.wordpress.com/category/bisnis/ikan-bandeng/</span></span></h2><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asing bagi masyarakat. Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya hewan ini mula-mula merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut. Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi pantai. Bandeng merupakan hewan air yang bandel, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. <span style="" lang="DE">Jika dikelola dengan sistim yang lebih intensif produktivitas bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="DE">Dari aspek konsumsi bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. </span>Bandeng presto, bandeng asap, otak-otak adalah beberapa produk bandeng olahan yang dapat dijumpai dengan mudah di supermarket. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng meningkat dengan 6,33% rata-rata per tahun, tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82%.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Budidaya bandeng tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air kotor maupun bau amis. Pemeliharaan bandeng yang sehat mensyaratkan air dan tambak yang bersih serta tidak tercemar.</span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-48109617880823546772007-12-19T01:40:00.000-08:002008-03-25T01:59:36.758-07:00Komoditas Pertanian yang Potensial untuk Dikembangkan di Bangka Belitung<p style="font-family: arial; text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-size:85%;">Tanggal : 19 Desember 2007<br />Sumber : http://www.bangkatengahkab.go.id/artikel.php?id_artikel=10<br /></span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><br />Sebagai Negara Kepulauan yang besar, Indonesia memiliki keluasan daratan yang mencapai sekitar 188,20 juta hektar. Lebih dari 50% atau sekitar 100,80 juta hektar lahan tersebut telah dikembangkan sebagai lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama rakyatnya sehingga Indonesia pun lebih dikenal dengan Negara Agraris (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Setiap wilayah propinsi telah dikembangkan dengan penanaman komoditas pertanian yang unggul sekaligus sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) propinsi serta dapat tumbuh dengan optimal di lahan-lahan wilayah tersebut. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang telah lama berperan sebagai wilayah yang turut menyumbangkan devisa kepada Negara melalui sektor pertanian walaupun baru berusia 7 tahun. Jauh sebelum berstatus sebuah propinsi, komoditas andalannya, “The Muntok White Pepper”, telah lama dikenal pasar lada internasional sebagai salah satu komoditas tanaman rempah-rempah yang membawa nama Indonesia ke pentas perdagangan rempah-rempah dunia. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Selain tanaman lada, Bangka Belitung juga turut andil sebagai penghasil kelapa sawit dan karet. Walaupun masih belum mengalami peningkatan pada setiap tahun ekspor, sejak tahun 2005 ketiga komoditas pertanian utama ini selalu menunjukkan angka volume dan nilai ekspor yang signifikan (Tabel 1.). Data tersebut mengilustrasikan bahwa antusiasme masyarakat, kalangan industri pertanian dan pemerintah daerah masyarakat masih tinggi untuk tetap mengutamakan pertanian sebagai sektor yang menjanjikan bagi sumber mata pencaharian kehidupan, sekaligus sebagai sektor industri yang masih mampu memberikan keuntungan dan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berarti di samping sektor pertambangan timah. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><img src="http://www.bangkatengahkab.go.id/images/content/pic_tbl1_400.jpg" alt="pic_tbl1_400" title="pic_tbl1_400" align="middle" height="139" width="400" /> </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Di tengah banyaknya masyarakat yang beralih pada penambangan timah inkonvensional (TI) sejak beberapa tahun silam, komoditas pertanian, khususnya lada, tetap masih bisa menyumbangkan bagian persentase yang besar dalam PAD Bangka Belitung. Walaupun harga lada tidak setinggi di saat masa kejayaannya, masyarakat masih mampu berpikir bijak dan mengambil keputusan yang tepat untuk tetap mempertahankan komoditas ini. Pemerintah daerah pun, melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Bangka Belitung, telah berkolaborasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bangka Belitung dalam mengembangkan inovasi teknologi penanaman lada terutama pengadaan bibit lada yang bebas penyakit untuk mencegah penyebaran penyakit kuning (sebagai penyakit utama tanaman lada di Bangka Belitung) serta pengembangan lada dengan panjatan hidup untuk mengurangi biaya produksi. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Tanaman kelapa sawit juga telah berperan aktif sebagai penyumbang bagi PAD Bangka Belitung. Beberapa perusahaan perkebunan swasta yang bergerak di bidang industri kelapa sawit telah lama berkiprah sebagai penyerap tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar perkebunan dan sekaligus sebagai sumber pemasukan pendapatan bagi pemerintah daerah setempat. Sampai tahun 2007 ini, Bangka Belitung telah mampu menembus pasar internasional untuk mengekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke Vietnam, Malaysia, dan India. Program-program yang mengarahkan pada pengembangan komoditas ini juga sudah mulai diluncurkan oleh pemerintah daerah, seperti pengadaan bibit kelapa sawit yang berkualitas dari luar Bangka Belitung untuk petani, contohnya dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan serta peningkatan keterampilan dan kualitas petani melalui pembentukan kelompok tani mandiri. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Perhatian pemerintah daerah juga mulai tercurahkan untuk pengembangan tanaman karet. Baru-baru ini Pemerintah Bangka Tengah melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanannya telah meluncurkan suatu program pembagian sejuta bibit tanaman karet kepada masyarakat yang berkeinginan mengusahakan tanaman ini tetapi mengalami kesulitan permodalan awal. Masyarakat juga mulai perlahan-lahan beralih konsentrasi pada tanaman penghasil getah ini karena harganya pun telah menggiurkan dan bisa diharapkan sebagai alternatif mata pencaharian pengganti andaikan pendapatan dari penambangan timah yang sudah mulai berkurang. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri pertanian dan pengolahan hasil pertanian untuk mendirikan pabrik pengolahan getah karet seperti di Desa Petaling untuk dikembangkan di wilayah lain di Bangka Belitung. Selain ketiga komoditas utama tersebut, tidak sedikit juga masyarakat yang telah mengusahakan tanaman pertanian lainnya. Walaupun belum bisa memenuhi permintaan pasar lokal untuk konsumsi masyarakat Bangka Belitung, tanaman sayur-mayur dan buah-buahan lokal telah banyak dikembangkan oleh masyarakat petani dan ini dapat membantu mengurangi volume impor kedua komoditas tersebut dari luar Bangka Belitung. Bahkan Bangka Belitung telah memiliki kawasan yang dijadikan lumbung beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di pasar lokal sekaligus meminimalisir volume impor dari luar propinsi. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">BPTP Bangka Belitung telah mengembangkan inovasi pengusahaan tanaman sayuran di lahan bekas tambang yang telah dipulihkan kembali tingkat kesuburannya. Tanaman buah lokal, terutama jeruk, telah banyak dikembangkan di berbagai wilayah di Bangka Belitung. Sebagai produsen utama beras di Bangka Belitung, pemerintah daerah telah mencanangkan Desa Rias di Kabupaten Bangka Selatan sebagai pusat lumbung beras karena tingkat kesesuaian lahan di sana memang lebih cocok untuk pengembangan tanaman padi. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Komoditas lain yang juga potensial untuk dikembangkan di Bumi Serumpun Sebalai ini adalah kelapa, jarak pagar dan buah naga. Sekiranya masyarakat, kalangan industri dan pemerintah daerah mampu mengadopsi inovasi teknologi pengolahan virgin coconut oil (VCO) (minyak kelapa murni yang merupakan produk hilir multi khasiat dari buah kelapa) yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), tentu saja tanaman kelapa yang berderetan tumbuh di sepanjang pesisir pantai Bangka Belitung ini dapat ditingkatkan nilai ekonominya. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Untuk pengembangan tanaman jarak pagar di Bangka Belitung, pada tahun 2006 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP) telah memetakan sekitar 156.319 hektar lahan di Bangka Belitung ini yang potensial untuk penanaman komoditas biodiesel ini. Perhatian pemerintah daerah dan kalangan peneliti akademisi pun sudah begitu besar. Belum lama ini Pemerintah Kabupaten Bangka telah menjalin kerja sama dengan PT Timah Tbk, Universitas Bangka Belitung (UBB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk penelitian dan pengembangan tanaman ini. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Walaupun belum ada bukti konkrit di lapangan di Bangka Belitung dalam pengembangan tanaman buah naga, tetapi tanaman buah berkhasiat tinggi ini telah banyak dikembangkan di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bukan tidak mungkin jika suatu saat tanaman ini potensial untuk dikembangkan secara optimal di lahan pesisir pantai seperti yang dikembangkan di Pantai Glagah Sari, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan tanaman ini juga potensial untuk dikembangkan di atas lahan bekas tambang yang telah diolah dengan bahan organik, seperti keberhasilan pengembangan tanaman ini di lahan bekas penambangan timah di beberapa negeri di Malaysia. </span></p><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;">Begitu besar potensi pengembangan pertanian di propinsi ini yang dapat terus ditingkatkan. Dengan ditopang dan dikompilasikan dengan pengembangan sektor-sektor potensial lainnya, seperti sektor perikanan, perindustrian dan pariwisata, peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat akan dapat terselamatkan dari kekhawatiran sulitnya sumber mata pencaharian pasca berkurangnya timah. Pencapaian cita-cita untuk memakmurkan kehidupan masyarakat pada pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung ini hanya akan dapat terwujud apabila pengelolaan berbagai sektor potensial tersebut senantiasa dilandasi keluhuran moral serta mantapnya tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tertanam dalam setiap diri masyarakat, kalangan akademisi, pihak swasta, dan aparat pemerintah daerah, yang terorganisir dalam suatu kerja sama yang sinergis. </span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-3265976826186338052007-06-27T20:39:00.000-07:002008-03-24T20:49:02.739-07:00PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI SULAWESI SELATAN<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-family: arial; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-size:85%;">Tanggal : 27 Juni 2007<br />Sumber: http://rcucoremapsul-sel.com/index.php?option=com_content&task=view&id=51&Itemid=56</span></p> <p style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:130%;"> Oleh : <em><b><span style="font-size: 10pt; color: rgb(192, 80, 77);" lang="DE">Yusran Nur Indar<u>:</u></span></b></em><span style="" lang="DE"> </span></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 10.75pt; font-family: arial;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-family: arial;font-size:100%;" >Pembangunan masyarakat, terutama masyarakat pesisir memasuki era transformasi dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik. Paradigma ini beralasan ketika napak tilas perjalanan pembelajaran pemberdayaan masyarakat, khususnya pada wilayah pesisir, menimbulkan acuan yang beragam, dan salah satu diantaranya adalah minimnya partisipasi masyarakat dalam</span> <span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">konteks pemberdayaan.</span><o:p></o:p></span></span></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 10.75pt; font-family: arial;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><br /><span style="font-size:100%;"> Dengan nuansa desentralistik sekarang ini, maka urgensi pemberdayaan masyarakat pesisir, termasuk didalamnya peningkatan kapasitasnya dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang menjadi tumpuan hidupnya. Berbagai program diinisiasi untuk maksud ini walau masih sarat dengan nuansa sentralistik, seperti program Coremap II yang di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan diterapkan di Kabupaten Pangkep dan Selayar. Namun demikian, walau dengan format sentralistik, setidaknya peluang pemberdayaan masyarakat lebih terbuka. untuk mengakomodasi karakter dan strategi masyarakat lokal dalarn partisipasinya dalam program bagi peningkatan kesejahteraannya.</span><o:p></o:p></span></span></p> <p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 10.75pt; font-family: arial;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><br /><span style="font-size:100%;"> Konteks pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengelolaan terumbu karang dalam program Coremap II yang dititikberatkan kepada aspek berbasis masyarakat yang menggabungkan aspek teknis pengelolaan dan aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Kelompok masyarakat ini setidaknya mempunyai akses terbatas terhadap sumberdaya dan didorong untuk mandiri bagi peningkatan kesejahteraannya.</span></span></span></p><p style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 10.75pt; font-family: arial;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;">Esensinya, inisiasi pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat adalah pelibatan masyarakat pesisir yang termarginalkan, termasuk perempuan, di dalam hampir sebagian besar aktivitas masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya.</span><br /><br /><span style="font-size:100%;"> Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir dalam pengelolaan terumbu karang merupakan suatu proses partisipasi dan kerjasama baik informal dan formal dalam membagi pengalaman clan pengetahuan dibanding sekadar melahirkan suatu konsep.</span></span></span></p><br /><br /><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-weight: bold;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> M</span><span style="font-size:100%;">embedah Pemberdayaan dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Program Coremap II</span><br /><br /></span></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Pemberdayaan clan peningkatan kapasitas masyarakat adalah dua hal yang secara sekuen beriringan, dan pencapaian targetnya lebih banyak tergantung kepada karakter dan segala entitas yang dimiliki oleh masyarakatnya. Penggabungan antara kearifan lokal, sistem sosial, ekonomi dan budaya dan format pengelolaan terumbu karang yang akuntabel merupakan kombinasi ideal untuk tujuan tersebut. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pesisir didapatkan karena kedekatannya dengan sumberdaya yang kemudian dibingkai kedalam suatu sistem sosial, ekonomi dan budaya. Sistem sosial </span><span style="font-size:100%;">yang dimaksud adalah terdapatnya strata sosial, perbedaan akses dan kontrol tez'hadap sumberdaya akibat kuatnya peran etnisitas yang kemudian melahirkan kelompok pemanfaat dan marginal:</span></span></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><br /><span style="font-size:100%;">Dibalik itu, juga terdapat sistem kesepakatan, loyalitas dan kepatuhan yang sangat bermanfaat bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan. Di aspek lain, sistem ekonomi tradisional seperti Ponggawa-Sawi tidak dapat disepelekan keberadaannya di tengah masyarakat pesisir. Pada hampir setiap program pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir, kelompok Ponggawa-Sawi di Sulawesi Selatan</span> <span style="font-size:100%;">hampir tidak pernah dilibatkan partisipasinya, sebaliknya mereka berupaya dipersempit ruang geraknya atau bahkan dianggap penghalang pencapaian kesejahteraan sumberdaya dan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan.<br /></span><br /></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE">a disarankan untuk mengakomodasi dan mengapresiasi dan mengajak partisipasi institusi tradisional ini didalam se</span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Sayangnya, upaya ini belum mampu meredam atau meminimasi aktivitas institusi tradisional, bahkan akibat kompleksnya sistem administrasi pada kebanyakan program, maka masyarakat pesisir cendnxng berbalik kepada sistem ekonomi tradisional ini. Melihat realita ini, </span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE">t<span style="font-size:100%;">iap upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat.<br /></span><br /></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Institusi tradisional ini lebih</span> <span style="font-size:100%;">mengetahui dinamika sumberdaya dan masyarakat pesisir, termasuk sejumlah strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Intinya, peran sentral sosial, ekonomi dan budaya sistem ekonomi tradisional ini merupakan entry point bagi upaya pencapaian pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir dalam mengelola clan memanfaatkan ekosistem bernilai ekonomi penting seperti terumbu karang.</span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Sayangnya, dalam konsep program Coremap II, urgensi muatan sosial, ekonomi dan budaya masih mempunyai porsi yang sedikit dibandingkan dengan aspek teknis pengelolaan clan pemanfaatan ekosistem terumbu karang; atau bahkan ruang peluang partisipasi sistem ekonomi tradisional seperti Ponggawa-Sawi tidak terdapat sama sekali.<br /><br /></span><br /></span></span><span style="font-family: arial; font-weight: bold;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Langka</span><span style="font-size:100%;">h Pemberdayaan </span><span style="font-size:100%;">dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Pesisir<br /><br /></span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Sebelum pelaksanaan program Coremap II, sebaiknya dikreasi peningkatan kepedulian seluruh anggota masyarakat dengan mengemukakan pentingnya peran mereka, terutama pada mereka yang kemungkinan memegang peran kunci dalam aspek pengelolaan, mobilisasi, dan pengambilan keputusan. Hal ini bermanfaat untuk mengenali secara dini kemungkinan peran dan tanggung jawab setiap anggota masyarakat sehingga muatan partisipasi secara bertahap dibangun. Pembentukan team work yang terdiri dari berbagai latar belakang disipilin ilmu sangat diperlukan pada tahap awal pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat.</span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Kelompok kerja tersebut kemudian merancang strategi bagi peningkatan rasa kepemilikan terhadap sumberdaya secara</span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"> berkelanjutan didalam program Coremap II, seperti :</span></span><br /><span style="font-family: arial;font-size:180%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"> (<span style="font-size:100%;">1) menganalisa kehidupan masyarakat pesisir dan masalahnya;</span></span></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: arial;font-size:180%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> (2) menemukan solusi masalah masyarakat yang dihadapi; mengembangkan dan menginisiasi aktivitas, mengkaji hasilnya, kemudian merancang alternatif s<span style="font-size:100%;">olusinya;</span></span></span></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> (4) memobilisasi potensi lokal</span> <span style="font-size:100%;">(kearifan lokaJ, kapasitas sosiaJ, budaya dan ekonomi, dan pengalaman dan pengetahuan masyarakat);</span></span></span><span style="font-size:180%;"><br /></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> merancang sistem dan mekanisme akses</span> <span style="font-size:100%;">dan kontrol terhadap sumberdaya, termasuk didalamnya sistem bagi hasil bagi pemanfaatan sumberdaya.<br /><br /></span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Upaya sungguh-sungguh mutlak dilakukan dalam mengajak partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengelolaan terumbu karang, karena dalam sejarahnya, masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan masih minim pengetahuannya tentang urgensi pe</span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;">ngelolaan sumberdaya berkelanjutan dibanding praktek eksploitasi sumberdaya untuk tujuan ekonomi.</span><br /><br /></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE">k</span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"> Mengajak masyarakat pesisir untuk berpartisipasi pada program Coremap II sebenamya bukan hal yang sulit dilakukan karena pada dasarnya mereka lebih banyak tergantung kepada sediaan sumberdaya. Namun, timbulnya ketidak konsistenan tujuan pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyara</span></span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;">kat, besarnya intervensi dan ketidakjelasan manfaat akhir dari partisipasi seringkali menyebabkan masyarakat pesisir pesimis terlibat didalamnya.</span></span></span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"><span style="font-size:100%;"><br />Kalau pun terlibat, maka kemungkinan hanya motivasi ekonomi sehingga keluhan habis program habis juga partisipasi kemungkinan akan muncul</span>.</span></span><span style="font-family: arial;font-size:130%;" ><span style="font-size: 10pt;" lang="DE"> <span style="font-size:100%;">Artinya, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pesisir dalam program Coremap II hanya akan berhasil jika sejak awal ditanamkan dilaksanakan secara •konsisten akan prinsip-prinsip pentingnya masyarakat pesisir, terutama kelompok miskin, marginal dan buta huruf menjadi target pemberdayaan dan peningkatan kapasitas; membangun kerjasama diantara kelompok masyarakat dan mengembangkan kapasitas institusinya; memobilisasi dan menanamkan optimisme akan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan; mengurangi ketergantungan masyarakat akan sumberdaya yang kondisinya kritis dan dalam tahapan pemulihan; membagi secara proporsional akan kewenangan dan tanggung jawab diantara masyarakat pesisir dan pelaksana program Coremap II</span></span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-81086892431266679432007-06-07T22:20:00.000-07:002008-03-23T23:00:52.388-07:00Ekowisata Berbasis Penyu, Di Pesisir Selatan, Padukan Kepentingan Ekonomi dan Ekologi<div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><a href="http://www.bung-hatta.info/tulisan_214.ubh"><span style="" lang="DE"></span></a><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 7 September 2007<br />Sumber : http://www.bung-hatta.info/tulisan_214.ubh</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><i>Sebagai satu-satunya kawasan konservasi penyu di Pulau Sumatera Pemkab Pesisir Selatan (Pessel), Sumbar, akan membuka objek wisata penyu bertelur untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara, sekaligus sebagai upaya pelestarian hewan tersebut dari ancaman kepunahan. Pulau ini ditetapkan sebagai kawasan pusat konservasi melalui SK Bupati Pessel pada Maret 2006 dengan payung hukum UU No.31/2004 tentang perikanan. "Konsep wisata tersebut sedang susun dan diharapkan segera terealisasi menjadi objek baru yang menarik untuk dikunjungi wisatawan," ujar Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumbar, Ir. Yosmeri di Painan, Pessel seperti yang dikutib dari Antara beberapa waktu yang lalu.</i><br /><br />Sebenarnya bagaimanakah pengembangan yang paling baik bagi ekowisata penyu laut ini agar bisa memadukan kepentingan ekonomi dan ekologi? .Padahal ekowisata berbasis penyu dianggap menjadi piranti yang tepat sebagai sumber pendapatan alternatif berdasarkan Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu Laut pada tahun 2001 (RAN-2001).<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;">Ekowisata Berbasis Penyu, Di Pesisir Selatan, Padukan Kepentingan Ekonomi dan Ekologi oleh Indrawadi, S.Pi</span><br />Ekowisata berbasis penyu laut tepat diterapkan di Perairan Sumatera Barat, khsususnya di Pesisir Selatan. Selain akan membuat Pesisir Selatan menjadi destinasi wisata dengan keunikan tersendiri, ekowisata berbasis penyu juga akan berperan penting dalam melestarikan kekayaan hayati. Hal itu diungkapkan Kasubdin Penangkapan Dinas Perikanan Pesisir Selatan, Ir. Edwil ,di sela-sela kuliah Konservasi dan Rehabilitasi Habitat Perairan, Pesisir dan Kelautan Pascasarjana UBH, Sabtu (1/8-07) kemarin, mendukung gagasan Yosmeri yang sampai saat ini masih sebagai kepala Dinas Perikanan Pessel.<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;">Ekowisata Berbasis Penyu, Di Pesisir Selatan, Padukan Kepentingan Ekonomi dan Ekologi oleh Indrawadi, S.Pi</span><br />Menurutnya, perairan Indonesia dikaruniai enam spesies dari tujuh spesies penyu laut yang masih tersisa di bumi. Namun, seperti halnya di negara-negara lain, populasi yang ada di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> juga tidak luput dari ancaman kepunahan. Peraturan pemerintah (PP) untuk melindungi keberadaan penyu laut ini pun agaknya tidak mempan untuk menurunkan dan mencegah terjadinya perdagangan penyu dan telurnya. Bahkan, karena tingginya perhatian internasional terhadap satwa yang masuk dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) Apendix 1.<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;"><br /></span>Dari kaca mata industri pariwisata, Perairan Sumbar khususnya Pesisir Selatan relatif masih perawan dan belum tersentuh eksploitasi mega proyek seperti yang dialami <st1:place st="on">Bali</st1:place>. Dengan kekayaan yang cukup lestari, Pessel lebih gampang memulai dan mengembangkan ekowisata dibandingkan <st1:place st="on">Bali</st1:place>. Ekowisata ini menjadi penting karena sejumlah pulau di daerah ini sebagai daerah peneluran dan penetasan penyu laut.<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;"><br /></span><span style="" lang="DE">''Tiap upaya konservasi penyu laut berpeluang besar memperoleh perhatian dan dukungan dari dunia internasional. Exspose di tingkat global, tentunya akan sangat menguntungkan bagi industri pariwisata Sumatera Barat,'' kata Edwil seraya menambahkan, ekowisata berbasis penyu pun menjadi lahan subur sumber pendapatan alternatif masyarakat.<o:p></o:p><br /><br /></span><span style="font-size: 5.5pt; color: white;" lang="DE">Ekowisata Berbasis Penyu, Di Pesisir Selatan, Padukan Kepentingan Ekonomi dan Ekologi oleh Indrawadi, S.Pi</span><span style="" lang="DE"><br />Pada dasarnya pengambilan penyu dan telurnya secara untuk diperdagangkan, sebaiknya jangan. Sebab, menurut Manajer Konservasi Penyu Laut World Wildlife for Nature (WWF) drh. IB Windia Adnyana, Ph.D., keunikan siklus hidup penyu laut sangat menjanjikan untuk dijadikan daya tarik pariwisata. ''Makin tingginya kesadaran masyarakat dunia terhadap lingkungan, kebutuhan untuk menikmati objek wisata yang ramah lingkungan makin besar,'' paparnya. Dikatakan Windia, aktivitas yang sifatnya konvensional seperti pengamatan aktivitas perkawinan saja sudah mampu menarik minat wisatawan. Apalagi, jika kemasannya memadai dan bernilai jual tinggi, tentu paket-paket wisata penyu laut ini akan makin diminati. Saat ini beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan Australia sudah berhasil mengembangkan ekowisata penyu laut,(dari berbagai sumber).<o:p></o:p><br /><br /></span><span style="font-size: 5.5pt; color: white;" lang="DE"><br /></span><span style="" lang="DE">Sejalan dengan RAN-2001, pengembangan ekowisata berbasis penyu sudah mulai dilakukan di beberapa daerah yang menjadi tempat pendaratan penyu, di antaranya di Taman Nasional Meru Betiri (TMNB), Kepulauan Derawan, Tanjung Benoa dan Serangan (Bali) serta Sukabumi. Namun, berdasarkan data dari berbagai sumber , belum ada satu daerah pun yang berhasil memadukan kegiatan pariwisata dan ekologi dengan memuaskan. </span>Padahal, dengan melihat makin menurunnya populasi penyu yang ada di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>, upaya tersebut sangat penting untuk dilakukan.<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;"><br /></span>Rencana ekowisata berbasis penyu di Pesisir Selatan ini sebagai wisata penyu bertelur sejalan dengan ditetapkannya Pessel sebagai pusat konservasi penyu di wilayah <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> bagian Barat oleh pemerintah. Terkait penetapan itu, di Pulau Karebak Ketek Pessel kini telah dibangun berbagai fasilitas penangkaran penyu dan melestarikan pantai-pantai di pulau itu sebagai tempat penyu bertelur. Selain fasilitas penangkaran, juga telah dibangun dua unit rumah penginapan untuk wisatawan yang datang. Pembangunan kawasan konservasi dan dipadukan objek wisata tersebut didanai dengan dana APBN 2006 mencapai Rp1 miliar. Pulau Kerabak Ketek dengan luas sekitar empat hektar juga telah dibebaskan Pemkab Pessel dari pemilik ulayatnya dengan dana pembelian sebesar Rp200 juta pada tahun 2006.<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;"><br /></span>Menurut Yosmeri rata-rata ada satu hingga tiga ekor induk penyu yang bertelur di pulau tersebut tiap malamnya. Angka ini relatif kecil mengingat satu ekor penyu betina bisa menghasilkan telur sekitar 100 butir. Meski dari segi populasi cenderung menurun, sektor pariwisatanya cukup menjanjikan. Kegiatan tersebut secara tidak langsung meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.<br /><br /><span style="font-size: 5.5pt; color: white;"><br /></span>Edwil juga menambahkan bahwa program penangkaran yang dilakukan di Pulau Karabak berjalan cukup baik. Terjadi peningkatan jumlah penyu betina yang mendarat, jumlah telur serta jumlah tukik yang berhasil ditetaskan dan dilepaskan ke laut. Diakuinya, selama ini Dinas Perikanan Pessel baru melakukan ekowisata secara terbatas, karena pada mulanya kegiatan penangkaran tersebut belum ada maksud untuk dikembangkan sebagai atraksi pariwisata. Namun, melihat tingginya potensi keuntungan ekonomi dari kegiatan wisata alam ini, DKP berencana akan meningkatkan kegiatan yang sifatnya pariwisata dengan tetap memperhatikan lingkungan.</p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><span style="font-size: 5.5pt; color: white;"><br /></span>Agaknya penanganan penyu laut sebagai ekowisata perlu dilakukan secara berkoordinasi, tidak mungkin membangun ekowisata di lokasi-lokasi peneluran, karena di beberapa pulau-pulau kecil lainnya di perairan Sumatera Barat juga terdapat lokasi tempat penyu bertelur. Sehingga pengembangan industri pariwisata yang memadukan ekonomi dan ekologi bisa tercapai. Dalam hal ini, pemerintah pusat pun mempunyai peran yang sangat sentral mengingat diperlukan peraturan-peraturan yang lebih tegas untuk mengurangi adanya perdagangan penyu secara ilegal. Jadi melalui pengembangan ekowisata berbasis penyu yang melibatkan semua stake holders keinginan untuk memanfaatkan penyu secara ekstraktif bisa dikurangi, bahkan dihentikan. Kegiatan ekowisata ini sekaligus juga memberikan dana bagi pengawasan dan pembudidayaan penyu laut tersebut.</p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;" class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-41325738521968425622007-04-26T03:43:00.000-07:002008-03-24T03:50:11.423-07:00PENGENALAN MODEL IMPLEMENTASI PENATAAN RUANG KAWASAN PESISIR MELALUI KEGIATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PLBPM)<p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 26 April 2007<br />Sumber : http://suaraindonesiaraya.com/index.php?USRTYPE=&ACT=NEWS_DETAIL&newsid=106</span><em><span style="font-style: normal;"><o:p></o:p></span></em></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><st1:place st="on"><st1:city st="on"><em>Jakarta</em></st1:City></st1:place><em>, 26/04/07. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) pada Departemen Kelautan dan Perikanan sangat berkepentingan dalam tugas pokok dan fungsinya menyelenggarakan pembinaan pembangunan wilayah pesisir. Berbagai kegiatan selama ini telah dilakukan melalui pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP), konservasi, penataan ruang, pemberdayaan pulau-pulau kecil, dan program pengelolaan pesisir lainnya. Upaya untuk dapat meningkatkan pembinaan terus dilakukan. Dalam rangka penataan dan peningkatan kondisi lingkungan pesisir, maka dilakukan kegiatan </em><strong><i>pengelolaan lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat</i></strong><em> (</em><strong><i>PLBPM</i></strong><em>). Kegiatan PLBPM ini digagas pertama kali oleh Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang pada waktu itu masih dijabat Ir. Widi Agoes Pratikto, Phd.</em><i><br /><br /><em> Esensi PLBPM terutama terletak pada pendekatan pelaksanaannya di lapangan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat, sejak dari perencanaan sampai kepada pelaksanaannya dengan dibantu melalui kegiatan-kegiatan pembinaan / pembimbingan, pendampingan, dan pengendalian. Pendekatan ini cukup efektif dalam menumbuhkan partisipasi aktif di kalangan masyarakat target group, respon yang positif serta komitmen dukungan dari stake holders, Pemerintah Daerah, dan lembaga / institusi lain terkait. </em><br /></i><span style="" lang="NO-BOK"><br /> Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan nelayan dan berbagai kepentingan pengembangan. Oleh karena itu wilayah pesisir juga cenderung mengalami tekanan pembangunan yang kadang melampaui dayadukungnya. Kegiatan pemanfaatan ruang berpotensi konflik dan menimbulkan dampak degradasi lingkungan seperti rusaknya kawasan mangrove, karang, dan habitat perikanan lain, proses abrasi pantai, serta pencemaran. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> Pada sisi lain, masyarakat pesisir yang sebagian besar terdiri dari para kaum nelayan, pada umumnya memiliki kehidupan ekonomi yang relatif lemah dan kurang tersentuh oleh perhatian pembangunan. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang menyatu dengan permasalahan lingkungan. Kondisi rumah yang tidak sehat, lingkungan permukiman yang tidak tertata serta tidak didukung oleh prasarana secara memadai tergambar dari buruknya sistem sanitasi (drainase, persampahan, air bersih, MCK), jalan lingkungan, serta terbatasnya prasarana lingkungan dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi setempat.<br /><br /> Kita melihat bagaimana fenomena masalah kemiskinan masyarakat pesisir tersebut sudah menjadi suatu <em>trade mark </em>tersendiri. Berbagai program pembangunan telah banyak dilakukan dalam upaya memajukan kawasan pesisir, tetapi sangat jarang adanya program yang secara langsung menyentuh pada tataran masyarakatnya. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> Model kegiatan Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM) mungkin akan mengubah paradigma kita dalam pelaksanaan program, dari pendekatan ‘proyek’ kepada suatu proses pengelolaan dari dan oleh masyarakat sendiri. PLBPM diharapkan dapat menjadi suatu program yang tidak saja manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, tetapi juga masyarakat sendiri yang mengelola dan menentukan keputusan pilihannya, bahkan memberikan sharing dan partisipasi dalam pelaksanaannya. Kita optimis bahwa program yang bertumpu pada masyarakat seperti itu akan memberikan efektifitas serta dampak kemanfaatan yang lebih besar dalam upaya memajukan kawasan pesisir di masa mendatang.<br /><br /> Jiwa PLBPM terletak pada esensinya dalam memberikan pembelajaran secara tidak langsung kepada masyarakat pesisir agar mereka dapat menemukan cara-cara pemecahan permasalahan dan kebutuhannya dari diri mereka sendiri dengan memberdayakan segenap potensi yang ada, sehingga pada saatnya diharapkan terjadi keberlanjutan pengelolaan oleh masyarakat; serta Pemerintah Daerah bersama <em>stake holders</em> terkait lainnya mengambil peran pengembangan keberlanjutan tersebut ke dalam proses pembangunan wilayah Daerahnya. Keberlanjutan seperti itu dapat dicontohkan di Kabupaten Bengkalis, dimana hasil PLBPM telah diakomodir oleh Pemerintah Daerah ke dalam suatu rencana pembangunan kawasan dengan visi yang lebih luas untuk lima tahun ke depan. <br /><br /> Kegiatan PLBPM difokuskan pada hasil (<em>output</em>) fisik yang betul-betul memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir sesuai dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan mereka di lapangan saat pelaksanaan. Kegiatan fisik tersebut meliputi peningkatan / perbaikan ekosistem pesisir; peningkatan / perbaikan / pembangunan infrastruktur lingkungan permukiman; serta peningkatan / perbaikan / pembangunan rumah. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> Kelompok sasaran (<em>target group</em>) PLBPM adalah masyarakat pesisir yang sebagian besar meliputi nelayan dan pembudidaya ikan, serta masyarakat pesisir lainnya yang bermukim sebagai satu komunitas di kawasan pesisir dengan taraf ekonomi relatif lemah atau miskin, mempunyai kondisi lingkungan permukiman yang buruk, serta diutamakan berada pada kawasan yang mengalami permasalahan degradasi lingkungan pesisir. Kelompok sasaran tersebut bermukim pada satu <em>kawasan target group</em> yang berskala lingkungan, dengan luasan sekitar satu desa / kelurahan; atau dapat merupakan bagian dari desa / kelurahan. <br /><br /> Dalam mekanisme anggaran program, DIPA PLBPM diturunkan langsung kepada masing-masing Kabupaten / Kota cq. Dinas Kelautan dan Perikanan. Penyaluran anggaran kepada desa / kelurahan lokasi target group dilakukan secara bertahap, dari KPPN ke dalam rekening bank setempat lembaga kemasyarakatan yang merupakan lembaga formal yang betul-betul dekat / mewakili target group serta mempunyai kredibilitas tanggungjawab yang dapat dipercaya. Dalam PP No.72 / 2005 tentang Desa, yang dimaksud dengan Lembaga Kemasyarakatan misalnya RT, RW, PKK, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau sebutan lain.<br /><br /> Lembaga kemasyarakatan tersebut akan bertanggungjawab dalam pencairan / penggunaan / penyaluran dana untuk pelaksanaan kegiatan target group melalui pemberdayaan masyarakat. Mekanisme penyaluran dana dituangkan melalui SPK (Surat Perjanjian Kerja) antara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan lembaga kemasyarakatan.<br /><br /> </span><span style="" lang="SV">Pelaksanaan program PLBPM secara keseluruhan dikendalikan agar mencapai esensi tujuannya melalui pembinaan / pembimbingan, pengarahan, pendampingan, pemantauan, dan evaluasi dari Pusat (Ditjen. KP3K) dan Daerah, baik dari Provinsi (melalui pelibatan peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi) maupun di Kabupaten / Kota bersangkutan (oleh Forum Koordinasi Teknis Daerah; Tenaga Ahli Pendamping; Tim Teknis Pengendali Daerah).<br /><br /> </span><span style="" lang="NO-BOK"> Pada tahun anggaran 2006, PLBPM telah dilaksanakan di 20 Kabupaten / Kota. Hasilnya menunjukkan adanya respon yang sangat positif dan mencerminkan tercapainya esensi tujuan pemberdayaan masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat pesisir telah didorong tumbuh. Berbagai bentuk sharing telah diberikan oleh masyarakat di seluruh daerah lokasi PLBPM, seperti berupa sumbangan material, tenaga kerja yang tidak diupah, dan lahan yang disediakan untuk pembangunan fasilitas umum. Di Kabupaten Serdang Bedagai misalnya, masyarakat secara swadaya membangun MCK dan melakukan renovasi rumah. Hal yang sama dilakukan oleh warga di Kabupaten Bengkalis yang berswadaya membangun jalan. Di Kota Bima warga merelakan tanahnya untuk pelebaran jalan. Di Kabupaten Ciamis, Jepara, dan Tegal masyarakat memberikan sumbangan material berupa semen, batu, dan pasir yang tidak sedikit nilainya, serta banyak lagi bentuk-bentuk sharing masyarakat di lokasi lainnya. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> Beberapa Daerah menunjukkan komitmennya terhadap kegiatan PLBPM dengan menyediakan anggaran pendamping. Dukungan juga diperoleh dari instansi lain seperti Kementerian Perumahan Rakyat, beberapa Dinas Teknis, serta lembaga / institusi yang berada di Daerah setempat berupa kolaborasi program yang diintegrasikan pelaksanaannya dengan lokasi PLBPM, seperti di Kab. Nunukan, Kab. Bengkalis, Kab. Ciamis, dan beberapa lagi di Kabupaten lainnya. Adanya berbagai bentuk partisipasi, sharing, kolaborasi, dan bahkan tindaklanjut pengembangan terhadap hasil-hasil PLBPM seperti itulah yang justru kita harapkan, sehingga pada saatnya pemberdayaan pengelolaan berjalan secara berkelanjutan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> Kita bersyukur bahwa pada tahun anggaran 2007 ini dapat melaksanakan kembali program PLBPM. Rasanya ada suatu tanggungjawab moril yang melekat, dan ada suatu kepuasan bathin yang tidak dapat dinilai secara materiil pada kita dalam melaksanakan program ini. Untuk tahun anggaran 2007, PLBPM dilaksanakan di 23 Kabupaten / Kota, yaitu 8 (delapan) Kabupaten / Kota merupakan lokasi baru; dan 15 (lima belas) Kabupaten / Kota merupakan lokasi tindaklanjut PLBPM tahun 2006. <br /><br /> Pada Kabupaten / Kota lokasi tindaklanjut PLBPM tahun 2006, kegiatan diarahkan untuk menindaklanjuti komponen fisik yang masih belum selesai atau belum berfungsi atau belum dapat dimanfaatkan. </span><span style="" lang="SV">Misalnya, untuk melanjutkan pembangunan jalan lingkungan yang di tahun 2006 baru sebagian dibangun, padahal jalan tersebut semestinya baru dapat berfungsi apabila sudah dibangun seluruhnya. Atau misalnya, untuk melanjutkan kekurangan jumlah pembangunan / rehabilitasi rumah yang sudah dilakukan di tahun 2006. Kegiatan pembangunan fisik yang sifatnya baru juga dapat dipilih sejauh merupakan kebutuhan prioritas yang disepakati bersama oleh masyarakat target group.<br /><br /> Selain diarahkan untuk menindaklanjuti kegiatan fisik, juga dilakukan pembinaan dalam rangka melembagakan keberlangsungan pemberdayaan masyarakat. Misalya, kegiatan yang ditujukan untuk penguatan kelembagaan / kelompok masyarakat, pembinaan motivator, penyuluhan masyarakat, penyusunan / penetapan suatu Peraturan Desa / Kelurahan mengenai pengelolaan PLBPM, dan lain-lainnya.<br /><br /> Sejalan dengan itu, disusun desain tata ruang kawasan target group ke depan, serta bagaimana mengintegrasikannya dengan konsep tata ruang wilayah yang lebih luas, sehingga kawasan target group akan menjadi bagian dari proses pengembangan dan pembangunan wilayah Kabupaten / Kota. Desain atau konsep tersebut perlu dibicarakan bersama sejak penyusunannya pada tataran rembug desa / kelurahan. Bagaimana mengisinya, dibahas dalam Forum Koordinasi Teknis Daerah. Pada kesempatan tersebut diharapkan dapat digalang komitmen mengenai peran dan tanggung jawab masing masing pihak di Daerah Kabupaten / Kota, Provinsi, Kecamatan, Desa / Kelurahan, masyarakat target group, dan stakeholders terkait lain (investor / swasta) dalam pemeliharaan dan pengelolaan hasil PLBPM yang telah dibangun, termasuk pengembangannya. Komitmen dapat berupa sharing program, penganggaran pembangunan di Daerah, ataupun akomodasi hasil PLBPM ke dalam satu konsep / rencana pembangunan kawasan dengan dimensi yang lebih luas.<br /></span><span style="" lang="NO-BOK"> <br /> Pelaksanaan PLBPM diharapkan memberikan dampak kemanfaatan terhadap empat hal, yaitu: <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 0.5in; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(1) Tersedianya kesempatan kerja alternatif khususnya bagi masyarakat nelayan pesisir yang sementara waktu tidak dapat melaut akibat dampak kenaikan harga BBM ataupun pada saat cuaca buruk. Masyarakat dapat memperoleh upah kerja pada pekerjaan-pekerjaan fisik dalam pelaksanaan kegiatan PLBPM, seperti pembangunan rumah, infrastruktur lingkungan, dan penanaman mangrove; <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(2)</span><span style="font-size: 7pt;" lang="NO-BOK"> </span><span style="" lang="NO-BOK">Terciptanya kondisi lingkungan pesisir yang lebih baik dan mendukung bagi masyarakat pesisir untuk meningkatkan pendapatan dan kegiatan ekonominya, seperti dengan dibangunnya tambatan perahu, jalan lingkungan / jalan poros, sumber air bersih, listrik desa, dan rumah serbaguna.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(3)</span><span style="font-size: 7pt;" lang="NO-BOK"> </span><span style="" lang="NO-BOK">Pebaikan kondisi ekosistem pesisir yang mengalami degradasi, seperti dengan kegiatan penanaman mangrove, transplantasi karang, dan pembangunan talud untuk mengurangi abrasi pantai;</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK"> </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt; font-family: arial; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="NO-BOK">(4)</span><span style="font-size: 7pt;" lang="NO-BOK"> </span><span style="" lang="NO-BOK">Kegiatan ekonomi masyarakat pesisir yang meningkat dan secara tidak langsung akan masuk ke dalam mekanisme pertumbuhan ekonomi kawasan / wilayah. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: arial;font-size:100%;" ><span style="font-size: 12pt;" lang="NO-BOK"> Pada akhirnya yang terpenting dan perlu kita garisbawahi, bahwa dalam membangun kawasan pesisir tentunya PLBPM tidak dapat berdiri sendiri dan perlu bersama-sama dengan kegiatan program sektor lain berintegrasi ke dalam satu kerangka program pembangunan ekonomi wilayah / Daerah. Oleh karena itu pembinaan keberlangsungan terhadap hasil kegiatan PLBPM yang telah dicapai sangat diperlukan. Diharapkan masing-masing pihak dapat mengambil peran dan tanggungjawabnya untuk itu, baik di Pusat maupun Daerah (Provinsi, Kabupaten / Kota, Kecamatan) serta Masyarakat bersangkutan (Desa / Kelurahan, Kelompok Masyarakat, Motivator). </span></span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-84374672310668050172007-04-24T02:12:00.000-07:002008-03-25T02:14:08.299-07:00Konsep Desa Mandiri E3i<p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 24 April 2007<br />Sumber : http://www.mediaindonesia.com/berita.asp?id=131233</span><br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Sektor pertanian dan pedesaan telah terbukti mampu bertahan selama krisis ekonomi 1997. Karena itu, upaya-upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas sektor ini perlu ditingkatkan. Salah satunya melalui rancang bangun infrastruktur pedesaan yang dapat menciptakan suatu kawasan 'mandiri' yang ideal baik untuk kawasan industri, untuk peningkatan nilai tambah produk unggulan daerah maupun sebagai kawasan permukiman yang indah, segar, dan nyaman. Dengan demikian diharapkan akan terjadi arus balik (<i>U-turn</i>) dari kota ke desa yang dapat mengurangi masalah urbanisasi yang telah menyebabkan daya dukung kota-kota besar terlampaui, seperti terjadinya kemacetan lalu lintas yang boros BBM padahal harganya makin mahal dan kawasan permukiman yang makin padat sehingga sering terjadi masalah-masalah sosial yang makin rawan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Konsep desa mandiri E3I (<i>empowering, energy, economics and environment and independent</i>) diharapkan dapat menciptakan desa-desa yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat melalui penerapan teknologi bersih yang secara sosioekonomis dapat diterima masyarakat setempat dan sumbernya juga tersedia secara melimpah seperti energi surya, angin, biomassa, hidro skala kecil, panas bumi, dan bahkan tenaga laut untuk daerah pesisir. Penataan tata ruang yang asri, segar, dan nyaman, jarak ke tempat kerja yang relatif dekat tentunya dapat pula mengurangi eksodus tenaga kerja ke luar negeri yang menimbulkan masalah yang dilematis. Antara lain berkurangnya tenaga muda yang produktif di pedesaan dikhawatirkan pekerjaan pertanian akan bergantung kepada mereka yang sudah uzur yang mengakibatkan menurunnya kemampuan produksi walaupun sistem mekanisasi akan diterapkan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Saat ini berkembang beberapa pengertian tentang desa mandiri. Ada yang menamakannya desa mandiri energi, <i>eco-village</i>, atau desa mandiri saja. Dalam tulisan ini desa E3I diartikan sebagai desa yang mampu memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan dan memanfaatkan energi bersih itu untuk keperluan industri dan koperasi yang dapat dikelola tenaga terdidik dan terlatih. Dengan demikian, akan tercipta desa mandiri yang berwawasan lingkungan dengan masyarakat yang ramah karena hidup di lingkungan yang nyaman, segar, dan asri sepanjang tahun.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Tata ruang</b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Rancangan infrastruktur pertanian dan pedesaan dapat dimulai dengan menerapkan sistem 30:30:30, yaitu 30% penutupan lahan oleh hutan, 30% untuk permukiman dan industri, serta 30% untuk lahan pertanian/peternakan, agar tercipta tapak untuk berproduksi yang relatif aman dari bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Usaha industrialisasi yang memang sudah berjalan dapat difokuskan terus untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ekspor unggulan daerah seperti jagung bagi daerah Gorontalo, sayur-mayur di Riau, Brastagi, Puncak, Lembang, dan lain-lain. Kopi dan kakao di Sulawesi, Lampung, Sumut, Bali, Nusa Tenggara, dan lain-lain. Industri perikanan memanfaatkan daerah pesisir yang merupakan kawasan terpanjang nomor dua di dunia. Di samping itu infrastruktur dasar untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-harinya perlu dilengkapi agar para penghuni betah tinggal di desanya. Sarana umum seperti sekolah, puskesmas, institusi perbankan, kios, atau toko pemasok kebutuhan sehari-hari sarana ibadah di samping tentunya akses ke lokasi industri tempat bekerja yang mudah terjangkau. Letaknya ditata sehingga tidak mengganggu kenyamanan kawasan permukiman.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Sumber penggerak</b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Proses peningkatan nilai tambah memerlukan teknologi dan teknologi memerlukan energi untuk menggerakkan berbagai peralatan proses produksi tersebut. Karena kebanyakan sentra produksi, terutama sektor pertanian dan kelautan umumnya berada jauh di pedalaman dan belum terjangkau listrik (saat ini baru antara 50%-60% desa teraliri listrik PLN) dan sumber energi fosil, opsi alternatif energi yang paling memungkinkan adalah dengan memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan seperti energi surya, angin, hidro skala kecil(di atas 30 Mw), dan biomassa yang sudah tersedia di lokasi daerah produksi. Selain itu, beberapa teknologi konversinya sudah dapat dilaksanakan bangsa kita sendiri tanpa bantuan tenaga asing. Sampai saat ini pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan masih belum maksimal, hanya sekitar 3,3% dari potensi sebesar 162,2 Gwe (Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005). Diharapkan, pada 2025 pangsa sumber energi terbarukan dapat melebihi 15% (termasuk sumber energi panas bumi dan energi laut) dari total kebutuhan energi nasional.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Teknologi energi terbarukan hasil penelitian dalam negeri sebenarnya sudah mampu menyediakan akses rumah tangga dan industri kecil di pedesaan dalam bentuk energi listrik, energi mekanis dan energi termal. Berbagai proyek percontohan baik atas inisiatif pemerintah, bantuan LN, maupun para peneliti telah mencoba menerapkan teknologi terbarukan di hampir seluruh kepulauan Indonesia. Beberapa di antaranya tidak dapat diteruskan karena biaya operasi atau modal kerja tersedia, tidak tersedianya manual dan akses kepada pasokan suku cadang sehingga bila terjadi kerusakan tidak segera diperbaiki. Kadang karena kurang pengertian masyarakat pengguna memanfaatkan beberapa bagian dari komponen pembangkit energi untuk keperluan lain sehingga akhirnya sistem tidak berjalan sesuai rancangan aslinya.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Akhir-akhir ini setelah kita mengalami krisis energi yang serius, dengan tiap harinya dibutuhkan sekitar 450 ribu bbl BBM yang harganya terus berfluktuasi sejalan dengan dinamika geopolitik dunia, perhatian terhadap pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan meningkat drastis. Apalagi setelah pemerintah meratifikasi Protokol Kyoto dengan dikeluarkannya UU No 17/2004 dan PP No 5/2006 pengadaan pengganti BBM seperti program biodiesel, bioetanol, dan panas bumi yang sedikitnya harus mencapai di atas 10% dari total kebutuhan energi nasional. Di samping itu upaya pengganti minyak tanah untuk memasak dan proses pemanasan, pengeringan dan pendinginan terus diteliti antara lain dengan memanfaatkan teknologi konversi energi surya maupun biomassa (baik berupa bahan bakar padat, cair, dan gas).</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Beberapa contoh alat tersebut termasuk hasil penelitian penulis sudah dimanfaatkan koperasi desa di Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Pembangkit listrik dan panas (CHP atau <i>co-generation</i>) dengan daya sampai 100 kwe dapat memanfaatkan sumber biomassa yang banyak terdapat di Tanah Air dan dapat digunakan untuk membangkit listrik dan sumber panas bagi berbagai kegiatan industri seperti untuk memasak, pengeringan maupun pendinginan. Energi surya elektrik (<i>solar cell</i> atau solar PV), umpamanya, dapat dikombinasikan dengan mesin pengering tenaga surya hibrida dengan tungku biomassa, sebagai kegiatan bisnis produktif dan dapat memperpanjang masa simpan produk dan mengurangi kerugian pascapanen yang dapat mencapai 30%. Banyak produk unggulan daerah tidak termanfaatkan dan dibiarkan membusuk karena sarana untuk pemrosesan tidak tersedia atau teknologinya belum dikenal masyarakat. Usaha-usaha bisnis seperti pengeringan, pendinginan produk segar, dan pembekuan sebenarnya sudah dapat dikerjakan bila ditunjang fasilitas keuangan yang inovatif, akses pasar hasil pemrosesan baik untuk kebutuhan dalam maupun luar negeri sehingga sumber pendapatan masyarakat setempat dapat tersedia secara berkelanjutan dan biaya investasi untuk membangun berbagai usaha produktif seperti disebutkan di atas tadi dapat terbayar. Dengan menggunakan energi surya elektrik itu dapat juga dimanfaatkan untuk membekukan zigot mutiara di daerah produksi terpencil yang belum terjangkau <i>grid</i> nasional. Pendinginan nokturnal sebagai salah satu bentuk pendinginan tenaga surya pasif dapat pula membantu dalam mengurangi beban pendinginan dengan mesin pendingin konvensional. Penelitian penulis bersama mahasiswa sebelumnya menunjukkan besarnya daya pendinginan secara alami ini bisa mencapai antara 40-70 w/m2 pada malam yang cerah.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Bila sumber-sumber energi yang bersih dan akrab lingkungan itu dapat digunakan untuk tujuan produktif, sebagai sumber utama pengembangan industri di daerah terpencil pedesaan dan daerah nelayan, diharapkan akan tumbuh berbagai industri di pedesaan dengan komponen lokal relatif tinggi. Akibatnya, lapangan pekerjaan di daerah pedesaan makin tersedia sehingga daya beli masyarakat pedesaan dapat meningkat dan masyarakat desa tidak perlu lagi berbondong-bondong melakukan urbanisasi atau menjadi buruh kasar di luar negeri. Dengan demikian akan tercipta desa-desa mandiri yang dapat berfungsi seterusnya sebagai pemasok kebutuhan pokok masyarakat akan pangan sandang dan papan termasuk kebutuhan manusia akan obat-obatan alami serta energi terbarukan.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Selama ini teknologi energi terbarukan sulit berkembang karena tidak dikaitkan dengan jelas untuk tujuan-tujuan produktif berupa kegiatan peningkatan nilai tambah produk yang umumnya berasal dari sumber daya alam terutama dari sektor pertanian dan kelautan. Dengan mengaitkan kegiatan pengadaan dan penerapan teknologi energi terbarukan dengan kegiatan ekonomi biaya investasi akan dapat terbayarkan apabila pemerintah dapat memberikan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih operasional untuk desiminasi teknologi energi terbarukan. Pemerintah beberapa negara maju, seperti Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang, menutup sebagian biaya produksi energi terbarukan sehingga menjadi kompetitif seperti kebijakan <i>feed-tariff</i> atau insentif pajak untuk pembangkit listrik. Di ASEAN khususnya Thailand telah menerapkan sistem itu. Pemerintah membantu US$0,001-US$0,002 per kwh listrik yang dihasilkan dari sumber-sumber energi terbarukan. Kebijakan lain yang dapat diterapkan berkaitan dengan skim pendanaan adalah pemberian kredit dengan <i>grace period</i></span> cukup lama, umpama lima tahun sehingga pengusaha dengan sumber energi terbarukan dapat mengembalikan modalnya tepat waktu walaupun dengan tingkat suku bunga komersial.</p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><b>Perumahan pedesaan</b></span></p><div style="text-align: justify; font-family: arial;"> </div><p style="text-align: justify; font-family: arial;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Umumnya desa-desa di pedalaman belum memanfaatkan potensi keindahan alam yang terhampar luas. Tata letak bangunan umumnya belum diatur dengan rapi. Fasilitas dasar seperti kebutuhan AC untuk kenyamanan hunian masih jauh dari pemikiran pemukim. Begitu pula penataan lanskap yang hijau, pohon-pohon yang tertata rapi serta bunga-bunga yang cemerlang memberikan suasana segar, indah, dan nyaman. Tentunya potensi itu nantinya merupakan aset nasional untuk program pariwisata baik domestik maupun luar negeri. Kalau untuk desa-desa yang sudah ada penataannya akan mengalami hambatan, mungkin pembentukan desa mandiri dapat dimulai dengan desa baru yang akan dihuni para pensiunan sebagai contoh awal. Para pensiunan umumnya mempunyai kondisi ekonomi yang lebih baik dan tingkat pendidikan yang relatif tinggi sehingga apresiasi terhadap estetika pun lebih baik. Rumah-rumah tradisional setempat dapat dirancang ulang seperti rumah kayu kelapa dari Manado, rumah Melayu, atau rumah Bali agar selain lebih menarik dapat juga menyediakan fasilitas dasar agar wisatawan betah tinggal.</span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6100152245976620488.post-57160306217751789782007-03-07T02:52:00.000-08:002008-03-25T03:12:42.643-07:00Panduan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:85%;" >Tanggal : 7 Maret 2007<br />Sumber : http://www.uem-pmd.info/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=44</span><br /><br />Kesejahteraan masyarakat merupakan amanat Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 3 (tiga) yang berbunyi “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu…”. Amanat tersebut dipertegas dalam Bab XIV pasal 33 ayat 1 “Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.<br /><br />Salah satu permasalahan pembangunan nasional yang terpenting adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 meliputi 5 (lima) sasaran pokok dengan prioritas dan arah kebijakannya sebagai berikut: 1) Menurunkan jumlah penduduk miskin; 2) Berkurangnya kesenjangan antar wilayah dengan meningkatkan peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi; 3) Meningktkan kualitas manusia secara menyeluruh, baik dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM); 4) Memperbaiki mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan; serta 5) Membaiknya infrastruktur dengan meningkatknya kuantitas dan kualitas sarana penunjang pembangunan. Hal ini juga sejalan dengan pelaksanaan salah satu komitmen global yang tercantum dalam dokumen Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goals atau MDGs).<br /><br />Perubahan sistem pemerintahan dari pola sentralisasi ke desentralisasi dalam kerangka demokratisasi Pemerintahan Daerah ditandai dengan revisi isi kebijakan (content of policy) dan konteks pelaksanaan (context of implementation) kebijakan Otonomi Daerah melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999. Pemberian otonomi kepada daerah ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Hal ini berarti perwujudan tujuan Otonomi Daerah dapat dicapai melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan suatu model manajemen pembangunan desa yang mampu mengakomodasi dan mengartikulasi peran aktif masyarakat sehingga masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama. Dengan keterangan tersebut di atas maka peran dan fungsi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Departemen Dalam Negeri sangatlah strategis.<br /><br />Untuk memperkuat dan mempelancar tugas tersebut maka Direktorat Usaha Ekonomi Masyarakat (UEM) sebagai salah satu unit kerja di Ditjen PMD sangatlah penting peranannya dalam penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di bidang pengembangan usaha ekonomi masyarakat dan desa. Direktorat UEM dalam melaksanakan tugas tersebut mempunyai fungsi: 1) Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan usaha pertanian dan pangan; 2) Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan peningkatan usaha perkreditan dan simpan pinjam; 3) Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan pengembangan produksi dan pemasaran; 4) Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan peningkatan usaha ekonomi keluarga; dan 5) Perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan pengembangan ekonomi perdesaan dan masyarakat tertinggal. Agar mudah melaksanakan tugas dan fungsinya serta tercapai maksud dan tujuannya, Direktorat UEM melakukan akselerasi pembinaan usaha ekonomi masyarakat dengan 7 agenda utama, yaitu: 1) Reorientasi Konsep Baru Pembinaan UEM; 2) Reposisi peran koordinasi dan fasilitasi UEM; 3) Reformulasi kebijakan dan strategi UEM; 4) Rekonsolidasi potensi peluang kerjasama; 5) Revitalisasi publikasi dan manajemen interaksi; 6) Reorganisasi pola pembinaan manajemen UEM; serta 7) Resosialisasi rencana aksi dan sistem evaluasi. Manajemen Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat (PUEM) merupakan formulasi integral dari hasil penterjemahan ulang visi dan misi serta hasil proses kolaborasi dan pembelajaran positif dari strategi, kebijakan dan program Direktorat UEM. Beberapa program dan kegiatan tersebut antara lain: Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Desa/Kelurahan (LPMD/K) dan Usaha Pertanian Melalui Agropolitan, Pengembangan UPMP dari Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin), Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP), Program Pengembangan Informasi dan Diversifikasi Pasar, Program Penanggulangan Kemiskinan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Untuk Pembangunan Desa (PMPD)/Community Empowerment for Rural Development (CERD). Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat (PUEM) merupakan salah satu kegiatan pokok pemberdayaan masyarakat dalam Tugas Pokok dan Fungsi Ditjen PMD yang dilaksanakan oleh Direktorat UEM. Manajemen PUEM dibutuhkan agar berbagai usaha masyarakat dapat tumbuh dan berkembang secara lebih efisien dan efektif dalam kerangka Kebijakan Otonomi Daerah sesuai dengan spirit UU Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan serta Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa berdasarkan Kepmendagri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri dan Kepmendagri Nomor 164 Tahun 2004 tentang Uraian Tugas Subbagian, Seksi dan Subbidang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri. Berdasarkan kondisi tersebut dan untuk memperbaiki sinergi pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat UEM, Pemerintah Daerah, dan berbagai lembaga dalam pemberdayaan masyarakat, dan agar terjadi interaksi yang tentu didasari oleh kebutuhan untuk ingin saling memperoleh respon dan informasi serta pengakuan peran kontributif antar kelompok yang berbeda kepentingannya dalam mencapai suatu tujuan yang pada dasarnya sama, maka diperlukan Kebijakan Umum Usaha Ekonomi Masyarakat yang memuat konsep dan filosofi, kebijakan, strategi, hingga kegiatan dilapangan serta peran masing-masing pihak yang terkait didalamnya. Sehingga pendekatan pemberdayaan masyarakat yang menjunjung konteks keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat terwujud dengan baik. Kawasan Perdesaan Pada tahun 2005, penduduk Indonesia telah mencapai kurang lebih 220 juta jiwa, sebagian besar (71 persen) bertempat tinggal di kawasan perdesaan.<br /><br />Selama ini kawasan perdesaan didefinisikan antara lain sebagai: a. Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 8 Tahun 2005); b. Kawasan yang bukan tergolong sebagai perkotaan (urban) atau wilayah di sekitar kota (sub-urban); c. Kawasan dengan hamparan tanah yang peruntukannya didominasi oleh sektor pertanian (agraris) dan bukan merupakan kawasan industri; d. Suatu kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri (Sutardjo Kartohadikusumo, 1965); Podes 2003 menyuguhkan 56.838 desa di wilayah pedesaan (83 persen dari keseluruhan 68.813 desa/kelurahan), pada Podes 2005 jumlahnya meningkat menjadi 57.666 desa (tetap berposisi 82 persen dari 69.956 desa/kelurahan).<br /><br />Dalam periode yang sama luas desa meningkat dari 162.332.665,6 hektare (rata-rata 2.856 hektare/desa) menjadi 182.819.735 hektare (rata-rata 3.170 hektare/desa). Penambahan jumlah berikut luas desa menunjukkan desa baru dibangun di tanah kosong, misalnya hutan. Sangat mungkin penyebabnya peningkatan tekanan penduduk, untuk kemudian mengeksploitasi lingkungan menjadi desa. Penduduk desa tahun 2005 berjumlah 127.435.933 jiwa, meningkat dari 125.291.758 jiwa pada tahun 2003. Infrastruktur ekonomi merekam capaian pembangunan. Jalan aspal dinikmati 51 persen desa, sedangkan jalan yang diperkeras bebatuan mendominasi 30 persen desa lainnya. Listrik menyala di 91 persen desa, dan televisi ditonton di 63 persen desa. Infrastruktur air bersih memadai di 63 persen desa. Sisa tantangan ekonomis ialah kebutuhan bangunan pasar bagi 10 persen desa. Tantangan lebih berat muncul pada aspek sosiologis. Masih ada saja desa tanpa SD.<br /><br />Sebanyak 34 persen desa belum dijamah bidan, bahkan 11 persen desa tidak mampu menyelenggarakan Posyandu. Sejalan dengan itu, sampah sekedar dibuang ke lobang atau dibakar di 67 persen desa, bahkan 46 persen desa tidak memiliki tempat buang air besar. Rumah kumuh tumbuh di 7 persen desa. Kayu bakar masih digunakan mayoritas penduduk di 77 persen desa. Ironisnya di 4 persen desa terdapat rumahtangga yang tinggal di bawah jaringan listrik tegangan tinggi. Pada saat ini jumlah desa tertinggal mencapai 8.198 desa. Desa tertinggal tersebut tersebar di seluruh provinsi, kecuali DKI Jakarta. Adapun jumlah kabupaten/kota yang memiliki desa tertinggal mencapai 327 kabupaten/kota.<br /><br />Keseluruhan desa tertinggal tersebut dihuni oleh 8.742.868 jiwa. Secara khusus, penduduk pertanian mencakup 1.883.462 jiwa. Keseluruhan desa tertinggal mencakup wilayah seluas 41.785.188 Ha. Rendahnya tingkat produktifitas tenaga kerja di perdesaan bisa dilihat dari besarnya tenaga kerja yang di tampung disektor pertanian (46,26 persen dari 90,8 juta penduduk yang bekerja), padahal sumbangan sektor pertanian dalam perekonomian nasional menurun menjadi 15,9 persen (Susenas, 2003). Sementara tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan bisa ditinjau baik dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin, maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin adalah 37,3 juta jiwa (17,4 persen), di mana presentase penduduk miskin di perdesaan 20,2 persen, lebih tinggi dari perkotaan yang mencapai 13,6 persen.<br /><br />Secara umum, kawasan perdesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: rendahnya tingkat produktifitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan pemukiman perdesaan. Permasalahan Kawasan Perdesaan Pembangunan perdesaan yang relatif tertinggal disebabkan oleh masih banyaknya permasalahan yang dihadapi diantaranya: a. Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketrampilan rendah (low skilled). b. Rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan. c. Terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas. d. Rendahnya tingkat pelayanan sosial. e. Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup serta meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis untuk peruntukan lain. f. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat. g. Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral maupun spasial. h. Belum optimalnya pemanfaatan peluang di era globalisasi dan liberalisasi perdagangan serta antisipasi risiko yang menyertainya. i. Timbulnya hambatan distribusi dan perdagangan antar daerah. j. Lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan. Arah Kebijakan Pembangunan Perdesaan Kebijakan pembangunan perdesaan tahun 2004-2009 diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat perdesaan dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: a. Meningkatkan keberdayaan masyarakat perdesaan melalui peningkatan kualitasnya, baik sebagai insan maupun sebagai sumberdaya pembangunan, dan penguasaan aset produktif, disertai dengan penguatan kelembagaan dan jaringan kerjasama untuk memperkuat posisi tawar; b. Memperluas akses masyarakat, terutama kaum perempuan, ke sumberdaya-sumberdaya produktif untuk pengembangan usaha seperti lahan, prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi, teknologi dan inovasi; serta pelayanan publik dan pasar; c. Mendorong terciptanya lapangan kerja berkualitas di perdesaan dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah usaha pertanian, merangsang pertumbuhan aktivitas ekonomi non pertanian (industri perdesaan), dan memperkuat keterkaitan kawasan perdesaan dan perkotaan; d. Meningkatkan promosi dan pemasaran produk-produk pertanian dan perdesaan lainnya dengan meningkatkan kualitas dan kontinuitas suplai khususnya ke pasar perkotaan terdekat serta industri olahan berbasis sumber daya lokal; e. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan memenuhi hak-hak dasar atas pelayanan pendidikan dan kesehatan serta meminimalkan risiko kerentanan baik dengan mengembangkan kelembagaan perlindungan masyarakat petani maupun dengan meningkatkan modal sosial masyarakat perdesaan; f. Mengembangkan praktek-praktek budidaya pertanian dan usaha non pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pembelajaran Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan Beberapa hal yang dapat dipetik dari proses pembelajaran lapang dari pemberdayaan ekonomi di perdesaan adalah: a. Teori keseimbangan antara Ekonomi dan Politik di dalam lingkup negara juga dirasakan pentingnya di desa. Secara praktis, hal tersebut dapat dipraktekan dengan mencoba menyeimbangkan Pemberdayaan Ekonomi dan Penguatan Kelembagaan (self-governance) masyarakat; b. Pemberdayaan ekonomi tanpa pemberdayaan kelembagaan hanya akan membuat perubahan jangka pendek karena sama sekali tidak memberikan pondasi yang kuat bagi keberlanjutannya; c. Pemberdayaan Kelembagaan tanpa Pemberdayaan Ekonomi hanya akan membuat masyarakat jenuh. Perubahan yang terjadi karena pemberdayaan kelembagaan bukanlah perubahan yang dapat dirasakan secara nyata dan langsung (agak abstrak). Jika kondisi ini dibiarkan terus tanpa dilanjutkan dengan pemberdayaan ekonomi maka masyarakat biasanya akan bersifat skeptis terhadap aktifitas dalam pemberydayaan kelembagaan tersebut; d. Antara Pemberdayaan Kelembagaan dan Pemberdayaan Ekonomi, kita juga perlu mendukung hal-hal yang bersifat penguatan kecakapan (skill); e. Di dalam penguatan kecakapan, lebih baik berprinsip kepada “mulailah dari apa yang masyarakat tahu dan mengerti”. Walaupun demikian, bukan berarti tidak boleh memulai hal yang baru sama sekali. Hal yang baru dapat dilakukan jika memang masyarakat benar-benar membutuhkan.<br /><br />Salah satu indikator bahwa masyarakat benar-benar memerlukan adalah tingkat pemahaman masyarakat terhadap seluruh aspek dari tawaran hal baru tersebut baik aspek negatif maupun positif dan kemudian secara demokratis dan terbuka mereka memutuskan untuk mengambil pilihan baru tersebut; f. Dengan demikian maka Pemberdayaan Ekonomi tidak sama dengan Peningkatan Pendapatan (income generating). Pemberdayaan ekonomi adalah sebuah sistem dimana antara satu unsur dengan unsur lainnya saling berhubungan dan saling terkait. Peningkatan pendapatan hanyalah salah satu bagian dalam Pemberdayaan Ekonomi; g. Peningkatan pendapatan jauh lebih baik dimulai dari apa yang masyarakat sudah miliki baik dari sisi keahlian, dukungan budaya, bahan baku, alat-alat dan lain-lain daripada memulai dengan sesuatu yang benar-benar baru. Kearifan lokal menjadi hal yang utama untuk membangun kekuatan dari sumber daya lokal; h. Perbaikan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat seringkali seperti leher botol (bottle neck) dimana jika pasar tidak merespon positif maka seluruh program pemberdayaan akan terancam ‘gagal’; i. Pasar seringkali menjadi hal penting, tapi kita harus tetap ingat bahwa itu bukan satu-satunya. Tidak ada yang paling penting dan tidak ada yang tidak penting. Seluruh sub sitem dalam sistem Pemberdayaan Ekonomi adalah penting untuk diseriusi; j. Persoalan modal juga penting, tapi hal ini lebih banyak kepada masalah kebijakan. Kawasan Perkotaan Pembangunan nasional yang telah dilakukan selama ini secara umum telah mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, namun demikian pembangunan tersebut ternyata menimbulkan kesenjangan perkembangan antar wilayah.<br /><br />Ketimpangan pembangunan terutama terjadi antara Jawa – luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) – Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antar kota-kota dan antara kota-desa. Pada beberapa wilayah, ketimpangan pembangunan telah berakibat langsung pada munculnya semangat kedaerahan yang pada titik yang paling ekstrim diwujudkan dalam bentuk gerakan separatisme. Sementara itu, upaya-upaya percepatan pembangunan pada wilayah yang relatif masih tertinggal tersebut, meskipun telah dimulai sejak sepuluh tahun yang lalu, hasilnya masih belum dapat dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Di sisi lain, kebijakan pembangunan wilayah masih dirasakan timpang, dalam arti lebih menitik-beratkan pada pengembangan wilayah perkotaan (urban area) sebagai basis industrialisasi dan perdagangan, dengan harapan keuntungan ekonomi (economic gain) yang diperoleh akan merembes (menetes) ke wilayah perdesaan (rural area). Kebijakan ini ternyata telah semakin memarginalkan potensi pengembangan wilayah perdesaan, karena secara nyata telah memperluas area industrialisasi dan mempersempit area pertanian dan perkebunan. Wilayah perdesaan lama kelamaan akan berubah menjadi wilayah sub urban, yang pada giliran selanjutnya akan menghilangkan salah satu fungsi wilayah rural sebagai sumber utama pemasok (supplier) kebutuhan dasar pangan sekaligus wilayah penyangga (buffer zone) lingkungan bagi wilayah perkotaan. Permasalahan Kawasan Perkotaan a. Banyak Wilayah-wilayah yang Masih Tertinggal dalam Pembangunan; b. Belum Berkembangnya Wilayah-wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh; c. Wilayah Perbatasan dan Terpencil Kondisinya Masih Terbelakang; d. Kurang Berfungsinya Sistem Kota-kota Nasional dalam Pengembangan Wilayah; e. Ketidakseimbangan Pertumbuhan Antarkota-kota Besar, Metropolitan dengan Kota-kota Menengah dan Kecil; f. Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota; g. Rendahnya Pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai Acuan Koordinasi Pembangunan Lintas Sektor dan Wilayah; h. Sistem Pengelolaan Pertanahan yang Masih Belum Optimal.<br /><br />Arah Kebijakan Pembangunan Perkotaan Dalam rangka mencapai sasaran pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah dimaksud di atas, diperlukan arah kebijakan sebagai berikut : a. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehinggga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu “sistem wilayah pengembangan ekonomi” yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata rantai proses industri dan distribusi. Upaya ini dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah; b. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema dana alokasi khusus, public service obligation (PSO), universal service obligation (USO) dan keperintisan, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu “sistem pengembangan ekonomi”; c. Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan (security approach), juga diperlukan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach); d. Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah dan kecil secara hierarkis dalam suatu “sistem pembangunan perkotaan nasional”.<br /><br />Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi (forward and backward linkages) sejak tahap awal mata rantai industri, tahap proses produksi antara tahap akhir produksi (final process), sampai tahap konsumsi (final demand) di masing-masing kota sesuai dengan hierarkinya. Hal ini perlu didukung, antara lain, peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar kota-kota tersebut, antara lain melalui penyelesaian dan peningkatan pembangunan trans Kalimantan dan trans Sulawesi; e. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai “motor penggerak” pembangunan wilayah-wilayah di sekitarnya, maupun dalam melayani kebutuhan warga kotanya. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan antara lain, memenuhi kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masing-masing; f. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan “backward linkages” dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu “sistem wilayah pengembangan ekonomi”; g. Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu “sistem wilayah pembangunan metropolitan” yang compact, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan; h. Mengoperasionalisasikan “Rencana Tata Ruang” sesuai dengan hierarki perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-Pulau, RTRW-Provinsi, RTRW-Kabupaten/Kota) sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; i. Merumuskan sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi. Berdasarkan pemaparan di atas, maka Pedoman Umum Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat disusun dengan maksud untuk memberikan pegangan bagi Aparatur Pusat, Daerah dan Desa dalam memahami Konsep Pembangunan Perdesaan dan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat serta peran Fasilitator Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat. Pedoman tersebut, diharapkan dapat mewujudkan: Pemahaman yang sama mengenai Konsep Pembangunan Perdesaan, Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat serta peran Fasilitator Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat; Aparat yang berkemampuan dan berkapasitas untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan masyarakat dalam pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif berbasis potensi lokal; Sumber Daya Manusia di daerah (Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan masyarakat) yang berkemampuan dan berpengetahuan dalam pengembangan kegiatan ekonomi produktif berbasis potensi lokal.</span></div>Unknownnoreply@blogger.com0