Rabu, 19 Desember 2007

Komoditas Pertanian yang Potensial untuk Dikembangkan di Bangka Belitung

Tanggal : 19 Desember 2007
Sumber : http://www.bangkatengahkab.go.id/artikel.php?id_artikel=10


Sebagai Negara Kepulauan yang besar, Indonesia memiliki keluasan daratan yang mencapai sekitar 188,20 juta hektar. Lebih dari 50% atau sekitar 100,80 juta hektar lahan tersebut telah dikembangkan sebagai lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian utama rakyatnya sehingga Indonesia pun lebih dikenal dengan Negara Agraris (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Setiap wilayah propinsi telah dikembangkan dengan penanaman komoditas pertanian yang unggul sekaligus sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) propinsi serta dapat tumbuh dengan optimal di lahan-lahan wilayah tersebut.

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang telah lama berperan sebagai wilayah yang turut menyumbangkan devisa kepada Negara melalui sektor pertanian walaupun baru berusia 7 tahun. Jauh sebelum berstatus sebuah propinsi, komoditas andalannya, “The Muntok White Pepper”, telah lama dikenal pasar lada internasional sebagai salah satu komoditas tanaman rempah-rempah yang membawa nama Indonesia ke pentas perdagangan rempah-rempah dunia.

Selain tanaman lada, Bangka Belitung juga turut andil sebagai penghasil kelapa sawit dan karet. Walaupun masih belum mengalami peningkatan pada setiap tahun ekspor, sejak tahun 2005 ketiga komoditas pertanian utama ini selalu menunjukkan angka volume dan nilai ekspor yang signifikan (Tabel 1.). Data tersebut mengilustrasikan bahwa antusiasme masyarakat, kalangan industri pertanian dan pemerintah daerah masyarakat masih tinggi untuk tetap mengutamakan pertanian sebagai sektor yang menjanjikan bagi sumber mata pencaharian kehidupan, sekaligus sebagai sektor industri yang masih mampu memberikan keuntungan dan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berarti di samping sektor pertambangan timah.

pic_tbl1_400

Di tengah banyaknya masyarakat yang beralih pada penambangan timah inkonvensional (TI) sejak beberapa tahun silam, komoditas pertanian, khususnya lada, tetap masih bisa menyumbangkan bagian persentase yang besar dalam PAD Bangka Belitung. Walaupun harga lada tidak setinggi di saat masa kejayaannya, masyarakat masih mampu berpikir bijak dan mengambil keputusan yang tepat untuk tetap mempertahankan komoditas ini. Pemerintah daerah pun, melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Bangka Belitung, telah berkolaborasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bangka Belitung dalam mengembangkan inovasi teknologi penanaman lada terutama pengadaan bibit lada yang bebas penyakit untuk mencegah penyebaran penyakit kuning (sebagai penyakit utama tanaman lada di Bangka Belitung) serta pengembangan lada dengan panjatan hidup untuk mengurangi biaya produksi.

Tanaman kelapa sawit juga telah berperan aktif sebagai penyumbang bagi PAD Bangka Belitung. Beberapa perusahaan perkebunan swasta yang bergerak di bidang industri kelapa sawit telah lama berkiprah sebagai penyerap tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar perkebunan dan sekaligus sebagai sumber pemasukan pendapatan bagi pemerintah daerah setempat. Sampai tahun 2007 ini, Bangka Belitung telah mampu menembus pasar internasional untuk mengekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke Vietnam, Malaysia, dan India. Program-program yang mengarahkan pada pengembangan komoditas ini juga sudah mulai diluncurkan oleh pemerintah daerah, seperti pengadaan bibit kelapa sawit yang berkualitas dari luar Bangka Belitung untuk petani, contohnya dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan serta peningkatan keterampilan dan kualitas petani melalui pembentukan kelompok tani mandiri.

Perhatian pemerintah daerah juga mulai tercurahkan untuk pengembangan tanaman karet. Baru-baru ini Pemerintah Bangka Tengah melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanannya telah meluncurkan suatu program pembagian sejuta bibit tanaman karet kepada masyarakat yang berkeinginan mengusahakan tanaman ini tetapi mengalami kesulitan permodalan awal. Masyarakat juga mulai perlahan-lahan beralih konsentrasi pada tanaman penghasil getah ini karena harganya pun telah menggiurkan dan bisa diharapkan sebagai alternatif mata pencaharian pengganti andaikan pendapatan dari penambangan timah yang sudah mulai berkurang. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri pertanian dan pengolahan hasil pertanian untuk mendirikan pabrik pengolahan getah karet seperti di Desa Petaling untuk dikembangkan di wilayah lain di Bangka Belitung. Selain ketiga komoditas utama tersebut, tidak sedikit juga masyarakat yang telah mengusahakan tanaman pertanian lainnya. Walaupun belum bisa memenuhi permintaan pasar lokal untuk konsumsi masyarakat Bangka Belitung, tanaman sayur-mayur dan buah-buahan lokal telah banyak dikembangkan oleh masyarakat petani dan ini dapat membantu mengurangi volume impor kedua komoditas tersebut dari luar Bangka Belitung. Bahkan Bangka Belitung telah memiliki kawasan yang dijadikan lumbung beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di pasar lokal sekaligus meminimalisir volume impor dari luar propinsi.

BPTP Bangka Belitung telah mengembangkan inovasi pengusahaan tanaman sayuran di lahan bekas tambang yang telah dipulihkan kembali tingkat kesuburannya. Tanaman buah lokal, terutama jeruk, telah banyak dikembangkan di berbagai wilayah di Bangka Belitung. Sebagai produsen utama beras di Bangka Belitung, pemerintah daerah telah mencanangkan Desa Rias di Kabupaten Bangka Selatan sebagai pusat lumbung beras karena tingkat kesesuaian lahan di sana memang lebih cocok untuk pengembangan tanaman padi.

Komoditas lain yang juga potensial untuk dikembangkan di Bumi Serumpun Sebalai ini adalah kelapa, jarak pagar dan buah naga. Sekiranya masyarakat, kalangan industri dan pemerintah daerah mampu mengadopsi inovasi teknologi pengolahan virgin coconut oil (VCO) (minyak kelapa murni yang merupakan produk hilir multi khasiat dari buah kelapa) yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), tentu saja tanaman kelapa yang berderetan tumbuh di sepanjang pesisir pantai Bangka Belitung ini dapat ditingkatkan nilai ekonominya.

Untuk pengembangan tanaman jarak pagar di Bangka Belitung, pada tahun 2006 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP) telah memetakan sekitar 156.319 hektar lahan di Bangka Belitung ini yang potensial untuk penanaman komoditas biodiesel ini. Perhatian pemerintah daerah dan kalangan peneliti akademisi pun sudah begitu besar. Belum lama ini Pemerintah Kabupaten Bangka telah menjalin kerja sama dengan PT Timah Tbk, Universitas Bangka Belitung (UBB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk penelitian dan pengembangan tanaman ini.

Walaupun belum ada bukti konkrit di lapangan di Bangka Belitung dalam pengembangan tanaman buah naga, tetapi tanaman buah berkhasiat tinggi ini telah banyak dikembangkan di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bukan tidak mungkin jika suatu saat tanaman ini potensial untuk dikembangkan secara optimal di lahan pesisir pantai seperti yang dikembangkan di Pantai Glagah Sari, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan tanaman ini juga potensial untuk dikembangkan di atas lahan bekas tambang yang telah diolah dengan bahan organik, seperti keberhasilan pengembangan tanaman ini di lahan bekas penambangan timah di beberapa negeri di Malaysia.

Begitu besar potensi pengembangan pertanian di propinsi ini yang dapat terus ditingkatkan. Dengan ditopang dan dikompilasikan dengan pengembangan sektor-sektor potensial lainnya, seperti sektor perikanan, perindustrian dan pariwisata, peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat akan dapat terselamatkan dari kekhawatiran sulitnya sumber mata pencaharian pasca berkurangnya timah. Pencapaian cita-cita untuk memakmurkan kehidupan masyarakat pada pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung ini hanya akan dapat terwujud apabila pengelolaan berbagai sektor potensial tersebut senantiasa dilandasi keluhuran moral serta mantapnya tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tertanam dalam setiap diri masyarakat, kalangan akademisi, pihak swasta, dan aparat pemerintah daerah, yang terorganisir dalam suatu kerja sama yang sinergis.