Senin, 12 September 2005

Kelompok Usaha Bersama Karya Baru Sumbawa

Tanggal : 12 September 2005
Sumber : http://www.sumbawanews.com/?view=lihatartikel&id=825&topik=6


JAM terbangnya terbilang rendah, malah belum sempat merayakan ulang tahunnya yang pertama sejak dibentuk pada Agustus 2000. Namun, dengan tekad bahwa produk penganannya yakni dodol rumput laut harus bisa dicicipi saudara-saudaranya di Tanah Air, mereka mampu menjalin mitra usaha dengan pasar swalayan di Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat.Itulah Kelompok Usaha Bersama (KUB) Karya Baru, Desa Ngeru, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, beranggotakan seluruhnya kalangan perempuan. Produk usahanya berupa dodol rumput laut ditampung dan dipasarkan oleh Grup Hero yang membuka cabang di Mataram Mall, Mataram.

Ketika para pelaku pasar masih diliputi kecemasan akibat krisis ekonomi, mereka berharap bisnisnya tumbuh dan berkembang. "Kami pikir, produk kami tidak tergantung pada krisis atau tidak. Bahan bakunya tersedia, tenaga kerjanya ya, kami ini," ujar Jamila, Bendahara KUB itu.

Hal senada dikatakan Mukminah, Ketua KUB itu. Katanya, "Itulah mungkin yang membedakan usaha rumah tangga dengan industri besar, mana harus mikir bunga bank, siap-siap didemo buruh yang minta naik gaji. Kerja kami ini kan, modalnya cuma kemauan dan semangat. Lagi pula bila tidak bisa berspekulasi, kapan usaha bisa maju."

Gagasan membuat dodol rumput laut bermula dari hasil ngerumpi tiap ada pertemuan kelompok PKK di Kantor Desa Ngeru. Bagaimana membuatnya, modal awalnya dari mana dan adakah pengusaha/penampung, adalah persoalan yang dihadapi kemudian.

Walhasil mereka minta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbawa membekali mereka dengan pelatihan dari soal teknis, kiat berniaga sampai manajemen usaha. Gayung pun bersambut agaknya, sebab kecuali dilatih proses pengolahan dodol rumput laut, mereka mendapat bantuan (hibah) mesin pengolahan sederhana.

Usai pelatihan yang diikuti ibu rumah tangga dan remaja putri, mereka lalu mencari formula dan meracik bahan dodol. Rumput laut sisa pelatihan sekitar 10 kg kering, dibersihkan, direndam air semalam dan dijemur hingga kering.

Bahan baku utama dodol rata-rata tiga kuintal sebulan itu digiling biar hancur, dicampur gula pasir secukupnya, lalu diaduk dalam wajan dan dimasukkan oven pengering. Proses pembuatannya makan waktu tiga hari, dan dapur kerja ditetapkan di Kantor KUB yang notabene rumah ketua kelompok.

"Kami punya modal Rp 50.000, urunan sama teman-teman untuk membeli gula, madu, dan kelapa," tutur Mukminah maupun Jamila masing-masing Ketua dan Sekretaris KUB itu.

Untuk menawarkan produknya, Mukminah keluar-masuk toko di Sumbawa Besar. Di luar dugaan dodolnya yang dijual Rp 3.500 per kotak berisi 36 keping dodol (300 gram per kotak) itu, diterima sejumlah toko penjual makanan. Dari total penjualan Rp 150.000, setelah dipotong harga bahan baku, hasil bersih masuk kantung Rp 100.000.

Setelah itu, sedikitnya 200 kotak dodol didistribusikan pada sejumlah toko pelanggannya di Sumbawa Besar. Rupanya mereka tidak puas bila produknya cuma beredar di pasar domestik. "Kami ingin agar dodol rumput laut bisa mengikuti Dodol Garut yang sudah dikenal puluhan tahun," kata Mukminah.

Mereka mau produknya menembus pasar lokal NTB. Dasar lagi mujur, KUB ini mendapat bantuan modal bergulir Rp 5 juta dari Depperindag Sumbawa. Mereka kian bersemangat, bahkan nekat menawarkan produk pada Hero di Mataram Mall.

Upaya itu nyaris tidak ada halangan, mengingat Hero tidak tanggung-tanggung pasang order: 24.000 kotak per bulan. Namun, sebagian saja yang bisa dipenuhi, karena kapasitas total mesin pengolah maksimal 12.000 kotak per bulan. Dodol dalam kemasan lumayan bagus itu dikirim tiap bulan ke Hero Mataram Mall.

Dengan total kemampuan produksi 12.000 kotak dikalikan harga Rp 3.500 per kotak, penghasilan KUB itu Rp 42 juta per bulan. Bahkan pengurus KUB itu bisa menggaji 10 orang pekerja yang diupah Rp 200.000-Rp 300.000 per orang. Diharapkan, dana bergulir Rp 5 juta yang bunganya 10 persen per bulan, yang dicicil Rp 291.421 per bulan sudah termasuk bunga 10 persen per bulan, bisa diselesaikan angsuran dua tahun, meski jumlahnya membengkak jadi Rp 6 juta.

Guna meningkatkan produksi, KUB ini menambah peralatan kerja yang ada sebelumnya, yaitu membeli lagi tiga unit oven pengering berisi 90 lengser, dengan kapasitas produksi mencapai 35.000 kotak sebulan. Artinya, produk itu akan dikirim ke luar daerah, atas bantuan Hero di Mataram Mall yang mendistribusikannya ke cabang Hero di Bali, Surabaya, Medan, dan lain-lain.


***
DODOL rumput laut dipilih sebagai kegiatan usaha, karena bahan baku utamanya tersedia, malah komoditas itu bukan asing, mengingat kaum wanitanya mengolah menjadi makanan ringan berupa pudeng untuk konsumsi rumah tangga. Ini terjadi selagi musim panen yang harga rumput laut kering kelas super relatif murah Rp 4.100 per kg kering.

Mereka juga berniat supaya kaum wanita dan remaja desa terdorong mencari sumber pendapatan alternatif, tidak terlalu menyandarkan penghasilan rutin sebagai buruh tani. Beberapa tetangga Desa Ngeru, kaum wanitanya terampil menenun dan bordir untuk mengisi waktu luang.

"Kami di sini tidak memiliki keterampilan demikian. Kerja di sawah paling lama tiga bulan dalam setahun. Selebihnya menganggur menunggu panen padi," tutur Jamila.

Sementara juga diketahui fluktuasi harga gabah amat tinggi. Tahun ini, awal musim panen seharga Rp 80.000 per kuintal, dan anjlok jadi Rp 30.000 per kuintal pada awal Agustus. Itu pun kalau ada pengusaha yang mau membelinya.

Unggul mengangkat rumput laut ke etalase pasar swalayan, namun KUB agaknya belum mampu memotivasi kaum wanita desa hidup mandiri. Indikasinya, 20 orang yang ikut pelatihan, tinggal 10 orang yang aktif, lainnya meninggalkan kampung mengadu nasib sebagai pekerja migran ke luar negeri.


***
MUNGKIN ada anggapan bahwa keberhasilan KUB membangun usaha karena dukungan fasilitas kerja dan modal usaha dari pemerintah. Hanya acap kali dilupakan, kemudahan tanpa diikuti sikap amanah dan tanggung jawab moral untuk memanfaatkannya tidak berarti apa-apa.

Tidak terhitung banyaknya proyek pemerintah yang dibangun dengan dana milyaran rupiah-apalagi ada embel-embel asal proyek jalan-tetapi hasilnya kalau tidak bangkrut, maka fasilitas itu jadi besi tua. Contohnya mesin tepung ikan di Sape, Kabupaten Bima.

Seperti dikatakan Kepala Dinas Perindustrian Sumbawa M Tohram, yang juga mantan Kepala Dinas Perindustrian Bima, mesin itu akan memproduksi 20 ton tepung ikan per hari. Bahan baku ikan, sesuai data sekunder, cukup didapat dari tangkapan nelayan 30 ton per hari.

Kenyataannya, mesin yang dibangun tahun 1992/1993 dengan biaya Rp 6 milyar itu, selain tidak pernah beroperasi maksimal, juga data sekunder itu salah. Buktinya, suplai ikan tangkapan nelayan hanya lima ton per hari, sangat jauh dari perhitungan break event point.

Hal sama dialami produksi sumpit di Kabupaten Sumbawa. "Pengusahanya salah memprediksi potensi bahan baku, karena hanya mengacu data sekunder," kata Tohram soal perusahaan produsen sumpit yang sempat beroperasi beberapa bulan sejak didirikan tahun 1995.

Artinya tidak selamanya usaha berskala besar mendatangkan hasil yang besar, tetapi sebaliknya justru mendatangkan kesusahan. Contoh paling gampang adalah perlakuan terhadap konglomerat dan pengusaha besar yang sangat istimewa. Mereka dimanjakan penguasa dan perbankan.

Akan tetapi, hasilnya porak-porandanya ekonomi negeri ini empat tahun terakhir akibat ulah segelintir pengusaha. Bisa jadi itu karena amanah dan tanggung jawab moral bukan dijadikan prioritas dalam membangun usaha.

KUB yang merakyat melakukan usaha dengan sikap amanah dan tanggung jawab moral yang tinggi. Tanpa tanggung jawab moral, mungkin mustahil KUB itu bisa eksis, apalagi usaha itu dibangun ketika krisis ekonomi dan politik melanda negeri ini. (Khaerul Anwar))