Sumber : http://www.dkp.go.id/content.php?c=2069
Bank tidak mungkin lagi diintervensi Pemerintah agar mengucurkan kredit bersubsidi dengan persyaratan yang dimudahkan. Sebaliknya nelayan juga belum mampu memenuhi persyaratan kredit perbankan. Swamitra Mina, BPR Pesisir atau Unit Simpan Pinjam (USP) dihadirkan untuk menjembatani dilema tersebut. Bank mikro bagi masyarakat pesisir ini memadukan antara standar pelayanan bank dengan kondisi sosio-kultural masyarakat pesisir.
Peliknya, sebagian terbesar usaha masyarakat pesisir justru masih berada di bawah posisi mikro. Nelayan, misalnya, pada umumnya menjalankan usahanya secara individual dengan manajemen tradisional dalam skala usaha hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence). Akibatnya jangankan mengakses perbankan, menembus Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sekalipun mereka masih kedodoran. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan terobosan yang sedikitnya mampu memecahkan dua masalah sekaligus, yakni rendahnya kultur kewirausahaan dan terbatasnya akses permodalan.
DKP sejak tahun 2001 telah menginisiasi program PEMP yang secara bertahap mendekati pemecahan kedua masalah tersebut. Tiga tahun pertama PEMP dengan sistim block grant langsung ke kabupaten/kota, memfasilitasi tumbuh kembangnya kultur kewirausahaan sambil mulai merintis LKM. Hasilnya telah terbentuk kurang lebih 323 LEPP-M3 yang terbesar di pelosok-pelosok pesisir. Melalui LEPP-M3 masyarakat pesisir mulai belajar meminjam kredit, mengelola usaha dengan sentuhan manajemen modern secara propesional tanpa meningggalkan tradisi, serta menanamkan budaya menabung.
Jalan ke depan terbuka lebar dan optimisme kian menguat, tatkala hasil evaluasi menunjukkan bahwa pada periode yang sama ternyata juga terjadi peningkatan pendapatan kelompok sasaran rata-rata 53,13% per tahun. Tentu saja disana-sini ada kekurangan, tetapi tak terlampau signifikan sehingga tidak menjadi batu sandungan dalam melangkah lebih jauh.
Program ini sejak pelaksanaannya (2001 – 2004) telah melibatkan 247 kabupaten/kota atau 86,06% dari keseluruhan 287 kabupaten/kota berpesisir. Adapun jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan PEMP sejak tahun 2001 – 2003 sebanyak 94.182 KK atau sekitar 376.728 jiwa dengan pendapatan rata-rata awal program sebesar Rp 365.300,- menjadi Rp 860.135 (Desember 2004). Memang untuk mendongkrak pendapatan masyarakat pesisir sampai dengan Rp 1.000.000,- per bulan bukanlah pekerjaan yang mudah tetapi dengan kerja keras disertai dengan do’a kita semua yakin hal itu bisa terpenuhi.
Mengikuti tradisi sejarah, maka boleh dikatakan 2001 – 2003 sebagai periode inisiasi. PEMP tiga tahun selanjutnya (2004-2006) memasuki periode institusional. Fokusnya adalah merevatilisasi LEPP-M3 sehingga menjadi korporasi milik masyarakat pesisir,yang di satu sisi mampu melayani kebutuhan hidup sehari-hari dan di sisi lain dapat memenuhi keperluan usaha usaha seperti modal dan sarana produksi.
Tahun pertama periode institusionalisasi telah terlampaui. Hasilnya pun cukup menggembirakan, 160 LEPP-M3 terevitalisasi hingga berbadan hukum koperasi. Di antaranya 141 memiliki LKM Swamitra Mina, 10 memiliki Pra-BPR Pesisir, dan 9 memiliki Unit Simpan Pinjam (USP). Diharapkan dalam periode institusionalisasi ini LKM tersebut sudah mampu mencapai BEP (break event point) serta 10 buah BPR-Pesisir resmi operasional.
Oleh karena itu dua tahun tersisa periode institusionalisasi, selain terus menumbuhkembangkan koperasi dengan LKM-nya, juga akan merintis pembukaan Kedai Pesisir dan SPDN. Kedua kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi beban masyarakat pesisir. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa rendahnya pendapatan masyarakat pesisir antara lain disebabkan oleh besarnya beban pengeluaran yang harus dikeluarkan, baik di waktu melaut maupun untuk kebutuhan sehari-harinya. Untuk itu dihadirkan Kedai Pesisir. Kedai Pesisir adalah toko serba ada yang melayani kebutuhan sehari-hari, terutama sembako, serta sarana usaha perikanan dengan harga normal. Ke depan jaringan kedai pesisir akan dikelola secara profesional dengan pendekatan waralaba. Akan tetapi mekanisme pengelolaannya akan ditata sedemikian rupa sehingga keuntungan terbesar kedai pesisir akan kembali kepada masyarakat pesisir melalui koperasi.
Begitu pula SPDN, ke depan juga akan didorong menjadi unit usaha dari koperasi. Peluang ini terbuka lebar mengingat masih tersedia paling sedikit 117 titik lokasi SPDN yang telah dinilai layak oleh Pertamina, tetapi belum operasional lantaran kendala modal. PEMP akan memfasilitasi kebutuhan permodalan tersebut dengan kombinasi hibah kredit.
Berdasarkan skenario dua periode di atas, maka pada 2 atau 3 tahun yang akan datang, perlahan tapi pasti, alokasi dana APBN untuk penguatan modal sudah dapat diakhiri sehingga dana PEMP akan turun signifikan, mengingat 80% di antaranya merupakan penguatan modal. Pada saat itu diharapkan ekonomi masyarakat pesisir di sekitar 160 sentra pemberdayaan tersebut akan bergerak mandiri. *** Sumber : Dit. PEMP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar