Sumber : http://mangrove.unila.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=21&Itemid=1
a. Pengembangan Sumberdaya Alam
Potensi jalur hijau (green belt) seluas 700 hektar merupakan sebuah peluang untuk meningkatkan daya dukung lingkungan khususnya di sektor perikanan. Terciptanya ekosistem yang seimbang memberikan kesempatan bagi hewan-hewan laut dan pesisir untuk berkembang biak di kawasan jalur hijau. Melalui fenomena tersebut jalur hijau atau hutan mangrove dapat dijadikan peluang usaha bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan pendapatan keluarganya.
Keberadaan hutan mangrove yang terpelihara dapat dimanfaatkan secara optimal bagi setiap masyarakat untuk mengusahakan perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Kegiatan perekonomian masyarakat pesisir perlu diarahkan pada diversifikasi usaha sektor pesisir, sehingga mereka tidak lagi menggantungkan sumber pendapatan keluarganya dari sektor tambak yang diidentifikasi dapat merusak lingkungan terutama Hutan Mangrove.
b. Pengembangan SDM
Aktivitas pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan dikatakan berhasil apabila ada perubahan yang signifikan secara fisik dan secara non fisik. Aspek penting non fisik yang harus berubah adalah system nilai budaya atau cultural value system dan sikap atau attitudes yang disebabkan oleh system nilai budaya dan pengetahuan yang sempit atau rendah. Kedua hal itu menyebabkan timbulnya pola-pola cara berfikir tertentu yang akan mempengaruhi tindakan dan kelakuan mereka baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan-keputusan penting dalam hidup. System nilai budaya yang mementingkan pemenuhan kebutuhan hidup jangka pendek/masa sekarang merupakan penghambat pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia yang memiliki rasa percaya diri sendiri atau self confidence; memberikan perhatian secara adil, menumbuhkan kemampuan (empowerment) dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Dari aktivitas ini akan muncul kelompok critical mass yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan keinginan ke arah perbaikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove merupakan akselerasi dari masyarakat yang menginginkan agar hutan mangrove dapat pulih kembali dan berfungsi dengan baik. Kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove ini harus dikali dengan aspek legislasi yang kuat, diberi mandat khusus, tugas khusus mengelola hutan mangrove. Pembentukan kelompok masyarakat juga diperlukan guna menangkap adanya manfaat sosial ekonomi dari adanya karakteristik ekonomi skala (economic of scale and economies of size). Kesadaran individu tentang pentingnya upaya rehabilitasi hutan mangrove sudah mulai tumbuh, namun kesadaran tersebut masih belum mampu membangun tindakan bersama (collective action) para masyarakat untuk merehabilitasi seluruh kawasan jalur hijau, dalam hal ini rasa kebersamaan, loyalitas, dan komitmen para masyarakat khususnya yang tergabung ke dalam kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove perlu untuk ditingkatkan.
Dalam perkembangannya seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengelola hutan mangrove, di Desa Margasari telah terbentuk 7 kelompok masyarakat pengelola hutan mangrove. Kelompok tersebut merupakan kumpulan dari masyarakat yang memiliki visi yang sama untuk melestarikan kawasan hutan mangrove.
c. Pengembangan Usaha
Diversifikasi usaha pengelolaan di kawasan hutan mangrove perlu dikembangkan dan diatur dalam sebuah undang-undang/peraturan untuk mengantisipasi eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya yang ada. Usaha yang dapat dikembangkan dari kawasan hutan mangrove antara lain penangkapan kepiting bakau, penangkapan udang rebon, penangkapan ikan, budidaya tambak bandeng, budidaya kepiting bakau.
Peluang usaha yang dapat dikembangkan dari kawasan hutan mangrove berupa ikan asin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar