Tanggal : 26 April 2007
Sumber : http://suaraindonesiaraya.com/index.php?USRTYPE=&ACT=NEWS_DETAIL&newsid=106
Esensi PLBPM terutama terletak pada pendekatan pelaksanaannya di lapangan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat, sejak dari perencanaan sampai kepada pelaksanaannya dengan dibantu melalui kegiatan-kegiatan pembinaan / pembimbingan, pendampingan, dan pengendalian. Pendekatan ini cukup efektif dalam menumbuhkan partisipasi aktif di kalangan masyarakat target group, respon yang positif serta komitmen dukungan dari stake holders, Pemerintah Daerah, dan lembaga / institusi lain terkait.
Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan nelayan dan berbagai kepentingan pengembangan. Oleh karena itu wilayah pesisir juga cenderung mengalami tekanan pembangunan yang kadang melampaui dayadukungnya. Kegiatan pemanfaatan ruang berpotensi konflik dan menimbulkan dampak degradasi lingkungan seperti rusaknya kawasan mangrove, karang, dan habitat perikanan lain, proses abrasi pantai, serta pencemaran.
Pada sisi lain, masyarakat pesisir yang sebagian besar terdiri dari para kaum nelayan, pada umumnya memiliki kehidupan ekonomi yang relatif lemah dan kurang tersentuh oleh perhatian pembangunan. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang menyatu dengan permasalahan lingkungan. Kondisi rumah yang tidak sehat, lingkungan permukiman yang tidak tertata serta tidak didukung oleh prasarana secara memadai tergambar dari buruknya sistem sanitasi (drainase, persampahan, air bersih, MCK), jalan lingkungan, serta terbatasnya prasarana lingkungan dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi setempat.
Kita melihat bagaimana fenomena masalah kemiskinan masyarakat pesisir tersebut sudah menjadi suatu trade mark tersendiri. Berbagai program pembangunan telah banyak dilakukan dalam upaya memajukan kawasan pesisir, tetapi sangat jarang adanya program yang secara langsung menyentuh pada tataran masyarakatnya.
Model kegiatan Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM) mungkin akan mengubah paradigma kita dalam pelaksanaan program, dari pendekatan ‘proyek’ kepada suatu proses pengelolaan dari dan oleh masyarakat sendiri. PLBPM diharapkan dapat menjadi suatu program yang tidak saja manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, tetapi juga masyarakat sendiri yang mengelola dan menentukan keputusan pilihannya, bahkan memberikan sharing dan partisipasi dalam pelaksanaannya. Kita optimis bahwa program yang bertumpu pada masyarakat seperti itu akan memberikan efektifitas serta dampak kemanfaatan yang lebih besar dalam upaya memajukan kawasan pesisir di masa mendatang.
Jiwa PLBPM terletak pada esensinya dalam memberikan pembelajaran secara tidak langsung kepada masyarakat pesisir agar mereka dapat menemukan cara-cara pemecahan permasalahan dan kebutuhannya dari diri mereka sendiri dengan memberdayakan segenap potensi yang ada, sehingga pada saatnya diharapkan terjadi keberlanjutan pengelolaan oleh masyarakat; serta Pemerintah Daerah bersama stake holders terkait lainnya mengambil peran pengembangan keberlanjutan tersebut ke dalam proses pembangunan wilayah Daerahnya. Keberlanjutan seperti itu dapat dicontohkan di Kabupaten Bengkalis, dimana hasil PLBPM telah diakomodir oleh Pemerintah Daerah ke dalam suatu rencana pembangunan kawasan dengan visi yang lebih luas untuk lima tahun ke depan.
Kegiatan PLBPM difokuskan pada hasil (output) fisik yang betul-betul memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir sesuai dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan mereka di lapangan saat pelaksanaan. Kegiatan fisik tersebut meliputi peningkatan / perbaikan ekosistem pesisir; peningkatan / perbaikan / pembangunan infrastruktur lingkungan permukiman; serta peningkatan / perbaikan / pembangunan rumah.
Kelompok sasaran (target group) PLBPM adalah masyarakat pesisir yang sebagian besar meliputi nelayan dan pembudidaya ikan, serta masyarakat pesisir lainnya yang bermukim sebagai satu komunitas di kawasan pesisir dengan taraf ekonomi relatif lemah atau miskin, mempunyai kondisi lingkungan permukiman yang buruk, serta diutamakan berada pada kawasan yang mengalami permasalahan degradasi lingkungan pesisir. Kelompok sasaran tersebut bermukim pada satu kawasan target group yang berskala lingkungan, dengan luasan sekitar satu desa / kelurahan; atau dapat merupakan bagian dari desa / kelurahan.
Dalam mekanisme anggaran program, DIPA PLBPM diturunkan langsung kepada masing-masing Kabupaten / Kota cq. Dinas Kelautan dan Perikanan. Penyaluran anggaran kepada desa / kelurahan lokasi target group dilakukan secara bertahap, dari KPPN ke dalam rekening bank setempat lembaga kemasyarakatan yang merupakan lembaga formal yang betul-betul dekat / mewakili target group serta mempunyai kredibilitas tanggungjawab yang dapat dipercaya. Dalam PP No.72 / 2005 tentang Desa, yang dimaksud dengan Lembaga Kemasyarakatan misalnya RT, RW, PKK, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau sebutan lain.
Lembaga kemasyarakatan tersebut akan bertanggungjawab dalam pencairan / penggunaan / penyaluran dana untuk pelaksanaan kegiatan target group melalui pemberdayaan masyarakat. Mekanisme penyaluran dana dituangkan melalui SPK (Surat Perjanjian Kerja) antara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan lembaga kemasyarakatan.
Pelaksanaan program PLBPM secara keseluruhan dikendalikan agar mencapai esensi tujuannya melalui pembinaan / pembimbingan, pengarahan, pendampingan, pemantauan, dan evaluasi dari Pusat (Ditjen. KP3K) dan Daerah, baik dari Provinsi (melalui pelibatan peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi) maupun di Kabupaten / Kota bersangkutan (oleh Forum Koordinasi Teknis Daerah; Tenaga Ahli Pendamping; Tim Teknis Pengendali Daerah).
Pada tahun anggaran 2006, PLBPM telah dilaksanakan di 20 Kabupaten / Kota. Hasilnya menunjukkan adanya respon yang sangat positif dan mencerminkan tercapainya esensi tujuan pemberdayaan masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat pesisir telah didorong tumbuh. Berbagai bentuk sharing telah diberikan oleh masyarakat di seluruh daerah lokasi PLBPM, seperti berupa sumbangan material, tenaga kerja yang tidak diupah, dan lahan yang disediakan untuk pembangunan fasilitas umum. Di Kabupaten Serdang Bedagai misalnya, masyarakat secara swadaya membangun MCK dan melakukan renovasi rumah. Hal yang sama dilakukan oleh warga di Kabupaten Bengkalis yang berswadaya membangun jalan. Di Kota Bima warga merelakan tanahnya untuk pelebaran jalan. Di Kabupaten Ciamis, Jepara, dan Tegal masyarakat memberikan sumbangan material berupa semen, batu, dan pasir yang tidak sedikit nilainya, serta banyak lagi bentuk-bentuk sharing masyarakat di lokasi lainnya.
Beberapa Daerah menunjukkan komitmennya terhadap kegiatan PLBPM dengan menyediakan anggaran pendamping. Dukungan juga diperoleh dari instansi lain seperti Kementerian Perumahan Rakyat, beberapa Dinas Teknis, serta lembaga / institusi yang berada di Daerah setempat berupa kolaborasi program yang diintegrasikan pelaksanaannya dengan lokasi PLBPM, seperti di Kab. Nunukan, Kab. Bengkalis, Kab. Ciamis, dan beberapa lagi di Kabupaten lainnya. Adanya berbagai bentuk partisipasi, sharing, kolaborasi, dan bahkan tindaklanjut pengembangan terhadap hasil-hasil PLBPM seperti itulah yang justru kita harapkan, sehingga pada saatnya pemberdayaan pengelolaan berjalan secara berkelanjutan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah.
Kita bersyukur bahwa pada tahun anggaran 2007 ini dapat melaksanakan kembali program PLBPM. Rasanya ada suatu tanggungjawab moril yang melekat, dan ada suatu kepuasan bathin yang tidak dapat dinilai secara materiil pada kita dalam melaksanakan program ini. Untuk tahun anggaran 2007, PLBPM dilaksanakan di 23 Kabupaten / Kota, yaitu 8 (delapan) Kabupaten / Kota merupakan lokasi baru; dan 15 (lima belas) Kabupaten / Kota merupakan lokasi tindaklanjut PLBPM tahun 2006.
Pada Kabupaten / Kota lokasi tindaklanjut PLBPM tahun 2006, kegiatan diarahkan untuk menindaklanjuti komponen fisik yang masih belum selesai atau belum berfungsi atau belum dapat dimanfaatkan. Misalnya, untuk melanjutkan pembangunan jalan lingkungan yang di tahun 2006 baru sebagian dibangun, padahal jalan tersebut semestinya baru dapat berfungsi apabila sudah dibangun seluruhnya. Atau misalnya, untuk melanjutkan kekurangan jumlah pembangunan / rehabilitasi rumah yang sudah dilakukan di tahun 2006. Kegiatan pembangunan fisik yang sifatnya baru juga dapat dipilih sejauh merupakan kebutuhan prioritas yang disepakati bersama oleh masyarakat target group.
Selain diarahkan untuk menindaklanjuti kegiatan fisik, juga dilakukan pembinaan dalam rangka melembagakan keberlangsungan pemberdayaan masyarakat. Misalya, kegiatan yang ditujukan untuk penguatan kelembagaan / kelompok masyarakat, pembinaan motivator, penyuluhan masyarakat, penyusunan / penetapan suatu Peraturan Desa / Kelurahan mengenai pengelolaan PLBPM, dan lain-lainnya.
Sejalan dengan itu, disusun desain tata ruang kawasan target group ke depan, serta bagaimana mengintegrasikannya dengan konsep tata ruang wilayah yang lebih luas, sehingga kawasan target group akan menjadi bagian dari proses pengembangan dan pembangunan wilayah Kabupaten / Kota. Desain atau konsep tersebut perlu dibicarakan bersama sejak penyusunannya pada tataran rembug desa / kelurahan. Bagaimana mengisinya, dibahas dalam Forum Koordinasi Teknis Daerah. Pada kesempatan tersebut diharapkan dapat digalang komitmen mengenai peran dan tanggung jawab masing masing pihak di Daerah Kabupaten / Kota, Provinsi, Kecamatan, Desa / Kelurahan, masyarakat target group, dan stakeholders terkait lain (investor / swasta) dalam pemeliharaan dan pengelolaan hasil PLBPM yang telah dibangun, termasuk pengembangannya. Komitmen dapat berupa sharing program, penganggaran pembangunan di Daerah, ataupun akomodasi hasil PLBPM ke dalam satu konsep / rencana pembangunan kawasan dengan dimensi yang lebih luas.
Pelaksanaan PLBPM diharapkan memberikan dampak kemanfaatan terhadap empat hal, yaitu:
(1) Tersedianya kesempatan kerja alternatif khususnya bagi masyarakat nelayan pesisir yang sementara waktu tidak dapat melaut akibat dampak kenaikan harga BBM ataupun pada saat cuaca buruk. Masyarakat dapat memperoleh upah kerja pada pekerjaan-pekerjaan fisik dalam pelaksanaan kegiatan PLBPM, seperti pembangunan rumah, infrastruktur lingkungan, dan penanaman mangrove;
(2) Terciptanya kondisi lingkungan pesisir yang lebih baik dan mendukung bagi masyarakat pesisir untuk meningkatkan pendapatan dan kegiatan ekonominya, seperti dengan dibangunnya tambatan perahu, jalan lingkungan / jalan poros, sumber air bersih, listrik desa, dan rumah serbaguna.
(3) Pebaikan kondisi ekosistem pesisir yang mengalami degradasi, seperti dengan kegiatan penanaman mangrove, transplantasi karang, dan pembangunan talud untuk mengurangi abrasi pantai;
(4) Kegiatan ekonomi masyarakat pesisir yang meningkat dan secara tidak langsung akan masuk ke dalam mekanisme pertumbuhan ekonomi kawasan / wilayah.